Part 02

Pukul 10:00 pagi sebuah mata tersilau oleh cahaya pagi yang sudah akan menjelang siang.

Kemeja putih dengan dua kancing atas terbuka, membuat Giva terlihat begitu sangat menggoda. Ia menggeliat lalu tangannya merogoh untuk mencari handphone miliknya.

Mata Giva terbelalak ketika melihat 20 panggilan tidak terjawab dari my love.

"Oh tuhan. Dia pasti sangat cemas," tukas Giva bergegas masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

30 menit akhirnya Giva sudah siap dengan pakaian formal seperti akan bekerja ke kantor.

Ia berjalan berlenggak-lenggok dan berhenti disebuah pangkalan ojek.

"Bang, seperti biasa ya?" ucap Giva terlihat akrab.

"Siap, Neng! Kita kerumah sakit?"

"Ia bang, mau kemana lagi," jawab Giva.

"Oke neng, kita berangkat!"

Rumah sakit xxxx adalah di mana seseorang yang kuharapkan akan menang dari penyakit yang dia derita.

Sungguh wajah pucatnya mampu membuat hati teriris pilu memandangnya.

Sebuah kanker otak stadium lanjut membuatnya tidak bisa berkutik banyak. Namun, aku selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik untuknya.

"Hay sayang. Maaf, aku telat?" sapa Giva mendekati Leo, kekasihnya.

Leo adalah kekasih Giva sekaligus guru Giva. Leo adalah pria berusia 24 tahun yang berprofesi sebagai guru olah raga di sekolah Giva. Leo adalah anak yatim piatu, entah di mana keberadaan orang tuanya karena Leo ditemukan di depan pintu sebuah panti asuhan.

Giva membawa bunga dan menghampiri Leo yang sedang tertidur pulas.

"Sayang, aku datang. Maaf ya karena aku telat menjenguk kamu. Aku sangat sibuk akhir-akhir ini. Oya, kamu mau makan apa?" tanya Giva yang terus mengoceh padahal Leo sedang tertidur.

"Sayaaang,,,, banguuunn," bisik Sona di telinga Leo.

Berkedip-kedip sebuah mata beralis tebal itu membukakan pejamannya. Leo tersenyum.

"Kenapa lama sekali?" tanyanya dengan suara yang begitu sangat lemah.

Kanker otak stadium lanjut membuat Leo tak berdaya. Hari demi hari adalah sebuah mukjizat karena Leo masih bisa bertahan sejauh ini. Padahal para dokter sudah mengangkat tangan mereka dan menyerah.

Namun Giva dengan penuh tekat tetap ingin Leo mendapatkan perawatan intensif yang memadai. Giva sangat percaya jika suatu saat kekasihnya dapat sembuh dan kembali bersenang-senang bersamanya.

"Maaf sayang karena semalam aku lembur jadi tadi pagi aku bangun kesiangan," jawabnya dengan satu tangan mengelus kepala Leo yang sudah tiada satupun rambut yang tumbuh di sana.

"Sayang, maafkan aku yang telah membuatmu harus bekerja susah payah hanya untuk membayar pengobatan ku. Saat ini, satu pintaku padamu. Setelah ini aku mohon jalani hidupmu dengan tenang. Jangan pikirkan yang telah berlalu. Hiduplah dengan bahagia bersama dia yang akan menjadi jodohmu," ujar Leo dengan nada yang begitu sangat lemah.

Sembari tersenyum dan meneteskan air mata, Giva mencoba untuk menegarkan dirinya sendiri. Giva meyakinkan dirinya sendiri jika Leo akan sembuh.

"Apa yang kamu katakan sayang. Kita akan hidup bahagia selamanya. Hanya ada kamu dan aku," ujar Giva dengan menahan semua bayangan buruk yang terlintas dalam pikirannya.

"Aku sudah sangat lelah, aku mohon kepadamu izinkan aku pergi dengan tenang dan damai. Jika kamu merindukan ku, salah satu bintang paling terang adalah aku," ujar Leo dengan nada yang mulai tersendat-sedat.

"Hikss, hikss, hikss... Sayang, aku mohon bertahanlah, apa yang harus aku lakukan di dunia ini tanpa kamu!" Giva menatap kaget melihat Leo yang sudah menutup matanya. Ketika mendengar monitor menunjukan garis lurusnya Giva terlihat sangat panik dan ketakutan. "Aaaaaaa ... aaaa ...aaa ... aaa Tiioooooooo, bangunlaaaaaah... aaaaa .... aaaaah!" Suara Giva mengundang beberapa suster untuk masuk dan melihat apa yang telah terjadi.

Para Suster langsung mengecek keadaan Leo. Ketika dirasa pasien sudah tidak bernyawa,

Para suster langsung melepaskan semua alat-alat yang membantu Leo bertahan hidup selama ini.

"Tidak !! Apa yang kalian lakukan. HAH! Dia belum mati! Dia hanya tertidur pulas saja!" teriak Giva tidak terima dengan tindakan para suster.

"Sudahlah Giva, kamu Ikhlaskan saja dia pergi. Lagi pula dengan kepergiannya, kamu tidak perlu lagi harus menjadi wanita malam," ketus salah satu suster yang ternyata mengetahui pekerjaan asli Giva.

Giva menatap tajam ke arah suster itu.

"Apa yang kamu katakan!?" tanya Giva penuh dengan penekanan.

"Aku melakukan kamu melayani mantan pacar kekasihku!" jawabnya dengan santai.

Giva hanya terkulai lemas. Ia meremas kuat jari-jarinya. Menatap penuh kebencian kepada suster itu. Mengapa membocorkan jati dirinya didepan jasad kekasihnya. Namun, Giva tak berdaya. Giva tidak dapat mengelak apa yang dikatakan oleh suster itu karena Giva sendiri tahu siapa pria yang di maksud oleh suster itu.

Kini di sebuah makam. Tanah yang basah lagi gembur, menebarkan bunga segar untuk memberikan penghormatan terakhir kepada kekasihnya.

"Leo. Apa yang harus aku lakukan tanpa kamu?" Suara Giva terdengar nada gemetar.

Ia mengambil sebuah silet tajam yang ia bawa. Rasa hampa menyelimuti hatinya.

"Aku akan ikut denganmu, Leo." Giva mulai menekan silet tipis itu ke lengan tangannya.

Tapi, tiba-tiba sebuah tangan menarik lembut sampai akhirnya Giva jatuh kedalam pelukan hangat. Aroma khas parfum Leo di tubuh pria itu membuyarkan keterkejutan Giva.

"Lepaskan, aku! Siapa kamu!?" teriak Giva kaget.

"Mati didepan ku! apakah kamu ingin aku memendam penyesalan jika tidak menyelamatkanmu!" tukas pria itu..

"Jika tak ingin menyesal, jangan melihatnya!" jawab Giva dengan jantung yang berdebar kuat.

"Bagaimana bisa tidak melihatnya. Lihat didepan sana! Itu adalah makan kedua orang tuaku. Aku duduk di sana dan bagaimana tidak melihat niat kamu!" jelas Pria yang bernama Erik itu.

"Ya abaikan saja! Siapa kamu, apa peduli kamu tentang hidupku! Aku bukan siapa-siapa kamu!" teriak Giva kesal.

Erik menatap tajam Giva, wanita yang sama sekali tidak ia kenal namun mencoba untuk bunuh diri didepan matanya.

"Jika begitu, perkenalkan. Nama saya adalah Rio Abadi. Kamu sekarang sudah kenal saya bukan? Pria tampan tiada tandingan didunia ini," ucap Erik Shimon dengan bangganya.

Wajah dengan tompel besar di pipi dan gigi yang maju 5centi dan rambut kriting. Giva berpikir dari mana tampannya.

"Hahahaaa! Ya ya.... Kamu adalah pria terjelek di dunia ini! Hahaha..." tawa Giva terlihat sangat puas dengan ucapannya. Dia sampai memejamkan matanya karena menahan tawa yang menggelitik perutnya.

Ketika Giva membuka mata, ia dibuat bodoh dengan kelakuannya sendiri karena, nyatanya tidak ada siapa-siapa didepannya. Ia mencari sosok Erik kemana-mana. Namun tak sekilas pun ia mendapati bayangan pria aneh itu.

Dengan langkah pelan dan pikiran yang tak jelas kemana arahnya. Giva meninggalkan makan kekasihnya dengan perasaan berkecamuk.

"Siapa dia? Siapa dia dan darimana dia. Seperti hantu saja. Datang tak diundang pergi tak pamitan!?" gumam Giva penuh dengan keraguan yang membuatnya sedikit mual karena masuk angin.

"Ah, sepertinya aku akan berhenti dari klub malam itu. Tidak ada lagi alasan aku untuk mencari uang besar disana. Hmm, tapi aku harus kerja apa?" Giva berjalan sendu sembari termenung.

Terpopuler

Comments

Ninik H.

Ninik H.

mampir kak

2022-01-02

1

Alya lii

Alya lii

suka tulisanmu kalo lagi teriak nangis thor😁

2021-12-28

0

Lavenda

Lavenda

lanjooot 🌹

2021-12-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!