Kebencian

Sebuah gelas melayang di kepala pria berjas hitam yang sedari tadi berlutut didepan majikannya.

"Apakah kau sudah bosan untuk hidup?, kau membiarkan anakku sekarat seperti ini dan kalian tidak tau siapa yang melakukannya?" kata pria paru baya itu sambil menunjuk anaknya yang terbaring sekarat dengan wajah dan mulut bersimbah darah.

Terlihat di sampingnya wanita yang terlihat glamor menangis melihat kondisi putra sulungnya, tidak sanggup melihat bentuk putranya yang biasanya sangat menawan dia agungkan kini terbujur lemah tak berdaya di depannya.

"Roy apa yang terjadi denganmu nak?" sambil menyeka darah yang berada di sekitar wajah putranya.

Pihak rumah sakit menelfon mereka dan menkonfirmasi mengenai anaknya yang baru saja masuk menjalani pemeriksaan dari mereka.

"Kalian harus menemukan pelaku yang telah membuat putraku seperti ini, jika dalam 3 hari kalian tidak menemukannya, kalian akan tahu akibatnya." ancam majikannya.

Mendengar perintah tuannya mereka mengangguk meng-iakan. Darah mengucur dari kening pria yang dilempari gelas tadi. Matanya menatap tajam sekelilingnya sambil mengamati kondisi para bawahannya.

Beberapa anggota yang ikut bertanggung jawab atas kejadian itu juga mendapat hukuman yang sama dengan ketuanya, bahkan lebih parah lagi. Terlihat beberapa anggota tumbang oleh pukulan amarah dari tuan yang mereka layani.

Keluarga Herven terkenal dengan kesombongan dan dendam yang sangat tinggi, tidak sedikit orang yang berkonflik dengan keluarga mereka mendapatkan masalah dan bahkan ada juga yang hilang tanpa jejak.

Pria yang memimpin di keluarga Herven adalah ayah Roy, moto hidupnya 'Darah balas darah, mata balas mata, gigi balas gigi' ia tidak akan melepaskan orang yang mengganggu keluarganya.

" Pergi kalian, cari siapa pelaku di balik semua ini "

...****************...

Kediaman Alexi

Berkas dihadapannya sangat menumpuk sehingga kepalanya berdenyut melihat tumpukan kertas yang tebal itu.

"Hei Alexi, apakah kau harus menyibukkan ku dengan pekerjaan melelahkan ini?." ucap Elio sambil merebahkan kepalanya di atas meja.

"Secepatnya kita harus menyelesaikan dokumen kerjasama ini El, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam membangun perhotelan di kawasan elit ini".

"Oh, bukannya sekretaris wen sudah menyelesaikan negosiasi harga tanah yang sudah mereka tetapkan.?"

"Mmm...sepertinya" jawab Alexi singkat.

"Jadi apakah ada masalah lain yang harus kita hadapi?."

"Mmmm, sepertinya kita akan mendapat sedikit masalah, mengenai lokasi tanah tambahan yang sedang kita usahakan". Ucapnya lagi sambil membaca dokumen terkait.

Elio menghampiri Alexi yang melihat berkas, menyibukkan dirinya membantu membaca berkas sialan didepan mereka. Tangannya meraih berkas berwarna merah tepat di sampingnya, matanya dengan teliti memperhatikan setiap kata yang terdapat pada berkas tersebut, ada nama yang tidak asing terlihat disana, ia berhenti membalikkan halaman, melirik diam pada Alexi dan menyodorkan selembar kertas di tangannya.

" Hei sepertinya ini bukanlah masalah yang sedikit saja Lex"

Alexi meraih kertas tersebut dan membacanya, matanya tertuju pada nama yang tertera disana, ia menyandarkan tubuhnya pasrah di kursi sandaran, disana tertulis. Pemilik tanah Herven Arthur

Kejadian tempo hari kembali teringat, Royande Arthur Herven.

Keluarga ini sangat susah dihadapi, apa pembangunan kali ini dibatalkan saja?

Meskipun dibatalkan, ia tidak akan rugi dengannya.

Gedung hotel yang berdiri atas namanya sudah sangat cukup untuk kesuksesannya saat ini. Tanpa bantuan keluarganya pun Alexi sudah memiliki banyak harta.

Sempat terlintas dibenaknya rencana itu, tidak ingin rasanya ia berurusan dengan mereka, apalagi jika permasalahan ini akan melibatkan keluarganya. Semua ini harus dihindari.

Meskipun jika disandingkan, keluarga Alexi pun tidak kalah besar dari Herven. Namun ia sangat tidak menginginkannya.

Menghindari masalah lebih baik dari pada menimbulkannya. Jika konflik ini terjadi maka bukan hanya pekerjaannya yang terganggu, namun keluarga yang terlibat juga pastinya akan membuatnya semakin sulit untuk bebas.

Ayahnya akan menyuruh beberapa orang untuk mengawasi keselamatan Alexi dan ia sangatlah tidak ingin jika itu terjadi.

' Itu pasti akan bertambah besar ', pikirnya

Hahhhh....

Alexi memejamkan mata dan memijit pelan kepalanya. Ia melirik Elio memastikan sesuatu.

" Hei, kau tidak membunuhnya kan?"

" Hahh... jika ku mau aku pasti akan melakukannya, tapi aku tahu latar belakangnya, kita pasti akan kesusahan nantinya jika ketahuan". sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal

" Yah, dan seberapa parah? "

"Mmm, sepertinya tangan kananya patah dan wajahnya agak sedikit memar" ucapnya

" Sedikit? " tanya Alexi ragu

Elio yang melihat Alexi meragukannya dan akhirnya menjawab dengan jujur.

"Yah, sedikit tidak dapat dikenali", Alexi kembali memijit kepalnya yang sedang sakit.

" Kita harus sangat hati-hati, jangan sampai ketahuan El, dan kau harus menjaganya dengan baik-baik, kau tahu tidak sedikit mata yang melihat kejadian malam itu."

Mendengar peringatan Alexi wajah Elio menegang, kemarahan terlihat lagi dimatanya, wajahnya memerah menahan amarah. Pria itu tidak ingin terbayang akan apa yang akan terjadi pada Azkia jika ia terseret dalam masalah ini lebih lanjut.

Tapi jika di sangkut pautkan, sepertinya dia tidak akan dapat lolos dari ini semua. Awal mula terjadi hal ini sangat bersangkutan dengan dirinya.

Alexi menyadari perubahan pada wajah Elio yang memerah. 'ia menahan emosi', pikirnya

Entah apa yang ada d pikirannya saat ini, namun ia menyadari bahwa perempuan yang dilindunginya ini adalah seseorang yang sangat berharga.

...****************...

Desa zkenti

Wanita yang tidak terbilang muda itu sedang duduk berhadapan dengan 2 teman prianya, mereka sedang menikmati secangkir cofe dengan di temani roti hangat berlapis keju seperti biasanya.

Beberapa jam yang lalu ia menerima kabar bahwa Azkia sedang bersama Elio pergi ke kota Zefro, mereka akan menghabiskan seminggu penuh disana, ini adalah perjalan terlama Azkia keluar dari desa Zkenti, wanita itu tidak berhenti menghawatirkan mereka berdua.

" Apakah anak-anak itu baik-baik saja Zen?," pertanyaan itu tiba-tiba terlontar dari bibirnya.

" Entah kegundahan apa yang sekarang kurasakan ini ", lanjutnya.

" Mereka pasti akan baik-baik saja, kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkan mereka berdua, lagi pula Elio sangat royal padanya, ia pasti akan menjaga Azkia dan memenuhi kebutuhannya dengan baik." jawab pria paruh baya itu dengan nada positifnya.

" Yah kuharap seperti itu ". ungkapnya tulus, pandangannya menatap lurus, entah kekhwatiran apa yang sedang dialaminya saat ini.

Sekelebat kenangan tiba-tiba terlintas dibenak wanita itu.

18 tahun yang lalu.

Malam itu petir menyambar bersahutan, ia yang sedang dalam perjalan pulang menuju Zkenti sedikit melambat karna cuaca dan hujan yang cukup lebat. Mobil dikemudikannya dengan kecepatan ringan dan hati-hati.

Ia ingin segera cepat sampai kerumah namun cuaca malam ini sangat buruk, bisa-bisa ada pohon yang tumbang karna petir yang menyambar dari segala penjuru arah, sangat menakutkan.

Embun dimalam hari ditengah hujan sangatlah menganggu, ia kembali lebih memerhatikan sekitarnya sambil memelankan mobil untuk keselamatannya.

Dari kejauhan terlihat ada bayangan yang berjalan di antara pohon yang sangat rapat di samping jalan. Lampu mobilnya sempat mengenai sosok itu, ia menghentikan mobil, mengelap kaca yang sedikit berembun untuk lebih memperjelas penglihatannya, belum cukup jelas ia pun menyipitkan matanya ingin memastikan sesuatu.

Sesosok manusia berbadan pendek terlihat disana. Ah, itu seorang bocah laki-laki, anak itu sedang menggendong anak kecil lain di punggungnya, ia berjalan sempoyongan dengan kakinya yang kecil.

Langkahnya tertatih berusaha semampu mungkin untuk berjalan dengan cepat. Melihat hal itu Ms. Bel turun dari mobilnya, ia berlari menghampiri mereka, namun anak lelaki itu mempercepat langkahnya, ia menyadari bahwa seseorang sedang mengikutinya, langkah kakinya semakin dipercepatnya setengah berlari.

Sayangnya anak lelaki itu sangatlah lelah, sehingga Ms. Bel dapat mengejarnya, ia meraih pundaknya dan mencoba menghentikannya.

Anak itu terkejut, sebuah belati di arahkannya langsung ke arah Ms.Bel.

" Jangan mendekat " ucap anak itu dengan sorot mata kewaspadaan.

Ms. Bel yang melihat hal itu terkejut, mencoba menenangkannya sembari menyamakan tinggi mereka. Ia perlahan berjongkok sembari mengulurkan tangan untuk menjalin kepercayaan.

" Hei tenanglah, aku tidak akan menyakitimu "

Tidak ada jawaban darinya, tangannya tidak gentar mengarahkan belati padanya, jika Ms. Bel mendekat dengan sembarang, maka anak itu pasti akan lebih ketakutan dan dirinya pun akan terluka.

Tatapan waspada anak itu masi terlihat, ada kebencian terlihat disana, ia membangun tembok yang sulit untuk di runtuh kan dengan pertemuan pertama mereka.

Raut wajah lelah terlihat jelas di wajah mungilnya, nafasnya terdengar tidak beraturan, ini akibat dinginnya malam dan hujan yang mengguyur tubuhnya, matanya terlihat memerah, entah apakah itu air mata yang menetes atau air hujan yang membasahi.

Apa yang dialami anak ini hingga pandangan itu terdapat padanya? matanya sinisnya menatap tajam ke arah wanita yang berusia 20an kala itu, terlihat jelas kekecewaan serta kesedihan di sana, Ia tidak bergeming, tangannya dengan erat mendekap anak kecil dalam dekapannya.

Petir dan guntur bergemuruh, kali ini suara gemuruhnya seakan dapat membuat langit runtuh, ia terkejut, suara tangisan terdengar dari anak kecil dalam dekapannya yang selalu dilindunginya.

wuaa...aaaaa,..aaaa

Belati di genggamnya sedari tadi dijatuhkannya di sampingnya. Ia mencoba menenangkan tangisan anak kecil yang sedari tadi dipelukannya. Suaranya tangisan yang lirih.

" Zenith.... stt... semua akan baik-baik saja, ayah dan ibu akan mencari kita, jadi kumohon, kumohon berhentilah menangis" ucap anak itu sambil menahan bibirnya yang gemetar. Namun suara tangisan adik kecil itu tidak kunjung berhenti.

" Mama, papa, kaka aku mau pulang" terdengar anak kecil itu menangis memanggil orangtuanya meminta pulang.

Mendengar permohonan dari adik kecilnya membuat kesedihan anak lelaki itu tidak terbendung lagi, akhirnya ia menangis tak tertahan. Ia menggigit bibirnya mencoba menahannya namun tidak berhasil.

"Aa...akh...a...aa....aa Zenith " suara tangis tertahan itu terdengar di sela deras hujan.

Ms. Bel terkejut melihatnya menangis, tembok yang dibangunnya runtuh seketika, anak yang begitu keras itu akhirnya terkalahkan oleh suatu rasa.

Melihatnya seperti itu membuat Ms. Bel terenyuh, Jika ia membiarkannya menangis, tubuhnya pasti akan hancur akibat dingin dan kejamnya malam.

"Aku mohon biarkan kami hidup, bukan, biarkan adikku hidup, kau bebas melakukan apapun terhadapku, tapi jangan melukai nya". ucapnya merengkuh anak dalam dekapannya.

Ms. Bel mendekat, ia sedih melihat perjuangan anak lelaki sekecil ini, 'apa yang dihadapinya sehingga mereka sangat terluka? ' pikirnya.

Ia mengulurkan tangan, mendekap tubuh kecil yang terlihat lemah itu. anak lelaki tersentak kaget.

"Ssttt...." ucapnya menenangkan sambil mengelus belakang kepala anak itu.

" Aku tak akan menyakitimu, jadi cukup dan berhentilah, bersandar lah sedikit padaku, aku akan melindungimu jadi kau tak perlu takut akan hal apa pun itu."

Mendengar perkataan Ms. Bel memberikannya rasa lega dan akhirnya tubuh kecil itu terkulai lemah, Ia pingsan.

...****************...

" Hei, apa yang kau lamun kan hingga tatapan mu se menjijikkan itu Ms. Bel?" ucap Jen yang sedari tadi memerhatikan tetangganya itu. pria itu cukup jail untuk umurnya yang tidak muda lagi.

Merasa terganggu Ms. Bel melayangkan pukulan mautnya ke pundak Jen dan mengejarnya pelan.

" apa yang kau katakan?, Menjijikkan? Hah... kau mengganggu lamunan indah ku Jen!, pergi kau"

Terlihat Jen bersembunyi di belakang Zen dan akhirnya berlari menjauh sambil melambai ke Ms. Bel.

Ia berhenti sejenak.

" Jangan terlalu khawatir Ms. Bel, azkia pasti akan kembali, kau hanya perlu mempercayai hal itu wanita, ah..baiklah aku akan pergi dulu, besok aku akan kembali lagi", sambil melambai.

" Huh.. jangan berani kembali ". ucapnya berteriak

Ms. Bel melihat punggung itu menghilang, lalu menatap awan yang agak mendung, sebentar lagi hujan akan segera turun.

" Ms. Bel, roti hari ini sangat nikmat, aku sangat menikmatinya, dan aku undur diri dulu" ucap Zen yang sedari tadi duduk menonton perkelahian antar mereka sambil menikmati cofenya yang sudah hampir habis.

" Baiklah, ku harap harimu menyenangkan Zen "

Zen dan Jen meninggalkan wanita tua itu sendiri di tengah lamunannya, ia menikmati kesendiriannya sambil menatap jauh. Senyum anak lelaki itu terlintas di pikirannya.

" Bagaimana kabar anak itu? Apakah dia baik-baik saja? kuharap kita segera bertemu lagi Rogan".

...****************...

Terpopuler

Comments

Adil Dila

Adil Dila

Penasaran thor

2022-08-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!