Teringat masa lalu

Lia yang baru saja selesai dengan pekerjaannya berencana pulang dengan memakai ojek online.

Namun, rencananya gagal setelah Hery menawarinya pulang bersama.

Suasana parkiran khusus karayawan Mall tersebut langsung bergemuruh ramai, tat kala mata mereka menyaksikan pasangan tak resmi itu berboncengan.

"Sikat, Pak Hery. Jangan nanggung. Hahaha" Seru Rizky, salah satu staf disana. "Jadian sudah. Sudah cocok, qok." Sahut Feri menimpali candaan Rizky barusan. "Nikahi aja sudah, pak. Nanti keburu direbut orang pak. Hahahah." Seruan itu membuat suasana diruang parikir itu semakin riuh.

"Hahaha. Jangan berkata yang bukan-bukan. Saya hanya menawarkan untuk pulang bersama. Toh rumah kami satu arah. Kami benar-benar hanya teman sepekerjaan. Tidak ada perasaan semacam itu." Imbuh Hery menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi.

"Hahaha, Benar. Saya hanya menumpang kepada pak Hery, karena memang arah rumah kami searah." Sahut Lia seraya tersenyum manis. Hatinya terasa teriris, saat ia mengucapkan kalimat yang sebenarnya sangat sulit ia keluarkan.

Tapi mau bagaimana lagi, Hery tentu lebih memilih pekerjaannya daripada dirinya. Apalagi peraturan Mall untuk tidak berpacaran dengan sesama karyawan Mall.

Disepanjang jalan, dua muda mudi yang tengah berboncengan tersebut terdiam seribu bahasa. Suasana teralihkan oleh sebuah taman kota yang terletak tepat ditengah kota tersebut.

"Mau nongkrong dulu, kah?" Tanya Hery seraya memarkirkan motornya.

"Iya, boleh pak." Sahut Lia dan meninggalkan motor itu bersamaan dengan Hery berjalan disebelahnya.

"Jangan panggil aku pak, Lia. Disini nggak ada siapa-siapa. Toh, kita juga teman sepermainan sewaktu kecil dulu." Ucapan Hery barusan melegakan hatinya yang sedari tadi terasa tercabik-cabik.

"Iya, iya." Balas Lia.

Lia melihat disekeliling taman itu. Dan matanya terruju pada sebuah ayunan lama yang masib terpakai hingga sekarang. Banyak anak-anak serta kerumunan orang meramaikan taman itu.

"Apa kamu ingat ayunan itu, Her?" Tanya Lia dan menunjuk ayunan yang tengah digunakan beberaapa anak kecil secara bergantian daritadi.

"Iya. Itu ayunan yang mempertemukan kita. Aku bahkan masih ingat saat kamu dengan pakaian lusuh dan rambut berantakan. Saat itu aku benar-benar mengira kamu anak laki-laki, loh." Ucapan Hery barusan mengingatkan Lia pada kejadian sore hari itu.

10 tahun yang lalu.

Lia berlari tak tentu arah. Kakinya yang lelah berlari dari tadi, mendadak menghentikan larinya. Ia melihat sekelikingnya ternyata dirinya kini berada di taman bermain, yang dikelilingi oleh anak-anak dan orangtuanya masing-masing.

"Kenapa? Kenapa Papah nggak sayang lagi sama adek? Hiks.. Hiks.." Gumam Lia setelah melihat wajah bahagia anak-anak bersama orangtua mereka masing-masing.

"Mereka bisa seperti itu bersama dengan orangtuanya. Tapi kenapa aku nggak bisa? Ini nggak adil!!" Seru Lia dengan nafas rerengah-engah.

Beberapa dari anak-anak itu mulai pulang, berangsur langit menunjukkan suasana menjelang sore hari.

Lia berjalan menuju arah ayunan yang telah sepi itu. Saat Lia hendak menaikinya, tiba-tiba tangannya ditepis oleh tangan seorang anak kecil. Sontak hal itu membuat Lia terkejut.

"Hei!! Aku duluan, dong!!" Seru bocah laki-laki itu dan menyerobot menggunakan ayunan tersebut.

Bocah itu nampak berantakan, badannya sangat lusuh. Bajunya kotor dan rambutnya bau penuh keringat. Membuat Lia mengernyitkan dahinya.

Lia merasa sebal dan marah. Ia merasa hidupnya benar-benar tidak adil baginya. "Hei!! Tadi aku duluan yang nemuin ayunan ini. Gantian aku yang pakai sekarang." Bentak Lia, sontak membuat bocah laki-laki utu menatapnya dengan tatapan marah.

"Nggak!! Aku masih mau main. Kamu pergi aja sana!! Gangguin aja. Emang kamu nggak punya teman, apa?!!" Mendengar perkataan yang keluar dari mulut bocah laki-laki didepannya itu, membuat Lia menunduk dan menetekan air matanya.

"Nggak!! Aku nggak punya teman dan aku nggak punya keluarga! Aku mau main sama teman dan mamah papah juga, huhuhu.." Air mata membasahi wajah Lia yang tertutup rambut pendeknya yang berantakan.

Tubuhnya yang kecil mungil membuat bocah yang berada didepannya, menatapnya tak tega dan berdiri dari keasyikannya menggunakan ayunan tersebut.

"Sudah, jangan nangis. Hei!! Kubilang jangan nangis, kan?! Kalau kamu nangis gimana kamu bisa punya teman. Mamah papahmu juga pasti nggak senang melihatmu cengeng begitu. Sudah nih, sekarang gantian kamu lagi yang pakai. Aku cuma nyobain sebentar aja." Mendengar itu Lia kecil langsung menengadahkan kepalanya, menatap wajah bocah laki-laki yang tersenyum menampakkan barisan gigi-giginya yang tersusun rapih.

"Beneran? Kamu pasti bohong, kan? Kamu pasti berniat mencelakai aku." Lia menolak tawaran bocah itu dan menatapnya dengan pandangan tajam.

"Nggak, kok. Aku beneran sudah selesai mainnya. Sudah sini, biar aku yang ayunkan." Sahut bocah laki-laki itu. Kini nada bicaranya seperti seorang kakak kepada adiknya.

Mendengar itu Lia segera menaiki ayunan tersebut, dan berpegangan erat ditali-tali yang berada diantara dua sisi ayunan kayu itu.

Dapat ia rasakan angin menghembus perlahan doseluruh wajah dan tubuhnya. Ia tak dapat menahan rasa bahagianya tat kala ia merasakan perasaan senang menjadi layaknya anak-anak pada umumnya.

Merasa cukup menggunakan ayunan tersebut, Lia mengajak bocah laki-laki itu menggunakan permainan yang lainnya. Permainan yang telah disediakan oleh pihak taman itu.

Kekeh tawa serta kebahagiaan terpancar pada wajah Lia yang semakin lusuh karena kotor. Namun ia tak mempedulikannya, kini yang ia rasakan hanya ingin bermain dan bermain terus.

Permainan mereka berhenti tat kala suara lembut memanggil bocah laki-laki yang kini tengah asyik bermain perusutan bersamanya itu.

"Hery!! Ayo pulang, nak. Hari sudah mulai senja. Ayo, nak." Ucap wanita itu setengah teriak terhadap bocah laki-laki itu, yang bergegas meninggalkan Lia sendiri disana.

Lia menatap kosong area taman yang sebelumnya ramai kini mulai berangsur sepi. Ia pun memainkan permainan perusutan itu sendirian.

Namun sayang saat ia sedang asyik memainkan permainan itu, tubuhnya secara tidak langsung terjatuh dari dan menghantam tanah dengan keras. Sedikit darah keluar dari dahi mungilnya itu.

"Ini. Lain kali hati-hati, ya" Ucap seorang anak kecil dengan pakaian serba hitam namun sangatlah berkelas. Lia hanya dapat mengambil sapu tangan yang disodorkan anak yang nampak lebih tua darinya itu.

"Te-terimakasih, ya. Kamu kok masih disini. Kamu sendirian aja? Mamah papahmu mana?" Mendengar perkataan Lia barusan, membuat anak laki-laki yang berdiri didepannya itu segera meninggalkannya juga, tanpa membalas pertanyaan Lia.

'Kenapa semua orang meninggalkanku sendirian?' Batin Lia menyerukan pertanyaan yang sedari tadi ia rasakan. Entah itu mamah papahnya, bocah laki-laki tadi dan bahkan anak laki-laki yang baru saja memberinya sapu tangan itu.

Lia hanya melihat sapu tangan yang telah kotor oleh darah dan tanah dari kepalanya itu. Ia berjalan sembari mengingat wajah anak laki-laki yang memberinya sapu tangan itu kepadanya.

Raut wajah anak laki-laki itu membuat gadis bernama Adelia itu merasa tak enak hati. Kenapa anak laki-laki itu menatapnya setajam itu?

Apakkah, kelak ia dapat berjumpa kembali dengan pemilik sapu tangan ini?

Bersambung..

-------》》》》》》》》》》》》》》》》》---------

Halo teman-teman semua, jaga kesehatan selalu ya.

Meskipun belum banyak pembaca yang minat dengan novel ku ini, aku benar-benar menghargai kalian yang telah bersedia membacanya meskipun hanya beberapa bab saja.

Terus dukung aku untuk melanjutkan novel ini hingga tamat ya teman-teman. Satu komen dan satu like dari kalian sangat berharga bagi saya.

Terimakasih. See you da da bye bye.. 🥰🥰

Terpopuler

Comments

Khaira Wijayanti

Khaira Wijayanti

Pasti anak itu Leo yang ngasih Adelia sapu tangan.

2022-04-02

1

lihat semua
Episodes
1 Harga Diri
2 Rasa Khawatir
3 Harus Menikah
4 Rencana Pembalasan
5 Teringat masa lalu
6 Rasa Suka Padanya
7 Seperti Stalker
8 Berusaha
9 Kerja Keras
10 Kenangan bersama orang terkasih
11 Rumor yang beredar
12 Bekerja diklub malam
13 Penari Seksi
14 Mabuk
15 Perjanjian
16 Gaun Pengantin
17 Menyatakan Cinta
18 Jadi selama ini?
19 Terimakasih
20 Hari Pernikahan
21 Kembali Bertemu
22 Misi Pertama
23 Biar waktu yang berbicara
24 Mendapat Serangan
25 Serangan Balik
26 Ancaman
27 Jalan-jalan
28 Bermain Bersama
29 Di Teras Mall
30 Hadiah
31 Taman bermain
32 Sebuah Alasan
33 Si Bocah Monyet
34 Mengungkapkan Perasaan
35 Kehadiran Kakek Edward
36 Pertama Kali
37 Sebuah Sapu Tangan
38 Rasa Cemas
39 Diam
40 Tidak perlu khawatir
41 Dibawah pohon yang rindang
42 Kehadiran pak Tomo
43 Seperti Bayi Penyu
44 Lia Pingsan
45 Meninggalnya Pak Tomo
46 Benci dan Cinta
47 Kebenaran Yang Tersembunyi
48 Sebuah Perasaan
49 Konflik
50 Panti Asuhan
51 Beban
52 Cinta yang Sebenarnya
53 Perasaan Rindu
54 Perihal Sarapan
55 Melepas Rindu
56 Salam Perpisahan
57 Karisma Sang Boss Muda
58 Bekerja
59 Perkataan Angga
60 Harap-harap cemas
61 Setibanya di Kota B
62 Perasaan Cemburu
63 Rencana Licik
64 Yang di Lihat oleh Lia
65 Malam Masih Panjang
66 Syal di Leher
67 Pertikaian
68 Kondisi Lia
69 Kesalah Pahaman
70 Pengumuman
71 Kesalah pahaman (2)
72 Isi Hati Cika
73 Aku harus kuat
74 Kisah Kelam Feri
75 Bertemu Tuan Cakra
76 Perilakunya Seperti Seorang Kakak
77 Cemburu
78 Di sambut hangat
79 Apakah tuan muda sakit?
80 Canda dan Tawa
81 Pernyataan
82 Tatapan yang Tajam
83 Ketegasan Kakek Edward
84 Sinta dan Lia
85 Kebijaksaan kakek Edward
86 Menepati Janji
Episodes

Updated 86 Episodes

1
Harga Diri
2
Rasa Khawatir
3
Harus Menikah
4
Rencana Pembalasan
5
Teringat masa lalu
6
Rasa Suka Padanya
7
Seperti Stalker
8
Berusaha
9
Kerja Keras
10
Kenangan bersama orang terkasih
11
Rumor yang beredar
12
Bekerja diklub malam
13
Penari Seksi
14
Mabuk
15
Perjanjian
16
Gaun Pengantin
17
Menyatakan Cinta
18
Jadi selama ini?
19
Terimakasih
20
Hari Pernikahan
21
Kembali Bertemu
22
Misi Pertama
23
Biar waktu yang berbicara
24
Mendapat Serangan
25
Serangan Balik
26
Ancaman
27
Jalan-jalan
28
Bermain Bersama
29
Di Teras Mall
30
Hadiah
31
Taman bermain
32
Sebuah Alasan
33
Si Bocah Monyet
34
Mengungkapkan Perasaan
35
Kehadiran Kakek Edward
36
Pertama Kali
37
Sebuah Sapu Tangan
38
Rasa Cemas
39
Diam
40
Tidak perlu khawatir
41
Dibawah pohon yang rindang
42
Kehadiran pak Tomo
43
Seperti Bayi Penyu
44
Lia Pingsan
45
Meninggalnya Pak Tomo
46
Benci dan Cinta
47
Kebenaran Yang Tersembunyi
48
Sebuah Perasaan
49
Konflik
50
Panti Asuhan
51
Beban
52
Cinta yang Sebenarnya
53
Perasaan Rindu
54
Perihal Sarapan
55
Melepas Rindu
56
Salam Perpisahan
57
Karisma Sang Boss Muda
58
Bekerja
59
Perkataan Angga
60
Harap-harap cemas
61
Setibanya di Kota B
62
Perasaan Cemburu
63
Rencana Licik
64
Yang di Lihat oleh Lia
65
Malam Masih Panjang
66
Syal di Leher
67
Pertikaian
68
Kondisi Lia
69
Kesalah Pahaman
70
Pengumuman
71
Kesalah pahaman (2)
72
Isi Hati Cika
73
Aku harus kuat
74
Kisah Kelam Feri
75
Bertemu Tuan Cakra
76
Perilakunya Seperti Seorang Kakak
77
Cemburu
78
Di sambut hangat
79
Apakah tuan muda sakit?
80
Canda dan Tawa
81
Pernyataan
82
Tatapan yang Tajam
83
Ketegasan Kakek Edward
84
Sinta dan Lia
85
Kebijaksaan kakek Edward
86
Menepati Janji

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!