Bab 3

Brakkkkk!!!

Melia mendorong pintu sekuat tenaga, dengan napas memburu ia melangkah masuk ke dalam ruangan sang ibu.

Kehadirannya membuat Sintia terperanjat. Namun, tidak dengan Lyn yang memancarkan aura api permusuhan.

Plakkk, dengan gerakan cepat Melia menampar balik Lyn, hingga berhasil membuat wanita itu kesal.

"Beraninya kau..."

"Pergi dari sini atau aku akan panggil satpam," Usir Melia, emosinya meluap saat wanita paruh baya bergaya modis di hadapannya ini telah menampar ibunya.

"Ibu dan anak memang sama, sama-sama jal..." terhenti saat Melia mendorong paksa tubuh wanita itu keluar ruangan.

"Pergi dari sini, dasar wanita tua," ucap Melia kesal. Lyn memutuskan pergi dengan langkah kesal, pipinya masih panas akibat tamparan dari Melia.

"Anak tidak tau diri, berani sekali menampar pipi mulusku," geram Lyn yang terus berjalan menuju ke arah ruangan kepala rumah sakit.

Bram tidak tau, jika di rumah sakit, Sintia terbaring lemah.

Bulir bening jatuh di pipi Sintia.

"Bu," panggil Melia, memastikan bahwa istri sah ayahnya tidak menyakiti atau macam-macam dengan ibunya.

Melia mengusap pelan pipi Sintia, menghapus air mata itu.

"Ibu jangan sedih, Melia akan selalu melindungi Ibu." Melia menggenggam erat tangan Sintia.

Sintia hanya mengangguk, Melia lantas memanggil beberapa perawat untuk mengecek keadaan Ibunya, ia khawatir wanita tua itu berusaha mencelakai Sintia.

"Tolong pindahkan Ibuku ke kamar rawat kelas atas," pinta Melia kepada para perawat.

Mereka pun kebingungan dengan permintaan Melia, bukankah ia belum mampu membayar biayanya?

"Kenapa, pindah sekarang aku akan membayar biayanya nanti setelah menemui Dokter Revan."

"Tapi, Nona prosedurnya." Salah seorang perawat menyela.

"Aku akan membayarnya," tegas Melia.

"Baik, Nona!"

"Mel, tapi bagaimana mungkin?" lirih Sintia.

Melia mengulas senyum, "Ibu tenang aja, ada Melia."

Dalam hati, Melia bertekad akan menagih satu milyar itu dari Kevin, Melia ingin agar ayah dan istri sahnya itu tak lagi meremehkan ia dan Ibunya.

***

Kehidupan memang kejam bukan, selain dari pada harus melindungi diri sendiri, aku juga harus melindungi Ibuku, hanya saja aku tak pernah menyangka jika takdir hidupku seperti ini, andai aku diberi kesempatan memilih ayah. Mungkin, aku tak akan memilih laki-laki brengs*k yang telah menipu Ibuku, hingga menghadirkan penderitaan hingga saat ini.

Lamunannya buyar, saat perawat melaporkan bahwa Dokter Revan menyetujui permintaannya agar memindahkan ruang perawatan sang Ibu ke kelas atas.

"Nona, lebih baik anda menemui Dokter Revan!" ucap salah seorang perawat, Melia seketika menepuk jidat.

"Oh maaf, aku lupa jika Dokter Revan memintaku datang ke ruangannya, titip ibuku ya, Sus!" pamit Melia sebelum melangkah pergi.

"Bu, aku tinggal sebentar gak apa-apa 'kan?" tanya Melia, Sintia pun mengangguk.

Melia melangkah keluar, kaki jenjangnya menyusuri koridor demi koridor Rumah sakit, mencari dimana ruangan dokter Revan berada.

"Ketemu!" gumamnya yang melihat ruangan Dokter Revan di depan mata.

Tok tok tok...

Melia mengetuk pintu, tak berselang lama suara bariton dari dalam terdengar.

"Masuk!"

Melia meraih gagang pintu dan masuk ke dalam, "permisi, Dok. Apa anda memanggilku?" tanya Melia dengan suara pelan dan sesopan mungkin.

Revan mendongkak, mendapati gadis yang ia tunggu sudah datang.

"Duduklah, Mel!" titah Revan.

"Makasih, Dok!"

Melia pun duduk di kursi depan dokter tampan itu, sementara Revan memandang Melia dengan senyum.

"Bagaimana kabarmu?"

"Baik, Dok. Em, begini. Aku meminta agar perawat memindahkan ibuku ke kamar kelas atas, aku akan..."

"Tidak apa, biar aku yang jamin semua." Melia tak habis fikir, mendadak suasana berubah menjadi canggung. Bagaimana dokter di depannya ini begitu baik pada dirinya yang bahkan baru dikenal.

"Aku akan membayar semua biayanya segera."

"Jadi kamu sudah memutuskan agar ibumu segera ditangani?"

"Iya, aku akan berusaha. Terima kasih atas semua bantuan Dokter Revan selama ini," ucap Melia tersenyum.

"Oh baiklah, kalau begitu salam buat Ibumu dan jaga beliau."

Melia mengangguk lalu ijin pamit.

Melia kembali ke ruang rawat ibunya yang kini sudah berada di kelas atas. Melia bertekad akan segera meminta bayaran kepada Kevin Reyhan Louis.

"Bagaimanapun juga aku sudah mengorbankan hidupku, aku akan menutup mulut mereka yang menindasku, aku harus segera menemui Kevin." gumam Melia.

Tanpa sadar, langkahnya sudah sampai di depan ruang rawat ibunya. Melia masuk ke dalam, terlihat wanita paruh baya yang ia panggil Ibu sedang menunggunya.

"Ibu," panggil Melia, pandangannya mengedar ke sekeliling ruangan. Ruang rawat yang lebih luas dan nyaman. Melia berharap jika Mama tirinya itu tak lagi bisa menemukan keberadaan ibunya dan Melia berharap agar ia tak perlu lagi bertemu mereka.

"Mama tiri?" tanyanya lebih ke diri sendiri.

Melia benar-benar menjaga ibunya, jika siang hari. Karena nanti malam, ia harus kembali bekerja.

"Biar Melia yang suapin Ibu," ucap Melia, meraih makanan yang di bawa suster. Melia duduk menghadap ibunya, dengan telaten ia menyuapi Sintia.

"Ibu harus banyak makan, biar cepat pulih dan sehat."

"Penyakit ibu sudah parah, Mel." lirih Sintia, Melia mengusap-usap rambut ibunya.

"Ibu gak boleh menyerah, Melia akan terus berusaha demi kesembuhan Ibu."

Hebatnya Melia, ia harus menanggung segala lara sendirian, kalau bukan dirinya yang menguatkan Sintia, lantas siapa lagi. Sakit yang diderita Ibunya memang membuatnya menjadi anak yang rapuh, tapi perlahan Melia sadar, jika ia harus tetap menjadi anak yang kuat yang bisa melindungi Sintia agar tidak ditindas lagi oleh Lyn, istri sah ayahnya.

"Bu, bolehkah Melia izin keluar sebentar?" tanya Melia pelan. Ia harus segera menemui CEO muda LS Grup.

"Tidakkah bisa lebih lama temani Ibu, Sayang." Sintia bukan ingin egois, tapi ia ingin agar hari ini Melia menemani dirinya di Rumah sakit, Sintia sangat merindukan kebersamaan bersama putrinya.

"Hanya sebentar, Bu!" pinta Melia. Namun, melihat wajah sang Ibu yang berubah mendung, Melia mengurungkan niatnya pergi sekarang.

"Ibu cuma pengen Melia di samping Ibu lebih lama, Sayang."

"Baiklah, Melia tidak akan pergi. Melia akan disini sampai nanti waktu berangkat kerja," ucap Melia mengulas senyum, menggenggam jemari Sintia.

"Mel, kamu harus bisa jaga diri kamu sendiri. Ibu tidak mau kamu, bernasib sama seperti Ibu. Melia, kamu satu-satunya harta yang Ibu punya, jadilah wanita tangguh yang tak mudah di tindas. Ibu sayang Melia,"

Ucap Sintia, memandang lekat-lekat wajah putrinya.

"Maafin Melia, Bu! Maaf Melia sebenarnya sudah sangat mengecewakan Ibu," batin Melia, sedih.

Melia mengirim pesan kepada Kevin, ia harus segera menerima uang itu dalam beberapa hari ini.

"Gadis itu, kenapa terus menerus mendesakku, apakah dia type perempuan matre, hanya butuh uang. Tanpa ingin dinikahi? benar-benar keras kepala," gumam Kevin yang sedang merenung di kursi kebesarannya.

Terpopuler

Comments

Arin

Arin

heh tuan Kevin,cari tau dong mslh Melia biar tuan ngg slh pham

2022-09-21

1

Ners Ramla Dcl

Ners Ramla Dcl

lanjut

2022-05-30

3

Meili Mekel

Meili Mekel

nikah saja melia

2022-05-24

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!