Siswa Baru
Bel istirahat pun berbunyi, semua siswa siap menuju ke lokasi favorit masing-masing. Ada yang menuju kantin, perpustakaan, dan ada juga sebagian lainnya yang betah berada di kelas mereka.
“Kayaknya bakal ada siswa baru deh di sekolah kita,” ujar Haura ketika mereka berjalan menuju kantin.
“Dapat info dari mana, Ra?” tanya Adel
“Tadi waktu aku ke kantor guru, aku dengar kata guru-guru kalau minggu depan bakal ada siswa baru,”Haura menceritakan kepada kedua sahabatnya perihal info yang dia dapat ketika membantu Miss Sarah mengantar buku ke Ruang Guru.
“Cewek atau cowok?” tanya Luna penasaran.
“Kalau gak salah cowok,” jawab Haura.
“Kita liat aja nanti cewek atau cowok. Atau bisa jadi kan diantara cewek atau cowok,” Adel ikut menimpali pembicaraan Haura dan Luna.
Mereka bertiga pun tertawa karena perkataan Adel.
“Yang penting sekarang kita fokus ke tujuan awal, Kantin. Peliharaan aku di dalam perut udah pada demo minta jatah,” ujar Luna.
“Iya… Iya. Ini kan kita mau jalan ke kantin,” ujar Haura
“Buruan gitu jalannya. Aku beneran lapar.” Luna pun menarik tangan kedua sahabatnya agar mempercepat langkah mereka.
“Makan mulu yang kamu ingat,” celetuk Adel. Di antara mereka bertiga, Luna paling jago dalam urusan menghabiskan makanan meskipun tubuhnya langsing.
“Makan itu untuk hidup, Del. Demi kelangsungan hidup,” protes Luna.
“Kalau kamu mah hidup buat makan,” jawab Adel. Si mulut pedas level mampus.
“Bodo amat, yang penting kenyang,” jawab Luna cuek.
Sementara itu Haura hanya menggeleng-gelengkan kepala saja melihat perdebatan yang menjadi rutinitas kedua sahabatnya itu.
Di kantin Haura hanya memesan jus jeruk. Karena memang dia masih kenyang akibat ibunya mengisi bekal sarapan lebih banyak dari porsi biasanya. Alhasil kenyangnya masih awet sampai jam istirahat. Begitu pun Adel, dia hanya memesan kentang goreng dan jus jeruk.
Sementara Luna langsung memesan tteokbokki, ramyeon dan kentang goreng, tidak ketinggalan segelas jus jeruk dan sebotol air mineral.
“Seriusan Lun, kamu bisa habisin ini semua?” Haura takjub melihat susunan makanan yang dipesan oleh Luna.
“Pasti habis dong, Ra. Kamu tenang aja,” jawab Luna dengan sangat yakin. “Kalian jangan minta ya. Kalau mau pesan sendiri,” sambungnya
“Gak bakalan, Lun. Tenang aja. Aku masih kenyang. Lagian di perut aku gak ada container penyimpanan makanan,” ujar Haura enteng.
Mendengar hal tersebut Luna sampai tersedak oleh makanannya ketika mengunyah.
Haura pun mengambilkan botol air mineral dan menyerahkannya kepada Luna. “Pelan-pelan makannya. Gak ada yang rebut makanan kamu juga.”
“Lama-lama mulut kamu udah kayak Adel ya, Ra. Kayak sambel ulek.”
“Bedalah. Kalau aku sambel ulek level biasa. Sedangkan Adel sambel ulek level luar angkasa.” Ocehan Haura membuat Adel tergelak.
“Hahahaha…. Jujur banget kamu, Ra.” Ucap Adel sambil merangkul pundak Haura yang duduk tepat di sebelahnya. “Kamu memang sahabat aku, Ra.”
Mendengar dua sahabatnya kompak menertawakannya, Luna tidak mau ambil pusing. Karena dia tahu bahwa mereka hanya bercanda. Luna pu melanjutkan makannya.
Ketiga remaja itu asik dengan obrolan mereka. Terdengar candaan yang diiring tawa dalam pembicaraan mereka.
Sesaat kemudian perhatian ketiganya teralihkan karena di kantin kedatangan murid yang paling di idolakan di sekolah tersebut. Bukan hanya Haura, Luna dan Adel yang memperhatikan mereka, akan tetapi atensi seluruh penghuni kantin saat itu tertuju kepada mereka.
Mereka adalah Gian, Niko, Rhea dan Bella.
Gian Sander, remaja laki-laki berusia tujuh belas tahun. Memiliki wajah yang tampan, tubuh tinggi dan atletis serta pesonanya yang mematikan membuatnya menjadi idola pertama di sekolah tersebut. Kapten tim
basket idaman para kaum hawa Sander International High School. Julukan playboy pun melekat padanya. Hampir semua siswi cantik di sekolah itu pernah menjadi pacarnya. Jangan tanyakan bagaimana bisa? Karena tanpa diminta pun oleh Gian, para siswi tersebut bersedia menjadi pacar Gian.
Beda halnya dengan Niko Adhitama. Remaja yang usianya sama seperti Gian. Hanya saja Niko lahir tiga bulan lebih cepat daripada Gian. Jika Gian adalah si playboy dengan wajah pangeran, maka Niko adalah si kaku
berwajah tampan. Dia hampir tidak tersentuh. Oleh karena itu, semua siswa di sekolah tersebut sangat penasaran padanya. Niko juga dikenal sebagai siswa cerdas yang penuh karisma. Dia merupakan ketua broadcasting club di sekolah tersebut. Tidak seorang pun yang tahu siapa yang menjadi pacar seorang Niko. Karena memang Niko tidak pernah dekat dengan perempuan mana pun kecuali Rhea dan Bella.
Meskipun berbeda karakter, Gian dan Niko merupakan sahabat baik. Selain bersahabat, mereka juga merupakan saudara sepupu.
Si tuan putri Sander International High School, Rhea Putri Pradipa. Jika Gian dan Niko adalah idola kaum hawa, maka gadis cantik bak model tersebut menjadi idola kaum adam. Wajahnya yang cantik selalu saja menjadi pusat perhatian semua siswa laki-laki. Akan tetapi tidak ada satupun yang berani mendekatinya, karena mereka cukup tahu diri mengingat Rhea adalah anak tunggal dari keluarga Pradipa yang merupakan pengusaha sukses dan salah satu pemegang saham dari Sander Group.
Terakhir adalah Bella Ayu Mahesa. Putri seorang Direktur Rumah Sakit Swasta. Remaja cantik tersebut adalah sahabat baik Rhea. Mereka sudah bersahabat lama, karena Ibu Bella yang merupakan seorang dokter adalah dokter pribadi keluarga Pradipa.
“Wah... Niko. My love,” Luna sangat terpesona dengan ketampanan Niko. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa sejak dulu Luna sangat mengidolakan Niko. Hingga dia ikut mengambil ekskul broadcasting demi dekat dengan seorang Niko yang merupakan ketua broadcasting club. “Kalau kayak gini, kapan aku bisa move on dari kamu?” Luna menopang dagunya menggunakan kedua tangan. Matanya masih tertuju ke arah Niko dan teman-temannya
“Kamunya aja yang lebay. Gak capek apa, suka sama orang yang gak pernah liat kamu,” Adel buka suara melihat tingkah Luna yang terlalu mengidolakan Niko.
“Ya nggak lah. Lagian nih ya, Niko itu bukan gak liat aku, tapi belum liat aja,” balas Luna sambil berbisik agar kata-katanya tidak di dengar oleh sang Idola.
“Itu sama aja,” Adel memutar bola matanya kaena Luna selalu bersikap konyol setiap melihat Niko.
Tanpa mereka sadari yang menjadi bahan perdebatan antara Luna Adel justru tersenyum dengan sangat tipis ke arah sahabat mereka, Haura.
Melihat Niko tersenyum kearahnya, Haura pun membalas senyuman siswa tampan tersebut sama seperti bagaimana Niko tersenyum kepadanya. Dia tidak ingin hal menjadi bahan perhatian sahabatnya. Haura takut kedua sahabatnya akan salah paham. Terutama Luna.
Bukan kali ini saja Niko tersenyum padanya. Sering kali setiap Haura bertemu Niko yang sedang seorang diri, remaja laki-laki itu selalu menyapa dirinya. Haura tidak pernah salah paham terhadap sikap baik Niko. Dia cukup paham alasan laki-laki itu bersikap baik kepadanya.
“Eh... Ra, kamu kenapa? Liatin apaan?” tanya Adel yang melihat mata Haura tertuju ke arah lain.
“Ehhh... aku gak liat apa-apa, kok.” Haura tersenyum kaku mendapat pertanyaan tiba-tiba dari Adel.
“Jangan bilang kamu liatin Niko ya, Ra.” Luna menatap menyelidik ke arah Haura. “Kamu gak boleh liatin Niko. Karna dia cuma milik aku,” tambahnya lagi dengan senyum-senyum malu khas remaja yang sedang jatuh cinta.
“Sejak kapan Niko jadi hak paten kamu?” Adel membalas sengit melihat tingkah laku Luna yang malu-malu tidak jelas.
“Sejak dulu lah,” balas Luna sambil menjulurkan lidahnya mengejek Adel.
“Kamu tenang aja, Lun. Niko milik kamu. Forever,” Haura ikut buka suara dengan berbisik kearah Luna.
“Kamu memang terbaik, Ra,” Jawab Luna dan memberikan dua jempol untuk Haura.
Adel hanya bisa menepuk jidatnya melihat tingkah Luna yang bagaikan anak SD yang melihat ice cream ketika ada Niko di sekitarnya. Sebahagia itu dia.
Sementara itu Gian asik menebar pesona kepada anak-anak yang terus saja melihat kearahnya. Jangan lupakan Rhea, gadis remaja itu tidak pernah peduli pada berpasang-pasang mata yang sejak tadi menatap kearahnya dengan kagum. Begitulah dia yang hanya bersikap ramah pada sahabatnya saja.
\=\=\=\=\=\=\=
“Kalian serius kalau Nevan beneran balik ke Indo?” terdengar Rhea menanyakan seseorang yang bernama Nevan kepada Gian dan Niko.
“Hmmmm....” hanya gumaman yang diberikan oleh Niko sebagai jawaban atas pertanyaan Rhea.
“Apaan sih lo. Jawabnya gitu doang.” Rhea mencebikkan bibirnya mendengar jawaban irit kata dari Niko.
“Maksud lo Nevan anak Om Liam?” kini Bella balik bertanya kepada Rhea.
“Iya. Nevan mana lagi sih, Bel. Kalau bukan Nevan yang itu,” jawab Rhea.
“Serius Rhe. Bahkan kak Zayn udah daftarin Nevan ke sekolah kita,” ujar Gian.
“Beneran, Gi,” Rhea nyaris berteriak karena bahagia mendengar jawaban yang Gian berikan.
“Sebahagia itu lo mendengar Nevan balik?” tanya Gian.
“Iya dong. Gue kangen banget sama dia,” jawab Rhea dengan wajah bahagia. Bagaimana tidak, karena Nevan adalah cinta pertamanya.
“Ck... dasar cewek. Segitunya lo cinta sama Nevan,” sindir Gian.
“Daripada barisan cewek lo. Masih mau aja di ajak pacaran padahal mereka tahu kalau lo gak cinta sama mereka,” balas Rhea tidak mau kalah.
“Gue gak maksa mereka buat jadi pacar gue. Merekanya aja yang ngejar-ngejar gue,” Gian tidak mau kalah dan masih saja membela dirinya.
“Dasar lo nya aja yang playboy,” kini Bella ikut menyindir Gian.
Merasa tidak terima dengan cap playboy yang memang benar adanya, Gian pun terus memberikan jawaban-jawaban aneh dengan sindiran kedua sahabatnya itu. “Gue bukan playboy, cuma ketampanan gue memang di atas rata-rata. Jadi wajar kalau banyak cewek ngantri buat jadi pacar gue.”
“Lagian gue ini normal. Sebagai cowok gue punya pacar,” tambah Gian. “Yang gak normal itu, Niko. Kalian liat aja, mana pernah Niko punya pacar,” ledek Gian kepada sahabatnya Niko.
“Gue bukan gak punya pacar. Tapi gue lagi cari yang benar-benar tepat. Gak kayak lo, kambing berlipstik pun lo pacarin,” jawaban menohok dari seorang Niko.
Mendengar ucapan Niko, sontak saja membuat Rhea dan Bella tertawa terbahak-bahak, sambil memegang perut mereka.
\=\=\=\=\=\=\=
Di sisi lain, Haura cs sayup-sayup mendengar pembicaraan Niko dan teman-temannya. Luna dan Adel pun ikut tertawa diam-diam mendengar kata pamungkas dari seorang Niko.
Lain halnya dengan Haura. Dia masih mencerna tentang nama siswa baru yang akan bergabung dengan sekolah mereka. Nevan. Apakah itu Nevan yang dia kenal? Kalau iya, akan seperti apa nantinya? Pertanyaan itu terus bermunculan dalam fikiran Haura.
Kini fikiran Haura tertuju pada sebuah nama yang berhasil mengusiknya. Ada rasa bahagia dan cemas datang secara bersamaan. Nevan, sebuah nama yang tidak pernah di dengarnya lagi sejak sepuluh tahun lamanya.
Hai readers... Maaf ya kalau banyak typo. Jangan lupa like and comment...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Tri.W
harus tunggu lagi up nya😖😖
jangan lama² ya. keburu lupa alur ceritanya
2021-12-24
1