Haura tiba di sekolah dengan menggunakan ojol seperti hari-hari biasanya. Hanya dirinya dan beberapa siswa lainnya yang berangkat ke sekolah tersebut menggunakan angkutan umum. Mereka semua adalah para siswa penerima beasiswa di sekolah itu.
Bagaimana dengan siswa lainnya? Tentu saja siswa lainnya yang memang berasal dari kalangan atas berangkat ke sekolah menggunakan mobil pribadi, di antar supir pribadi atau juga menggunakan motor sport keren untuk sebagian siswa laki-laki.
Sungguh, perbedaan kelas sosial sangat terlihat di tempat itu. Mengingat memang yang mengenyam pendidikan di SMA milik keluarga Sander rata-rata dari kalangan pengusaha, pejabat atau pun orang-orang dari kalangan atas lainnya.
Gadis berlesung pipi tersebut berada di kelas XI IPA 2. Haura hanyalah siswa biasa. Dia tidak termasuk dalam kategori siswa yang populer karena latar belakangnya sebagai penerima beasiswa. Akan tetapi nilai akademik Haura cukup memuaskan. Dia memperoleh peringkat kelima di kelasnya.
“Ra…. Haura…” suara seorang perempuan memanggil namanya. Haura menoleh ke sumber suara yang berasal dari daerah parkiran. Disana sudah berdiri dua orang sahabatnya Luna dan Adel. Luna adalah putri seorang pengusaha property sedangkan Adel adalah putri seorang pengacara terkenal.
“Hai Luna, hai Adel,” sapa Haura kepada kedua sahabatnya. Sejak pertama sekali bersekolah di SMA tersebut, Luna dan Adel sudah menjadi sahabat baik Haura. Sementara itu, Luna dan Adel memang sudah menjadi sahabat sejak mereka duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Terkadang Haura merasa heran mengapa kedua sahabatnya tersebut mau berteman dengannya. Karena memang kehidupan sosial mereka berbeda. Tetapi setiap Haura bertanya kepada mereka, maka kedua sahabat Haura tersebut akan mengeluarkan jawaban yang menohok, “Memang kalau berteman harus tanya dulu ya berapa saldo di ATM kamu? Atau orang tua kamu punya usaha apa? Haura, kita ini mau berteman sama kamu, bukan berbisnis. Paham?”itulah yang selalu mereka ucapkan.
Sejak saat itu Haura tidak pernah bertanya tentang mengapa mereka berdua mau berteman dengannya. Memang Haura akui bahwa Luna dan Adel tidak seperti siswa-siswa lainnya. Mereka tulus terhadap dirinya. Dan Haura sangat bersyukur akan hal itu.
“Kamu belum sarapan?” Tanya Adel melihat paper bag yang di pegang oleh Haura. Karena dia sudah terbiasa melihat Haura membawa bekal hampir setiap paginya.
“Belum,” jawab Haura singkat sambil tersenyum memperlihatkan deretan gigi putihnya.
“Kok kamu jarang banget sarapan di rumah sih, Ra?” kini Luna ikut membuka suara. Kadang mereka merasa heran kenapa seorang Haura selalu tidak sempat sarapan di rumah.
“Biasa, aku sibuk kalau pagi,”jawab Haura nyengir.
“Sibuk apaan? Selalu jawaban kamu sibuk, tapi gak pernah bilang sama kita sibuknya apaan. Penasaran tau,” ucap Luna lagi. Setiap dirinya atau Adel bertanya tentang kegiatan Haura di pagi hari, selalu saja jawaban sahabatnya itu sibuk. Entah sibuk karena apa mereka tidak tahu.
“Iya Ra, kamu jangan main rahasia-rahasiaan deh sama kita. Emang kamu sibuk apaan sampai sarapan aja gak sempat,” Adel ikut menimpali dengan pertanyaan yang sama.
“Aku punya pekerjaan ekstrim setiap pagi. Kalian gak bakalan percaya kalau aku ceritain,” jawab Haura setengah berbisik kepada kedua sahabatnya dengan wajah seolah bergidik ngeri.
“Emang kerja kamu apaan?” Kini Luna ikut berbisik seolah-olah memang pekerjaan yang Haura lakukan memang sebuah rahasia yang tidak boleh di dengar oleh orang lain.
“Kerjaan aku mandiin kambing. Kebayang kan gimana repot nya?” Dengan entengnya Haura menjawab pertanyaan tersebut hingga membuat kedua sahabatnya memekik karena terkejut.
“What?” Luna dan Adel kaget secara bersamaan.
Melihat temannya yang sangat kaget dengan jawabannya, Haura pun tertawa dengan nyaring hingga menarik perhatian siswa lainnya menatap ke arah mereka bertiga.
“Ahahaha... serius amat kalian nyimaknya,” Haura terus tertawa melihat ekspresi kedua sahabatnya tersebut.
“Sekalian aja kamu bilang kalau kerjaan kamu sikat gigi buaya. ‘Kan lebih ekstrim,” Adel terlihat sewot dengan jawaban yang diberikan Haura.
“Kebetulan kandang buaya di rumah aku belum selesai dibangun. Ntar kalau udah siap, aku bakal ngajak kalian untuk nyikat gigi buaya." Gadis itu terlihat begitu menikmati mengerjai kedua sahabatnya. "Buaya darat maksudnya,” tambah Haura khas dengan jawaban konyolnya.
“Kalau itu aku mau ikutan. Apalagi buaya daratnya ganteng,” Luna pun ikut nyambung dengan pembicaraan unfaedah kedua sahabatnya tersebut.
“Itu sih maunya kamu. Dasar.” Adel tahu betul bahwa sekarang jiwa centil Luna mulai bangkit membayangkan buaya darat ganteng dalam dunia imajinasinya.
“Lagian nih, Ra, kenapa sih kamu main rahasia-rahasiaan dari kita?” tanya Adel heran kepada sikap Haura yang seolah menutup diri dengan kehidupan pribadinya.
“Rahasia gimana maksud kamu, Del? Perasaan aku gak nyembunyiin rahasia apapun dari kalian berdua?” Haura balik bertanya. Sebenarnya Haura paham arah pertanyaan yang diberikan Adel pada dirinya.
“Gak main rahasia gimana. Buktinya kamu gak pernah kasih kita izin untuk main ke rumah kamu. Kenapa sih, Ra,” Adel merasa benar-benar penasaran dengan kehidupan sahabatnya Haura. “Apa kamu malu dengan keadaan rumah kamu? Kamu tenang aja, Ra. Kita tetap akan jadi sahabat kamu bagaimana pun kehidupan kamu,” tegas Adel lagi.
“Kalau ini, aku juga setuju sama Adel. Kenapa kamu gak pernah kasih tau ke kita dimana rumah kamu? Perasaan kita udah sahabatan satu tahun lebih, tapi kita gak pernah main ke rumah kamu,” pertanyaan serupa pun diberikan oleh Luna yang juga merasa aneh dengan sikap Haura yang tidak pernah mengizinkan dirinya dan Adel setiap kali ingin main kerumahnya.
“Nanti suatu hari aku pasti bakal ajak kalian main ke rumah aku. Aku janji. Tapi suatu hari nanti. Bukan karena aku malu dengan kondisi tempat tinggal aku. Cuma waktunya aja yang belum tepat.” Haura bingung harus menjelaskan bagaimana kepada kedua sahabatnya. Bagaimana bisa dia mengajak Luna dan Adel untuk main ke rumahnya, sementara statusnya dan ibunya hanyalah Asisten Rumah Tangga di rumah keluarga Sander. Sungguh, Haura cukup tahu diri untuk tidak mengajak teman-temannya ikut ke tempat tinggalnya. Dia tidak mau mengganggu ketenangan si tuan rumah.
Jika Luna dan Adel memaksa untuk mengantarnya pulang, Haura hanya meminta diantar sampai di depan komplek perumahan, selebihnya dia memilih jalan kaki menuju tempat tinggalnya. Meskipun kedua sahabatnya memaksa, dia akan berusaha memberi pengertian kepada mereka. Hingga sampai sekarang kedua sahabat Haura tidak tahu persis dimana tempat tinggalnya.
“Suatu harinya pakai titik kan, Ra?” tanya Luna.
“Iya, pakai titik. Aku janji.” Haura tersenyum manis kepada kedua sahabat terbaiknya. Suatu hari nanti jika aku udah punya rumah, aku pasti akan ajak kalian main ke rumah aku, batin Haura.
Selama ayah Haura masih hidup, Pak Hamzah memiliki tabungan yang cukup untuk membeli sebuah rumah sederhana. Akan tetapi ketika sang ayah meninggal dan Tuan Liam menawarkan agar Bu Lastri dan Haura untuk tinggal di rumah mereka, maka Bu Lastri menerima tawaran tersebut dengan senang hati. Sehingga tabungan yang ditinggalkan oleh Almarhum suaminya bisa digunakan untuk biaya pendidikan Haura ke perguruan tinggi. Bu Lastri dan Pak Hamzah sangat ingin Haura menjadi seorang dokter. Itulah cita-cita kedua orang tua Haura.
“Udah ah… nanti aja keponya. Ayo masuk kelas, aku mau sarapan. Takut keburu bel masuk,” Haura pun menggandeng tangan kedua sahabatnya. Kini gadis mungil tersebut berjalan di tengah kedua sahabatnya yang mempunyai tinggi tubuh yang ideal. Ekor kuda milik Haura pun bergerak dengan indah mengikuti langkah kaki pemiliknya.
Ya, Haura tidak pernah menceritakan tentang kehidupan pribadinya dan pekerjaan orang tuanya kepada kedua sahabatnya. Bukan karena dia malu, tapi Haura tidak suka di kasihani.
Baginya setiap orang mempunyai jalan hidup masing-masing. Dan beginilah jalan hidupnya. Dia hanya tinggal menikmati dan mensyukuri apapun pemberian Tuhan. Haura hanya ingin menikmati masa remajanya bersama sahabat-sahabat terbaiknya. Tanpa ada tatapan iba kepada dirinya. Itulah alasannya kenapa Haura tidak pernah mau menceritakan tentang kehidupan pribadinya kepada Luna dan Adel.
Hanya penulis pemula.... Mohon dukungan dan komennya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Widianty Rahayu
Udah bagus ko
2022-01-19
1