Pekerjaan yang menyita banyak waktu dan pikiran membuat Kiandra segera melupakan tantangan yang harus di penuhi.
Pria dengan mata lebar dan bibir tipis itu bahkan telah melupakan si target, yang untuk sesaat membuatnya mengira itu kakak perempuan yang diam-diam di rindukan.
Waktu memang pembunuh diam-diam, hingga tak sadar, jika kejadian itu telah berlangsung tiga minggu lalu.
"Sabtu ini anda ada jadwal ke Tawangmangu untuk merayakan empat tahun berdirinya Resort kita di sana."
Gerakan tangan Kiandra yang sedang menandatangani dokumen seketika terhenti.
"Anda akan datang, Chief?" tanya pria dengan setelan jas warna navy.
Kiandra tak langsung menjawab.
Tawangmangu adalah nama kota yang terletak di kaki gunung Lawu, karena itu pula kota tersebut berhawa sangat sejuk dan memiliki banyak bukit-bukit indah, serta merupakan kota penghasil sayuran untuk wilayah jawa tengah.
Walau bukan termasuk kota besar, namun wilayah itu berkembang sangat pesat berkat destinasi wisata dan letak geografis yang sangat menguntungkan sektor pertanian.
Kiandra yang jeli, memutuskan membangun Resort dengan konsep alam di lahan yang paling banyak di kelilingi sawah serta perkebunan.
Dia juga merangkul warga sekitar dengan mempekerjakan sebagai karyawan tetap Hotel dan memberi upah UMR.
Tentu saja warga yang rata-rata bekerja sebagai petani menyambut dengan senang hati.
Sebab nyatanya, profesi petani di negara agraris tak mampu membuat mereka makmur. Seringkali mereka lebih banyak rugi, dari pada untung.
Para tengkulak mematok harga di bawah pasar, belum gangguan hama dan berbagai problem lain. Kerja keras, jarang sebanding dengan hasil yang di terima.
Lebih miris, pemerintah tak pernah sungguh-sungguh membantu profesi yang makin langka di negara yang katanya memiliki tanah paling subur.
"Chief?"
Kiandra meletakkan bolpen parker-nya, lalu melihat ke arah pria yang memanggil. "Aku belum tahu bisa datang atau tidak."
"Saya rasa anda harus datang." Pria itu menyarankan. "Restort itu salah satu mahakarya anda yang paling berhasil. Masyarakat juga pasti menyambut anda dengan antusias."
Kiandra tak bergeming.
"Hanya dalam tempo tiga tahun, dusun terpencil itu berkembang sangat modern, dan itu berkat sumbangan dana pribadi anda untuk perbaikan fasilitas desa. Termasuk pembangunan jalan raya penghubung yang harusnya itu masuk anggaran pemerintah." Pria tersebut menatap penuh kekagumana. "Bahkan anda membangun cagar alam dan merenovasi sekolah yang terletak satu wilayah dengan resort." Ia terlihat bangga, seolah dirinya sendiri yang melakukan.
Kiandra tak terkesan.
"Jadi bagaimana mungkin anda melewatkan kesempatan di elu-elukan warga desa di hari ulang tahun resort kita?" ia bicara seakan itu hal yang mustahil.
"Aldo."
"Ya, Chief." sigap pria berkemeja navy itu menjawab.
"Kau saja yang ke sana gantikan aku." Kiandra memutuskan tanpa melihat lawan bicara dan tetap mengoreksi lembaran dokumen.
"A, apa?" Aldo berjalan mendekat, sampai tubuhnya menempel pada meja kerja dengan plakat bertulis, Kiandra Mahika Martahdinata, serta tulisan Chief Eksekutif Officer di bagian bawah.
"Aku ada pekerjaan lain yang lebih penting." Kiandra masih saja sibuk memparaf.
"Jadwal anda hari itu sudah saya kosongkan." Aldo bersikukuh. "Saya harap anda bisa hadir dan menerima..."
"Aku sudah sering di puji." potong Kiandra sambil merapikan lembar kertas yang baru saja ia tanda tangani.
Aldo hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu,ketika Kiandra menatap,
"Kalau kau kan jarang di puji. " lanjut Kiandra tanpa emosi. "Makanya aku beri kesempatan."
"Astaga Chief, kenapa anda sering sekali mengatakan sesuatu yang menusuk dengan wajah datar...?" Keluh pria itu sembari mengusap wajah.
Kiandra sedikit memalingkan muka,lalu mengulum senyum. "Bawa juga Victoria bersama mu." ia kembali menunjukan wajah minim ekspresi.
"Vic, Victoria..?" mendadak Aldo gusar.
"Vic bisa melindungi jika kau di ganggu preman daerah sana."
Aldo salah tingkah. "Sa, saya laki-laki, tak perlu di lindungi perempuan." ucapnya gagap.
"Memang aku banci?" Kiandra bangkit berdiri.
"Maaf, Chief." ralat Aldo cepat.
Kiandra tak peduli.
"Saya tak pernah bermaksud menghina anda, Chief, sungguh." melihat pimpinannya sedang memakai jas dengan raut dingin, membuat Aldo khawatir kena pecat. Dia terus meminta maaf dan menjelaskan panjang lebar, jika dia tak ada maksud menghina.
Tapi Kiandra tetap acuh, meski sebenarnya dalam hati tertawa.
Menjahili asisten pribadi, merupakan hiburan untuk Kiandra di kala suntuk dengan pekerjaan.
"Saya hanya ingin anda datang." nada bicara Aldo terdengar putus asa, sebab Chief nya masih pasang wajah datar sambil berjalan menuju pintu.
"Saya juga...mana mungkin pergi hanya berdua dengan bodyguard anda." Aldo mengekor di belakang, dengan membawa koper yang telah ia siapkan terlebih dahulu.
"Mungkin saja, jika aku yang memerintahkan." akhirnya Kiandra mau bicara.
Dengan gesit Aldo terlebih dulu membuka pintu, sebelum tangan Kiandra menyentuh handle, lalu mempersilahkan pria jangkung tersebut berjalan lebih dahulu.
"Chief." di depan pintu, wanita yang tempo hari melerai Kiandra berkelahi telah menyambut dengan sikap hormat.
Kiandra lewat tanpa melihat.
Aldo dan wanita yang menjadi bodyguard Kiandra saling lirik. Tapi mereka tak berkata apa pun, dan hanya berjalan berdampingan.
"Selamat siang, Chief."
"Selamat siang."
"Chief, selamat siang."
Para staf yang tengah bekerja, menyempatkan untuk berdiri, lalu menyapa pimpinan tertinggi di tempat mereka mencari nafkah.
Kiandra tersenyum tipis pada tiap orang yang memanggil.
Sedang Aldo dan Victoria yang berada di belakang, terus mengikuti ke mana postur ideal dengan balutan setelan jas Ermegildo Zegna Bespoke yang begitu pas di bahu lebar tersebut berjalan.
"Lihat wajahnya yang seperti di pahat oleh I Nyoman Nuarta." ucap salah satu staf perempuan, begitu rombongan itu menghilang.
"Aku pikir dia reingkarnasi Adonis." yang lain berkata penuh damba.
Sudah bukan rahasia umum, jika CEO Marthadinata-Sanjaya Enterprise itu masih muda,juga sangat tampan,penuh prestasi, serta sangat di agung kan para karyawan.
Bukan rahasia pula, bahwa para staf wanita banyak yang bermimpi merebut hati si Chief. Seperti novel-novel roman, di mana tokoh utama wanita dari kalangan biasa, kemudian di cintai lelaki tampan dan kaya.
"Sayang Chief kita belok." keluh karyawan berambut ikal sebahu, kemudian memandang rekan kerja yang duduk tak jauh dari situ.
"Aku juga kecewa." yang lain sampai berkaca-kaca.
"Sama-sama patah hati." Staf wanita lain berkata. "Tapi akan lebih baik bersaing sesama wanita, dari pada bersaing dengan pria. Pria nya Pak Aldo lagi, yang tiap hari bersama Chief." tak mampu membendung perasaan, wanita itu menangis kencang dan membuat sekitar kaget.
.
Aldo berkali-kali bersin, membuat Kiandra menghentikan langkah dan berbalik.
"Kau flu?"
"Tidak, Chief." Aldo mengeleng. "Hanya tiba-tiba...hidung saya sangat gatal." Ia memencet-mencet hidungnya sampai merah.
Kiandra tak lagi bertanya.
Mereka berjalan tanpa mengobrolkan apa pun. Hanya Aldo yang beberapa kali mencuri pandang ke arah Victoria yang bejalan di sisinya.
Sampai mereka tiba di parkiran, kemudian menaiki mobil BMW M5 warna tanzanite blue metallic.
Victoria yang memegang kemudi tak sengaja bertatapan dengan Aldo yang duduk di jog samping, namun ia langsung membuang muka dan menyalakan mesin mobil.
Sedan mahal itu meluncur keluar basemet tanpa goncangan.
Kiandra yang duduk di belakang mulai melepasi jas, lalu mengeluarkan kemeja yang sebelumnya rapi dan mengulung lengan panjangnya sampai siku.
Mobil dengan desain elegan itu tengah berada di jalan raya yang padat, ketika ponsel Kiandra bergetar.
"Halo?"
"Hai, Kian." suara Ethan yang khas dan penuh semangat terdengar.
"Ada apa?" tanyanya malas-malas. "Tumben kau menelpon di hari kerja." Kiandra bercermin sambil mengusap-usap rambut model cepak nya, yang sebenarnya mau di rapikan model apa pun, akan tetap terlihat sama saja.
"Mau bagaimana lagi..." suara Ethan terdengar lesu. "Aku kalah suit dari Alexa dan Roy."
"Heleeeh..." Mata Kiandra berputar dengan wajah malas.
"Sudah tiga minggu berlalu, berarti kurang satu minggu lagi waktu mu."
Kiandra tak mengerti.
"Chief, anda mau memakai jenggot palsu?" Aldo menawari.
Kiandra yang sedang menelpon mengeleng beberapa kali.
"Kau sudah tahu nama target yang harus kau rayu?"
"Apa!?" Kiandra kaget.
Aldo dan Victoria yang duduk di depan sampai melirik ke arah kaca spion tengah.
"Jangan pura-pura tolol." suara Ethan dari sepaker ponsel kembali terdengar. "Apa kau ingin kena penalti karena tak menerima tantangan yang kau pilih sendiri?" ia tertawa.
Aku sampai lupa dengan permainan bodoh itu.". Kiandra mengusap wajah, lalu mendengus dan merebahkan punggung ke jog.
Ethan masih mengoceh tanpa jeda, saat Kiandra tak sengaja melihat kaca mobil dan mata cokelat terangnya itu membulat.
"Stop!" perintah Kiandra tiba-tiba, membuat Victoria seketika menginjak rem dan mereka tersentak ke depan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Ⓤ︎Ⓝ︎Ⓨ︎Ⓘ︎Ⓛ︎
bener kasian petani
2023-04-16
0
Wiwin Wiwin
tawang manggu dr rumah sy cuma 1jam thor
tiap minggu sy main ke sna
bener
banyak pemandangan dan resto hotel baru
yg punya kian yg mana thor
wkwkwkkwk
nnt tak mmpr
2023-02-24
0
Dyandra elleandro
Tawang Mangu berada d lereng barat Gung Lawu. sedangkan kota ku berada di sebelah nya. lereng timur gunung itu.
mampirlah k tempatku bang kian....
2022-12-25
0