EMPAT

"What do you want to your breakpast, this morning, Dear?" Mata biru wanita itu berbinar menatapku.

Aku tak berkedip mengawasinya.

"Okay ...," ucapnya karena aku hanya diam saja. Kedua sudut bibir pucat itu tertarik ke atas. Tangan wanita itu bergerak gelisah.

"Betty sedang membuatkan sup hangat untukmu. Sementara minumlah sedikit air hangat dulu," ujarnya lagi. Tangan wanita bermata biru menuang air dari dalam teko ke sebuah cangkir yang ada di atas meja bulat.

Krieeek .... Pintu kamar dibuka dari luar. Sesosok pria setengah baya dengan wajah pribumi masuk dengan raut muka dingin.

"Bagaimana keadaannya?" Pria itu bicara pada wanita bermata biru.

"Come on, Sam. Apa kamu tidak merindukannya? Bicaralah padanya, Sam! Dia pun pasti merindukan kamu," jawab yang wanita.

Aku menatap kebingungan pada dua manusia di hadapanku. Mereka sedang bicara apa?

"Look at your daughter, Sam!" Wanita itu memutar bahu pria yang ia panggil Sam menghadap ke arahku.

Pria itu menatapku tanpa ekspresi. Sangat berbeda dengan wanita bermata biru. Ia menghela napas berat sebelum kemudian bicara.

"Selena ... kau baik-baik saja, Sayang?"

Aku diam. Sungguh aneh saat mereka menyebut nama Selena di telingaku. Nama itu terasa asing.

"Selena, Sayang. Deddy bicara padamu." Wanita bermata biru mengerlingkan mata ke arahku.

"Uhuk ... uhuk!" Aku terbatuk memegangi leher. Tenggorokanku sangat kering.

"Owh ... minumlah dulu!" Wanita itu tergopoh menyodorkan air di cangkir padaku.

Gemetar tanganku menerima secangkir teh hangat itu. Kureguk pelan sampai tandas isinya. Tak peduli pada dua pasang mata yang tengah memandang lekat padaku.

"Selamat pagi Mister, pagi Madam." Sekarang ada wanita bertubuh kecil memasuki ruangan kamar. Di tangannya kulihat ada sebuah mangkuk berada di atas tatakan yang mengepulkan asap. Aroma sedap menguar.

"Selamat pagi Selena. Syukurlah kau sudah bangun," ujarnya mendekatiku. "Aku memasak sup kacang merah kesukaanmu. Mari sarapan dulu."

Wanita ini pun aku tak pernah melihatnya. Tapi, dia tampak lebih luwes dari dua orang yang lain.

"Senang melihatmu baik-baik saja, Sel. Kami sangat mengkhawatirkanmu. Makanlah dulu!"

"Siapa kamu?"

"Astaga ... kamu kenapa Selena?" Mata kecilnya membesar beberapa detik.

"Dia lupa pada kita Betty."

"Ya Tuhan." Wanita yang dipanggil Betty menggeleng-geleng.

"Aku akan keluar dulu." Laki-laki yang bernama Sam bergegas meninggalkan kamar.

Sup kacang merah hangat sekarang sudah ada di peganganku. Aromanya sangat sedap. Sepertinya enak. Dia bilang tadi ini makanan kesukaanku. Tapi ... kenapa aku lupa seperti apa rasanya.

***

Di luar masih terang. Lamat-lamat dapat kudengar suara air. Usai sarapan aku ketiduran. Tubuh sangat lelah.

Penasaran, kedua kaki pun turun dari tempat tidur menuju jendela yang terbuka. Leherku memanjang melongok ke luar. Sepi.

Saat menuju pintu keluar, langkahku terhenti di depan sebuah cermin besar yang ada di kamar.

Kupandangi lekat sosok pada cermin. Tampak seorang wanita muda berkulit putih bersih mengenakan piyama bermotif polkadot. Bentuk wajah oval dengan hidung bangir. Mata yang indah dengan bulu lentik. Cantik sekali. Inikah wajahku?

Bibir merahku tersenyum memandangi perban yang melilit di kepala. Tangan bergerak menekan bagian itu. "Awh ... shhh!" Mulutku meringis. Ternyata perih.

Wajah kumiringkan ke kiri lalu ke kanan, ada sedikit luka goresan di pipi. Rambut yang tadinya tergulung kugeraikan. Aku memiliki rambut hitam yang panjang dan lebat.

Mataku menyipit menatap diri sendiri di cermin. Menyadari tidak menemukan kemiripan dengan suami isteri yang mengaku orang tuaku itu. Ataukah aku perpaduan dari keduanya? Bule dan pribumi, anaknya jadi secantik aku. Aku tersenyum geli.

Kedua kakiku tertatih berjalan keluar dari kamar. Mengandalkan kaki yang masih ngilu aku berusaha mengenali tempatku berada. Rasanya seperti bayi yang baru lahir. Aku harus belajar lagi dari nol. Mengenali tempat yang asing. Orang-orang yang asing. Diri sendiripun asing.

Rumah ini tampak kokoh dan megah. Tentu pemiliknya orang yang berada. Kondisi rumah terawat. Seluruh lantai yang terbuat dari granit tampak mengkilap.

Aku terus berjalan menyusuri lorong yang ada di dalam rumah. Satu tangan berpegangan pada dinding untuk menopang tubuh. Kakiku tak cukup kuat untuk berjalan tegak.

Kedua tungkaiku mengikuti arah suara air. Seperti bunyi ombak yang menimpa pantai.

Benar ... rumah ini berada dekat dengan laut. Di bawah sana dapat kulihat ombak yang berkejaran. Posisi rumah ada di tebing pantai. Bentuk bangunannya yang tinggi lebih mirip sebuah villa.

Tak ada bangunan lain yang terlihat. Rumah ini menyendiri. Ada sebuah pohon besar yang sangat rindang. Di situ terletak bangku yang menghadap ke pantai.

Di mana aku? Kenapa ... aku tak percaya pada orang-orang di rumah ini?

Duduk di bawah pohon. Kupejamkan mata berusaha mengorek isi kepala.

"Aaargh!!" Kepalaku terasa mau pecah. Tangan meremas kuat kepala.

Aku tidak bisa mengingat apapun.

Siapa aku?

"Nona kamu kenapa? Ada yang sakit?"

Sontak mataku terbuka. Seorang pemuda tanggung berkulit gelap berdiri di hadapanku.

"Nona?" Mata bulatnya terheran-heran.

"Kamu siapa?"

"Aku Tobi. Kita belum berkenalan." Tangan kanannya terulur.

"Tobi? Apa aku pernah mengenalmu sebelumnya?"

"A-aku ... i-iya. Aku Tobias yang bekerja pada Mister Sam. Ayahmu. Tentu saja kita pernah kenal." Dia terbata.

Alisku bertaut. Aneh ... kenapa di awal tadi dia mengajakku berkenalan? Ada yang janggal.

"Ada yang bisa kubantu Nona S-selena?" tanyanya gugup.

"Tobias ... maukah kamu berteman denganku?"

"Tentu saja. Bukankan aku yang sering menemanimu bermain di pantai."

"Oh, ya?"

"Ya, apa kamu memang tak ingat?"

"Aku seperti bangun di tempat yang asing. Tolong aku untuk mengingat semuanya lagi."

"Siap Nona Selena." Ia tersenyum sumringah.

"Tobiaaas!!" Tiba-tiba Betty berlari tergopoh ke arah kami. "Kenapa kamu biarkan Selena keluar dari rumah? Dia masih sakit. Harus banyak istirahat." Wanita itu tampak tersengal.

"Aku keluar sendiri dari rumah, jangan salahkan dia!" sahutku.

"Maaf, Selena. Harusnya aku menjaga kamu. Mister Sam dan Madam sedang belanja ke kota."

"Aku bosan di kamar. Biar aku duduk di sini. Tidak usah menjagaku berlebihan. Aku baik-baik saja," sahutku sedikit ketus.

Wajah Betty tampak pias. Ia mengangguk.

"Bisa kau ceritakan apapun tentang diriku? Aku ingin mengingat lagi," pintaku.

"Apa yang ingin kau ketahui?"

"Duduklah di sini! Kau juga Tobias!" ujarku menoleh pada pemuda tanggung itu.

Mereka berdua duduk di sampingku.

"Ceritakan siapa Mister dan Madam Sam itu!"

"Mereka orang tuamu. Keduanya baik hati. Aku telah lama ikut tinggal bersama mereka di sini."

"Apa pekerjaan mereka?"

"Mister Sam seorang pensiunan militer dan Madam hanya ibu rumah tangga biasa. Tapi mereka punya beberapa villa yang tak jauh dari sini. Orang tuamu kaya sekali Selena." Ia tertawa kecil.

"Apa aku punya saudara?"

"Tidak, Sayangku. Kamu anak mereka satu-satunya. Makanya mereka sangat cemas waktu kamu kecelakaan kemaren."

Aku menoleh pada Tobias yang hanya diam saja menyimak Betty bicara.

"Kalian ada hubungan keluarga?" tanyaku, karena wajah keduanya mirip. Bentuk mata yang kecil serta rambut hitam yang keriwil.

Terpopuler

Comments

indhie

indhie

keren

2020-05-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!