Ratu Gita sudah berada di perpustakaan selama dua jam. Wanita itu sedang menekuni sebuah buku bersampul kulit yang berisi pengetahuan tentang kebudayaan bangsa Elfian. Di meja juga terdapat beberapa buku yang berkaitan dengan bangsa peri seperti mitos, kesenian, herbal dan juga sihir.
Seorang staf perpustakaan yang mulai akrab dengan Ratu, membantu menemukan buku-buku referensi yang diinginkan Ratu Gita.
Staf perpustakaan itu tidak terlihat seperti Bangsa Elfian lainnya, dia seorang pria yang bertubuh tinggi melebihi ukuran normal para Elfian. Telinga runcingnya tampak lebih panjang, wajahnya berbentuk hati dan ujung hidungnya lancip. Namun begitu, seperti Bangsa Elfian lainnya, pria itu berwajah sangat rupawan. Rambut perak pria itu panjang dan dikepang rapi. Sebuah kacamata berbingkai perak bertengger di hidungnya membuat matanya yang semerah batu ruby terlihat bercahaya jika tersorot lampu.
Selain membantu mencarikan buku, pria bernama Eldrige itu juga tak segan memberi penjelasan tentang berbagai hal yang tidak dimengerti Sang Ratu.
"Eldrige, apakah menurutmu sihir itu benar-benar ada?" Tanya Ratu Gita dari tempat duduknya, kepalanya mendongak menatap Eldrige yang sedang berdiri di atas tangga yang menempel di rak buku. Pria itu sedang menata buku-buku di rak paling atas. Mendengar pertanyaan Sang Ratu, dia segera menghentikan kegiatannya.
"Ya, tentu saja." Jawabnya sambil tersenyum tipis.
"Apakah kau pernah melihatnya? Eh, maksudku apa kau pernah punya pengalaman tentang sihir sebelumnya?" Ratu bertanya lagi.
Eldrige melangkah turun, kemudian menggeser tangga ke pojok. Dengan kepala mengangguk pelan dia mendekat.
"Ya, saya pernah." Ucap Eldrige.
"Apa kau tidak takut?" Wanita berparas manis itu semakin penasaran.
"Tidak." Eldrige menjawab singkat.
"Bukankah praktek sihir dilarang di Kerajaan ini?" Wanita itu kembali bertanya.
"Ya, namun dengan beberapa pengecualian." Pria itu mengibaskan bajunya yang panjang lalu duduk di kursi di seberang Ratu.
"Ya, aku sudah membacanya." Ratu menggoyang-goyangkan buku ditangannya sambil tersenyum lebar.
Eldrige tersenyum melihat wanita yang beberapa hari ini terlihat murung itu kini tampak gembira.
"Apa yang Ratu cari sebenarnya?" Tanya Eldrige sambil melepas kacamatanya dan menaruhnya dimeja.
"Kalau ada, aku ingin mencari mantra yang bisa merubah hidupku menjadi lebih bahagia." Jawab Ratu sambil tersenyum menyedihkan.
Mata Eldrige menyorot prihatin, dia bisa merasakan aura kesedihan yang mendalam dari wanita yang sedang duduk di hadapannya.
"Tidak ada hal yang semacam itu di dunia ini. Kalaupun ada orang yang mengklaim bisa melakukannya dengan mantra sihir, saya khawatir itu hanyalah ilusi." Jawab Eldrige.
"Ha..ha.. Berarti aku betul-betul sudah tidak ada harapan ya?" Ratu tertawa getir.
"Tidak, harapan akan selalu ada Yang Mulia Ratu. Kita hanya perlu mempercayainya!" Ucap pria itu tulus.
Ratu Gita menatap mata merah yang indah di hadapannya itu dengan perasaan putus asa. Rasanya dia ingin mempercayai ucapan penjaga perpustakaan itu, namun batinnya menolak karena kenyataan hidup sering menghianatinya.
Tanpa sepengetahuan mereka, ada sepasang mata yang mengawasi dari balik rak buku. Dengan diam-diam, mata-mata itu mencuri dengar pembicaraan mereka dan mencari tahu buku-buku yang dibaca oleh Ratu. Kemudian tanpa suara dia pergi untuk melaporkan hasil pengamatannya.
*****
Di sebuah ruangan yang indah, seorang wanita cantik menyeringai senang mendapat laporan dari mata-mata utusannya. Sambil menyibakkan rambutnya yang keemasan dan bergelombang, ditatapnya pantulan wajahnya di cermin. Wajah cantik seorang Selir Utama dari Kerajaan Elfian.
"Perempuan bodoh itu rupanya masih mencari cara untuk mendekati kekasihku. Tidak tahu saja dia, kalau aku sudah mengikat hatinya." Dia terkekeh dengan mata berkilat.
"Aku akan membuatmu terlihat semakin buruk di mata Raja, aku akan membuat lelakiku itu membencimu!" Wanita itu berteriak sambil menggebrak meja riasnya.
Malam harinya Selir Mayang diam-diam menemui seseorang di gedung serbaguna yang sudah lama terbengkalai. Gedung itu terletak agak jauh, hampir sampai ke tembok belakang istana. Patroli penjaga keamanan istana yang berjalan melewati tempat itu tidak menyadari keberadaan mereka yang bersembunyi di dalam ruangan yang gelap.
Orang yang ditemuinya adalah seorang anggota Staf Kerajaan. Dia adalah seorang pria berambut merah tergerai sepinggang.Tampak pria itu memberikan sebuah bungkusan kepada Selir Mayang. Wanita itu tersenyum licik, kemudian memberikan instruksi kepada pria itu. Setelah membungkuk hormat, pria itu segera pergi dan menghilang di kegelapan.
*****
Besoknya, Ratu dikejutkan dengan kedatangan Selir Mayang yang tiba-tiba berkunjung ke kediamannya.
"Ada perlu apa kau kemari?" Tanya Ratu sedikit curiga.
"Aku hanya ingin mengunjungimu, bukankah selama ini kau merasa kesepian?" Selir Mayang tersenyum mengejek.
"Itu bukan urusanmu dan aku tidak butuh ditemani olehmu." Jawab Ratu Gita.
Selir Mayang berjalan masuk ke ruang tamu yang dikelilingi jendela-jendela besar dengan tirai putih tipis. Dengan angkuh Selir itu berkeliling mengamati ruangan sederhana namun bernuansa elegan itu, seperti sedang menilai.
"Ngomong-ngomong, apa kau tidak ingin menyuguhiku sesuatu? Aku haus." Ucap Selir Mayang sambil mendudukkan tubuhnya di kursi tamu yang empuk. Dagunya agak terangkat, jari-jarinya yang lentik berkuku panjang dan dicat merah itu mengetuk-ngetuk sandaran kursi di sebelahnya.
Ratu Gita memberi isyarat kepada pelayannya untuk menghidangkan minuman. Tak lama kemudian, seorang gadis pelayan yang memakai celemek putih berenda datang menghidangkan teh hijau dalam cangkir porselen putih bermotif bunga-bunga dan sepiring kue kering di atas meja.
"Silakan." Ratu mempersilakan madunya itu untuk menikmati hidangannya.
Dengan anggun Selir Mayang mengambil cangkir dan meminum tehnya.
"Kudengar kau suka berkebun?" Selir Mayang menaikkan satu alisnya.
"Ya, aku suka menanam bunga." Jawab Ratu.
"Oh ya? Apakah bunga-bunga cantik di jambangan itu, kau sendiri yang memetiknya?" Selir Mayang terlihat tertarik.
"Bukan, itu pelayanku yang melakukannya. Tapi jika kau mau, aku akan memetiknya untukmu." Ratu tersenyum tulus. Dalam hatinya mengira bahwa Selir Mayang ingin berbaikan dengannya.
"Ya, aku mau." Jawab Selir Mayang.
Dengan gembira Ratu Gita mengajak Selir Mayang ke kebun, di sana bunga-bunga sedang bermekaran dengan indah. Ratu kemudian menghampiri rimbunan bunga mawar. Jari-jarinya dengan cekatan memotong tangkai-tangkai mawar merah dan membuang durinya dengan gunting. Lalu dengan hati-hati menaruhnya dalam dekapannya. Setelah dirasa cukup, Ratu meminta pelayannya untuk membungkus bunga itu dengan wrapping paper berwarna putih dan mengikatnya dengan pita emas.
Ratu menyerahkan buket bunga itu kepada Selir Mayang. Selir menerimanya dengan wajah gembira. Diciuminya bunga-bunga itu. Namun tiba-tiba Selir terpekik, jarinya berdarah.
"Apa kau sengaja melakukannya?" Selir berteriak histeris.
"Apa maksudmu?" Tanya Ratu Gita heran.
"Lihat! Jariku tertusuk duri. Pasti kau sengaja melakukannya!" Teriak Selir Mayang.
"Tapi tadi aku sudah menghilangkan durinya." Jawab Ratu membela diri.
Ratu segera mendekati Selir Mayang dan dengan panik menyeka darah di jari wanita itu dengan sapu tangannya yang berwarna putih dan bersulam bunga mawar.
"Dasar kau wanita jahat! Kau pasti sangat membenciku!" Selir berteriak marah dan mendorong Ratu hingga terhuyung. Kemudian dia melempar buket bunganya ke tanah, lalu menginjak-injaknya.
Para pelayan Ratu melihat kelakuan Selir kesayangan Raja itu dengan heran karena wanita itu berani berteriak dan bersikap kasar kepada Sang Ratu. Pengawal pribadi Ratu sudah bersiap-siap menghalau Selir Mayang jika wanita itu menyerang Ratu lagi, namun tiba-tiba Selir cantik itu ambruk dan tubuhnya yang lemas segera ditangkap oleh dua orang pengawal pribadinya yang dari tadi hanya diam mengikutinya.
Ratu Gita kaget melihat Selir itu pingsan. Para pengawal Selir Mayang membawa majikannya itu kembali ke Wisma Selir Utama.
*****
Sementara itu Raja Satria yang sedang mengadakan pertemuan dengan beberapa Staf dan Dewan Kerajaan di ruang kerjanya, tiba-tiba diganggu oleh sebuah interupsi.
"Ada apa?" Raja bertanya dengan nada kesal kepada seorang pelayan wanita yang diketahuinya bekerja melayani Selir Utama.
Wajah wanita itu terlihat cemas dan ketakutan, dia segera mendekat dan mengatakan sesuatu kepada Raja. Mendengar ucapan pelayan itu, Sang Raja segera menghentikan rapatnya. Dengan langkah tergesa pria tampan itu menuju Wisma Selir Utama. Rambut peraknya yang dikepang kecil sebagian, berkibar-kibar tertiup angin seiring langkahnya.
"Apa yang terjadi?" Tanya Raja cemas ketika melihat Selir Mayang terbaring dengan wajah ditutupi kain sutra merah. Dengan tidak sabar tangan pria itu menarik kain penutup itu tanpa menghiraukan larangan pelayan pribadi Selir Mayang.
Mata ungu Sang Raja terbelalak melihat wajah kekasihnya bengkak disertai bintik-bintik merah. Diperiksanya tubuh wanita cantik yang terbaring lemah itu dan melihat bintik-bintik serupa juga menyebar di sekujur tubuhnya.
"Kenapa bisa seperti ini?" Raja bertanya geram.
"Maaf Yang Mulia Raja, tadi Selir Utama tiba-tiba pingsan dan menjadi seperti ini ketika berkunjung ke Wisma Ratu." Jawab seorang pelayan.
"Apa kalian sudah memanggil tabib istana?" Raja kembali bertanya, wajahnya tampak cemas.
"Tabib sudah memeriksa tetapi belum menemukan penyebabnya." Pelayan itu berbicara takut-takut.
Raja mengelus rambut selirnya dengan perasaan cemas. Kemudian wanita itu perlahan membuka matanya.
"Yang Mulia, wanita itu sudah mencelakaiku!" Ucap Selir Mayang dengan suara lirih.
"Siapa yang berani mencelakaimu?" Tanya Raja penuh emosi.
"Ratu Gita." Sahut Selir Mayang.
"Apa?" Raja terperanjat mendengar penuturan kekasihnya.
Selir menceritakan kepada Raja bahwa dia mengunjungi Ratu dengan maksud untuk berbaikan dan berteman dengannya. Namun di sana Ratu malah menyindirnya dan mendorong nya hingga jatuh. Bahkan Ratu tega melukai jarinya dengan duri mawar yang dipajang di ruang tamunya. Selir menunjukkan luka dijarinya tadi.
"Kurasa wanita itu sudah tidak waras!" Seru Raja marah.
Tidak menunggu lama, Raja langsung mendatangi Ratu di kediamannya. Ketika itu dilihatnya Sang Ratu sedang duduk memandangi kebun bunga.
"Ratu Gita, apa yang sudah kau lakukan pada Selir Utama?" Tanya Raja dengan suara keras.
"Apa yang kulakukan padanya? Tidak ada." Jawab Ratu datar.
"Selir Utama kesakitan, sekujur tubuhnya bengkak dan merah-merah. Apa kau tak merasa bersalah?" Raja mulai tidak sabar menghadapi istrinya.
"Kenapa aku harus merasa bersalah?" Tanya Ratu.
"Pasti tadi kau menganiaya Selir Utama! Atau jangan-jangan kau sudah meracuninya?" Tuduh Raja.
"Buat apa aku melakukan itu?" Ratu mulai terbawa emosi.
"Kau pasti cemburu karena aku lebih menyayanginya." Raja berbicara dengan merendahkan suaranya di dekat telinga Ratu.
Hati Ratu Gita bergetar mendengar tuduhan Raja. Ucapan Raja barusan juga merupakan pengakuan bahwa selama ini yang ada di dalam hatinya hanyalah Selir Mayang. Matanya seketika berembun namun dipaksanya untuk tetap tegar. Ditatapnya mata ungu suaminya yang penuh amarah itu.
"Kalau benar aku yang bersalah maka buktikanlah! Jatuhkanlah hukuman kepadaku sesuai kehendak hatimu!" Ucap Ratu dengan berani.
"Baik, kalau itu keinginanmu."
Raja kemudian memerintahkan para pengawalnya untuk memeriksa Wisma Ratu dengan seksama, jangan sampai ada satupun hal mencurigakan yang terlewat.
Setelah beberapa waktu para pengawal sibuk mencari, akhirnya salah satu dari mereka melaporkan penemuan sesuatu hal yang aneh berada di bawah ranjang Sang Ratu.
Raja pergi untuk memeriksanya diikuti oleh Ratu. Di sana, di bawah ranjang Sang Ratu terdapat gambar Bintang di dalam lingkaran. Simbol bintang itu biasa disebut Pentagram. Biasanya Pentagram digunakan untuk ritual sihir. Di tengah gambar bintang itu tergeletak sapu tangan putih dengan noda darah.
"Apa itu?" Raja memalingkan wajahnya ke arah Ratu yang ekspresinya terlihat kebingungan.
"Aku tidak tahu."
"Jangan mengelak lagi, kau terbukti mempraktekkan sihir untuk mencelakai Selir Utama!"
"Aku bersumpah tidak melakukannya!" Ratu berusaha membela diri.
"Ini sapu tanganmu?"
"Ya"
"Ini darah Selir Mayang?"
"Ya"
"Berarti jelas kau pelakunya! Sungguh perbuatan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang Ratu!"
Raja terlihat marah sekaligus kecewa pada istrinya itu. Terlebih wanita itu tetap teguh untuk tidak mengakui kesalahannya.
"Yang Mulia Raja, kami menemukan ini!" Seorang pengawal yang mencari di kebun datang membawa sebuah buku.
"Kitab Pikatriz!" Raja berseru kaget karena buku yang ada di hadapannya ini adalah buku terlarang karena berisi mantra-mantra sihir jahat.
"Dimana buku ini ditemukan?" Tanya Raja.
"Kami menemukannya di bawah rumpun mawar." Jawab pengawal itu.
"Kau menyembunyikan Buku Iblis ini agar tidak ketahuan 'kan?" Raja mengacungkan buku itu ke depan wajah istrinya.
"Itu bukan milikku!" Ratu menjawab dengan tegas sambil menatap mata suaminya.
"Kau masih belum sadar rupanya. Apakah kau tahu hukuman apa yang diberikan pada orang yang ketahuan menyimpan buku ini? Hah, apa kau tahu?" Raja berkata sambil menunjuk-nunjuk di depan wajah Ratu.
"Hukuman mati!"
Perkataan Raja sontak membuat hati Ratu bergetar. Tubuhnya menggigil tanpa bisa dikendalikan. Bibirnya kelu tanpa mampu mengucap sepatah kata.
Raja memandang wajah istrinya yang seketika pucat dan melihat tubuhnya menggigil. Sejenak Raja bagaikan melihat binatang buruan yang terluka dan terjebak dalam perangkap pemburu. Antara perasaan marah dan iba berkecamuk di dadanya. Tiba-tiba dia merasa menyesal telah melontarkan kata-kata yang kejam pada wanita itu. Dan entah mengapa saat ini Raja justru ingin sekali memeluk dan menenangkannya.
"Bagaimanapun juga aku harus tetap memberimu hukuman!" Raja memalingkan wajahnya sambil menelan ludah.
Ratu terdiam pasrah, air mata menetes membasahi pipinya tanpa bisa dicegah. Percuma saja dia mencoba membela diri, Raja yang sudah dibutakan cinta itu pasti tidak akan mempercayainya. Tidak akan ada keadilan yang bisa diperolehnya. Tidak akan ada keadilan bagi orang yang terbuang seperti dirinya. Ini memang sudah takdir hidupnya.
"Ibu.. jika memang aku ditakdirkan mati di tangan suamiku, biarlah aku menyusulmu ke akhirat dengan tenang." Batin Ratu Gita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 194 Episodes
Comments
خويرون
duh sedih bnget bacanya kasihan ratu hidupnya gk pernah bahgia udah di buang sama keluarga bahkan tidak di cintai suami nya pula dan jga di fitna sama selirnya sunggu malang nian nasibmu ratu😭🤧
2023-01-14
1
Ririn Satkwantono
iiiih. pingin tk bejek2 tuh satria😤😤😤
2022-01-22
1