Bab - 5

Di sinilah Melia, kembali bekerja demi mendapatkan rupiah. Beruntung, tak ada yang menanyakan perihal kejadian CEO yang kabur bersamanya. Melia cemas, meski sedang bekerja pikirannya ada di Rumah Sakit. Melia sangat khawatir jika istri sah sang ayah menyakiti ibunya.

"Seharusnya dia sudah pulang kan? Oh ayolah, ibu pasti baik-baik saja." gumam Melia mencoba menenangkan diri.

Andre, pemilik bar menatapnya dengan tatapan sulit yang di artikan lalu menghampiri Melia.

"Jika sakit, istirahatlah. Belakangan wajahmu terlihat pucat." Melia sangat beruntung bisa bekerja dengan Andre, selain baik dia teman Melia sewaktu SMA.

"Aku harus tetap bekerja, agar punya uang untuk pengobatan ibuku." Melia menghela napas kasar, menatap sekeliling saat beberapa orang memperhatikan interaksi dirinya dengan Andre.

**

Pulang kerja, ia langsung ke rumah sakit. Beruntung ia memiliki kartu akses sehingga bisa datang saat malam sekalipun. Selain itu, Andre memberi izin untuknya agar pulang lebih awal tanpa pengurangan gaji. Sungguh kadang Melia merasa sangat beruntung akan kehadiran orang-orang baik sekitarnya sampai membuat ia tak mengerti kenapa sang ayah justru tega menghadirkan kehidupan yang penuh penghinaan untuk ia dan Sintia.

"Bu, aku pulang sebentar ya?" Setelah menyuapi Sintia, Melia ingin pulang sebentar untuk membersihkan diri dan mengganti pakaiannya. Beruntung ia sempat mengganti pakaian kerjanya sewaktu di bar.

"Iya, hati-hati, Mel." ucap Sintia yang membiarkan anaknya untuk pulang. Lagi pula karena dirinya lah, Melia jadi kurang istirahat.

Melia memutuskan pulang sebentar. Hanya satu jam, ia gunakan untuk membersihkan diri lalu mengganti pakaiannya. Melia kembali memacu motornya ke rumah sakit.

Pesan singkat masuk di ponsel Melia, rupanya Kevin menawarkan jika ingin bertanggung jawab dengan menikahinya. Melia tak membalas pesan itu, untuk saat ini ia hanya ingin segera kembali ke kamar rawat ibunya.

Saat melewati koridor, ia bertemu lagi dengan kepala rumah sakit. Siapa lagi kalau bukan istri ayahnya.

"Aduh, capek sekali jadi orang miskin mesti pontang panting cari uang, tapi berlagak sok mampu." Sindir Lyn dengan nada meremehkan.

Melia mendekat, tangannya sudah terkepal erat.

"Nyonya tua, ingat satu hal. Dimasa yang akan datang aku tidak akan pernah melepaskanmu!" ucap Melia, Lyn menatap sinis.

"Apa maksudmu, gadis kecil? Apa kamu berniat melawanku?" sahutnya sembari tertawa.

"Aku akan melipat gandakan penghinaanmu terhadapku dan ibuku, aku akan membuat kamu merasakan apa itu penderitaan!" ucap Melia dengan sorot mata tajam.

"Sial*n apa kamu pikir kamu pantas melawanku?" kecam Lyn.

"Lakukan semua yang ingin kau lakukan, keluarkan semua trikmu, aku tidak takut!" ucap Melia melangkah pergi meninggalkan Lyn yang tersulut emosi.

Lyn Bramantyo, kini tengah duduk di dalam ruangan sambil tersenyum licik.

"Kalian sendiri yang menarikku agar melakukannya, orang miskin seperti kalian memang pantas menderita, dan yang akan aku lakukan kali ini baru saja permulaan. Kita lihat, sampai mana kau bisa bersikap sok dan angkuh di depanku." Lyn menyandarkan punggungnya santai, melipat tangan di dada.

Setelah jam kemudian, ia memerintahkan orang untuk mengusir Sintia dan Melia dari rumah sakit.

"Setengah jam waktu yang cukup untukku memberimu kesempatan untuk bernapas bukan haha." Lyn tertawa sendiri membayangkan betapa menyedihkannya dua orang itu.

Seorang perawat memanggil Melia agar keluar ruangan sebentar, melihat kodisi pasien yang seperti itu, perawat berinisiatif untuk menyampaikannya di luar. Melia menurut, ia mngikuti langkah perawat itu hingga depan pintu.

"Maaf, Nona. Kepala rumah sakit meminta kami untuk mencabut semua fasilitas ibu anda dan meminta ibu anda untuk pergi dari rumah sakit ini, atas permintaan kepala rumah sakit." Dengan wajah menunduk seorang perawat laki-laki menyampaikan perintah nyonya Lyn Bramantyo selaku kepala rumah sakit kepada Melia.

Seketika tubuh Melia merosot ke lantai,

"Tunggu, ada apa ini?" tanya Dokter Revan yang melintas dan melihat Melia dengan air mata menetes.

"Maaf, Dok! Saya hanya menjalankan perintah dari Nyonya Lyn, menyampaikan ke mereka kalau mereka harus pergi dari sini," ucap perawat itu, sejujurnya dalam hati juga merasa kasian melihat kondisi pasien.

"Mel, kamu yang tenang. Saya akan melakukan cara supaya pihak rumah sakit membatalkannya, saya yang akan menjaminnya."

Setelah dokter Revan pergi, Melia menghubungi nomor Kevin, hanya laki-laki itu satu-satunya orang yang bisa menolongnya.

"Halo, ada apa?" suara tegas nan dingin disana, dengan bergetar dan suara serak Melia menjawab.

"Iya hallo, apa tawaranmu masih berlaku?" tanya Melia.

"Apa kamu habis menangis?" tanya Kevin yang mendengar suara Melia serak dan berat seperti sedang menahan isak.

"Aku hanya butuh jawabanmu," ucap Melia lewat sambungan telepon.

"Jika iya, apa kamu marah kalau ibu mertuamu diusir dari rumah sakit?" tanya Melia, ia ingin tahu jawaban Kevin.

Karena belum pernah bertemu sebelumnya, Kevin tak mengerti apakah jawaban ini akan melukai perasaan Melia.

"Tidak," jawab Kevin setelah lama berfikir.

"Apa yang akan kamu lakukan jika istrimu marah?" tanya Melia lagi.

Kevin tercengang dengan pertanyaan Melia, "Apa yang kamu inginkan?" tanya Kevin.

"Aku ingin membunuh kepala rumah sakit." Melia mengepalkan tangannya, ia sangat marah akan tindakan Lyn yang menurutnya memanfaatkan kekuasaan untuk masalah pribadi.

Kevin terdiam, dalam hati berfikir jika Melia adalah sosok yang sangat kejam tapi imut. Bagaimana bisa ia berfikir untuk membunuh kepala rumah sakit?

Kevin tersenyum sendiri, ia merasa gemas dengan keinginan Melia.

"Cara itu tidak realistis, Mel. Cobalah ganti dengan permintaan yang lain," ujar Kevin, berusaha bersikap tenang menghadapi Melia. Meski sebenarnya dalam hati Kevin juga penasaran dengan apa yang menimpa gadis itu.

"Aku ingin, agar kepala rumah sakit diganti. Karena menurutku kepala rumah sakit yang satu ini sama sekali tidak punya hati nurani dan tidak pantas berada di posisinya." Melia meluapkan kekesalannya dengan Lyn kepada Kevin, Melia berharap Kevin bisa membantunya.

Satu detik...

Dua detik...

Lima detik tak ada jawaban.

"Kirimkan alamat rumah sakitnya," jawab Kevin akhirnya, Melia bernapas lega. Dalam hati berharap, semoga Kevin benar-benar bisa membantunya saat ini.

Di kantor, Kevin yang tengah duduk di kursi kebesarannya tampak berfikir. Menyambungkan kata demi kata yang diucapkan oleh Melia dan menyimpulkan masalah yang menimpa gadis itu.

"Apa yang sedang kau pikirkan, Kev?" suara bariton Alan saat memasuki ruangan Kevin dan melihat sahabatnya itu sedang berfikir.

"Bukan apa-apa, hanya saja gadis itu tiba-tiba merubah keputusannya, dia memintaku untuk menikahinya."

"Apa aku perlu turun tangan menyelidikinya?" tanya Alan, Kevin menggeleng.

"Tidak perlu, biarkan saja."

Bersama dengan itu, ponsel Kevin menyala. Kevin yang meletakkan ponselnya di atas meja kerja pun sontak melihat, siapa yang mengirimnya pesan.

Rupanya pesan dari Melia yang mengirimkan alamat rumah sakit dimana dia dan ibunya berada.

"Ini kan..."

***

Terpopuler

Comments

Indah MB

Indah MB

semoga kevin bisa membantu

Menikah dengan Mr. Arogan Mampir

2023-06-01

0

Saraheyo

Saraheyo

dah Dig dug rasa jantungku thor,,mndengar ini kan,,??????,,

2022-12-22

1

Coco

Coco

waduh berat nih

2022-07-16

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!