Ceboy.

Sesampainya di rumah, ada yang menyambut Izel dengan tatapan tajamnya.

"Darimana kamu? Kenapa tidak masuk kuliah?"

tanya pria paruh baya itu. Arga sembari menatap tajam Izel saat dia baru saja sampai dirumah.

"Kuliah kok, Pah, tapi aku ... tadi disuruh keluar sama dosen nya, jawab Izel lembut. Dirinya akan berubah menjadi anak yang baik dan juga penurut jika berhadapan dengan orang tuanya. Dia berharap dengan begitu mereka akan peduli dan juga akan menyayanginya.

"Bohong, kamunya aja yang males dan bisanya cuma keluyuran!"sarkas, Sava saudara perempuannya memprovokasi.

"Enggak kok, Kak! Aku itu gak bohong!" bela Izel pada dirinya.

"Biarin ajalah, Pah. Dia mau ngapain kek, kemana kek, bukan urusan kita juga," ucap Andini, Ibu dari Izel dan juga Sava.

"Iya, Mah, lagian dia juga gak ada gunanya. Biarlah dia mau melakukan apapun juga, kita gak usah repot-repot ngurusin dia," ujar Arga sinis.

"Oh iya, Pah. tadi Sava berhasil menangin tander proyek besar dong, Pah."ucap Sava bangga.

"Wah, kamu hebat Sava. Ini baru anak Papah yang membanggakan.Tidak seperti anak sialan itu, tidak berguna!"Arga membanggakan Sava anak sulungnya, lalu dia melirik Izel dengan tatapan sinis dan juga penuh kebencian.

"Aku memang tidak membanggakan, Pah, dan juga tidak berguna. Berbeda dengan Sava yang selalu bikin kalian bangga," sahut Izel seraya menahan air mata yang hendak jatuh.

"Baguslah kalau kamu sadar diri," ucap Andini.

"Aku sadar kok, Mah, sadar banget malah. Kalau aku ini anak yang tidak berguna, anak yang tidak kalian inginkan, anak yang tidak kalian harapakan. Harusnya kalian bunuh saja aku sejak masih bayi, atau pas baru lahir. Lalu, kenapa kalian biarkan anak tidak berguna ini hidup? Kenapa?" teriak Izel yang sudah tak dapat membendung air matanya lagi. Dadanya terasa sesak hingga suaranya hampir tercekat.

"Kami ingin sekali melakukannya, tapi nenek kamu yang sudah meninggal itu selalu saja melindungi kamu. Kalau tidak, sudah aku bunuh dan juga aku buang kamu dari dulu! Aku tidak sudi mempunyai anak sepertimu, sungguh memalukan!" sarkas Andini.

Memang dulu setelah Andini tau anak yang dia lahirkan adalah seorang perempuan, wanita itu ingin membuang bayinya. Akan tetapi nek Imah yang merupakan ibu dari Arga melarangnya. Wanita tua itu selalu melindungi Izel ketika bayi, pada saat Andini mencoba menyakitinya. Nenek Imah bahkan merawat Izel dengan penuh kasih sayang hingga gadis itu berumur sepuluh tahun dan kemudian wanita tua baik hati itu meninggal dunia.

"Maafkan, Izel, Mah, Pah. Maaf, jika kehadiranku adalah aib buat kalian. Aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan dan membuat kalian malu. Jika memang kehadiranku ini tidak diinginkan dan membuat kalian susah, maka aku akan pergi dari sini. Aku ... akan menjauh dari kalian semua," lirih Izel dengan suara parau dan airmata yang mengalir deras. Sungguh kenyataan ini sangat menyakitkan hatinya.

"Awas saja kalau kamu berani pergi dari sini! Kamu ingin membuat aku tambah malu ya? Apa kata rekan bisnisku nanti jika anak bungsuku di biarkan berkeliaran begitu saja di luaran sana! Kamu akan semakin membuat citraku jelek, anak sialan!" hardik Arga dengan suara keras. "Tetap disini dan jangan pernah berani berbuat ulah! Jika kamu membantah, lihat saja apa yang akan aku lakukan kepadamu!" ancam Arga dengan penuh penekanan. Sungguh, tak sepantasnya orang tua memperlakukan putrinya seperti itu. Apalagi Izel adalah anak kandungnya.

Izel tidak menjawab, dia hanya bisa menangis kemudian berlari menuju kamarnya. Kamar yang sederhana tidak menggambarkan kamar seorang anak pembisnis. Bahkan kamar asisten rumah tangga pun lebih layak daripada kamar Izel. Akan tetapi gadis itu tetap ikhlas, serta masih bersyukur. Setidaknya ia masih punya tempat untuk beristirahat.

"Tuhan, kenapa kau biarkan aku lahir ke dunia ini jika hanya untuk disakiti? Bolehkah aku merasakan bahagia walau hanya sebentar saja. Bisakah aku merasakan kasih sayang walau hanya sebentar?" lirih Izel dalam curahan hatinya, sambil menatap langit-langit kamar.

"Nenek, kenapa gak bawa Izel ikut bersamamu saja. Izel merasa sendiri disini ... gak ada yang peduli sama Izel, dan gak ada yang sayang sama Izel, Nek. Mereka semua jahat!" Izel menangis hebat, mencurahkan kesedihannya pada seseorang yang telah tiada itu. Seraya menelungkupkan wajahnya di celah antara kedua kakinya.

Keesokan harinya, Izel berangkat kuliah seperti biasa, dengan mengendarai kendaraan roda dua miliknya. Motor tersebut adalah hasil ketika dirinya balapan liar dulu, pada saat itu Izel ikut balapan dengan meminjam motor milik Ilham. Anehnya, kedua orang tuanya tidak pernah bertanya, dari mana Izel mendapatkan kendaraannya itu.

Kalau untuk biaya kuliah, kebetulan Izel punya uang dari hasil upahnya bekerja di bengkel milik Ilham. Walaupun gadis itu hanya kerja di waktu libur kuliah saja, sama seperti Ilham juga.

Lumayanlah gaji kerja seminggu tiga kali itu, bisa untuk membiaya kuliahnya.

Sedangkan untuk sehari-hari Izel kadang pegang uang, kadang tidak. Orang tuanya sama sekali tidak pernah memberinya uang, namun Izel tidak peduli. Gadis itu hanya bisa mengikuti alur hidupnya saja. Tak peduli jika nanti akan seperti apa.

Kedua temannya, tidak ada yang tau tentang permasalahannya dan juga bagaimana keluarga memperlakukannya. Satu hal yang mereka tau dan dari apa yang keduanya lihat ialah, Izel seirang anak dari pengusaha besar. Tentu saja Izel memiliki hidup yang sempurna bukan? Sehingga mereka akan berpikir jika Izel sangatlah bahagia, sebab telah terlahir dari keluarga yang terpandang.

Ya, tanpa mereka tau, jika sebenarnya Izel tersiksa lahir maupun batin, berada di keluarga itu. Izel bisa bekerja di bengkel Ilham, dengan alasan untuk menyalurkan hobinya saja. Maka karena itulah Ilham memberi pekerjaan itu hanya seminggu tiga kali, agar tidak mengganggu kuliah Izel juga.

"Zel, kemarin lo kemana? Gue telpon ko gak aktip sih?" tanya Dea.

"Pantai," jawab Izel singkat.

"Ih, tega lo mah! Ke pantai kagak ngajak-ngajak gue!" sembur Dea dengan bibir cemberut.

"Emang, kalo gue ajak, lo mau ikut terus bolos kuliah gitu?" tukas Izel menatap Dea dengan penuh tuntutan.

"Bolos ajalah mendingan, daripada berhadapan sama dosen kiler yang gila!" seru Dea enteng.

"Gimana mau lulus? Katanya mau jadi orang sukses, tapi bolos muluk! Badung gini, pada mau jadi pebisnis? Pengusaha badungan gitu?" Ilham pun tergelak setelah meledek kedua sahabatnya itu. Apalagi di sertai kedua mata mereka yang mendelik dan mencebikkan bibir kearahnya.

"Mana ada pengusaha badungan, yang ada itu pengusaha gadungan, ngab!"ujar Izel, gemas pada Ilham. Sudah menyindir rupanya salah bicara.

"Emang gak ada, tapi bakalan ada kok. Kan kalian yang bakal jadi pengusaha badungan!" Ilham pun kembali tertawa. Bahkan kali ini sangat keras karena pemuda itu begitu puas melihat ekspresi kedua sahabat wanitanya.

"Lo, masih waras kan, Ham?" tanya Dea, dengan mengerutkan keningnya.

"Waraslah, emang kenapa?"jawab Ilham, menatap aneh ke arah Dea.

"Itu, lo ketawa mulu, kan yang kelakuannya kayak Lo gitu, orang gila," celetuk Dea asal.

"Sialan, lo!" sahut Ilham, kemudian menggelitiki pinggang Dea.

"Aduh, ampun, Ham, ampun! Sumpah ini geli banget! Udah ah, stop!" seru Dea, memohon.

"Ayok, ngomong sekali lagi. Ngatain gue apa tadi?" tantang Ilham.

"Emang, tadi gue ngomong apaan? Gue kayaknya lupa deh, Ham?" Dea justru bertanya ucapannya yang belum lama ia lontarkan.

Terpopuler

Comments

Camut gemoy

Camut gemoy

maacih mak. dah mampir😊

2022-01-25

0

Mak Aul

Mak Aul

mangaattzzz neng susiii

2022-01-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!