Kapal telah berlabuh. Kain penutup di mataku terasa bergerak mulai dibuka. Kelopak mata masih tertutup rapat. Menunggu aba-aba dari Henry. Bunyi deru ombak yang memecah pada pantai begitu menggoda telinga.
"Sudah boleh buka mata?" tanyaku dengan mata terpejam. Setelah menunggu tak juga Henry bicara.
Henry sengaja membuatku penasaran.
"Pelan-pelan buka matanya biar gak kaget," candanya di sisiku.
Saat mata terbuka. Kami telah berada di depan dermaga yang menjorok ke laut. Sebuah pulau yang sangat indah berada di ujung dermaga. Dari kejauhan pohon-pohon kelapa tampak melambai, berbaris manis sepanjang pantai. Seakan mengucap selamat datang padaku.
Henry kemudian membantuku turun dari Kapal. Menjejakkan kaki di atas dermaga dengan jembatan kayu yang sangat panjang. Mulutku berdecak kagum. Tubuh berputar, mata terus merekam setiap sudut keindahan pulau itu.
"Bagus bangeeet. Aku suka!" Kupeluk pinggang Henry.
"Lihat air di bawah kita!"
"Wouw!! Jernih sekali. Terumbu karang di bawah air bisa sejelas ini?"
Tubuhku merunduk di pagar pembatas jembatan kayu. Mengamati pemandangan di bawah air. Bola mata melebar, mulut berguman penuh kekaguman berulang kali.
"Kamu benar, Sayang. Ini syurga yang tersembunyi. Lihat! Ikan-ikan kecil itu warnanya sangat indah! Tanganku menunjuk ikan-ikan yang lalu lalang di bawah air.
"Ayo masuk! Kita istirahat di bungalow." Henry menggamit tanganku menyusuri dermaga menuju daratan. Jembatan kayu yang sangat panjang.
"Panjang banget jembatan kayunya," keluhku. Lama berada di kapal membuat jalanku melayang.
"Capek? Hayuk naik!" Henry jongkok di depanku. Tawaran yang sangat menggiurkan.
"Asyiiik!!" Tanpa menolak aku segera naik ke punggung kokoh itu. Memeluk lehernya dari belakang.
"Berapa sih panjang jembatan ini, Yang? Kok kayaknya bungalow di depan sana kelihatan kecil."
"Lebih satu kilo."
"What?" Seketika keningku mengkerut.
"Tenang, Non. Duduk manis aja di punggung Abang. Nikmati pemandangannya!"
"Okeh Abang sayang. I love you." Kuciumi puncak kepalanya bertubi-tubi.
Henry terkekeh senang.
Beno dan pasukannya tampak mulai sibuk mengangkut barang-barang dari kapal menuju bungalow. Para pria besar itu bergerak cepat melewati Henry yang berjalan santai menggendong tubuhku.
Ada tiga bangunan yang berjajar di pulau. Bangunan semi permanen yang berbentuk panggung, sebagian terbuat dari kayu. Semuanya menghadap pantai. Salah satu bangunan paling besar ada di bagian tengah.
Kata Henry itu merupakan bangunan utama yang akan kami tempati. Sebagian anak buah Beno akan berjaga di pos yang ada di dermaga. Sebagian lagi tinggal di kapal.
***
"Pulau ini salah satu pulau kecil yang ada di kepulauan Derawan. Jangan harap bisa internetan di sini. Untuk listrik saja kita menggunakan generator," terang Henry padaku.
Kami telah berada di dalam bungalow.
Aku manggut-manggut. "Tempat ini tampak terawat. Bungalownya pun bersih. Siapa yang merawat?" tanyaku seraya melepaskan mantel serta hijab karena mulai merasa gerah.
"Ada yang merawat. Penduduk di sekitar pulau ini yang tiap hari datang membersihkan dan menjaga keamanan di sini. Sebelumnya pulau sering disewa orang asing. Beberapa selebritis malah pernah ngontrak lama buat liburan di sini, Non."
"Keren. Siapa aja?" tanyaku terkagum-kagum.
"Oprah Winfrey, Celine Dion, Rowan Atkinson ...."
Mulutku menganga. "Berarti mereka suka tempat terpencil juga."
"Hmm ... mungkin mereka butuh privasi untuk menghabiskan liburan. Tinggal di pulau seperti ini, orang akan merasa dunia milik sendiri." Henry menghempaskan tubuh di atas tempat tidur
Aku ikut menghempaskan tubuh di sampingnya. Kamar ini di desain mirip kamar pengantin. Tempat tidur dengan kelambu indah berwarna putih menjuntai hingga ke lantai. Beberapa jendela besar terbuka lebar menghadap ke pantai sehingga angin segar bisa masuk dengan leluasa ke dalam kamar. Tidak butuh AC lagi di tempat ini.
Ukuran kamar cukup luas dengan nuansa dinding kayu hingga semakin terasa natural. Dihiasi ornamen-ornamen laut yang menempel manis, berupa bintang laut serta cangkang kerang.
"Dekorasi kamar ini manis banget. Aku suka."
"Opah sendiri yang membuat konsepnya."
"Opah yang menyenangkan."
"Hu' um." Henry memiringkan tubuhnya ke arahku. Jari-jarinya menyibak anak-anak rambut yang menutupi sebagian wajahku.
"Beno sama anak buahnya selama di sini akan tinggal di kapal. Jaga pos di dermaga. Supaya kamu bisa lebih leluasa."
"Makasih suamiku. Ngapain mereka di sana?"
"Jaga keamanan sekalian mancing ikan buat kita."
Aku tertawa kecil. "Curang ... mereka yang capek mancing. Kita yang enak makan."
Henry meraih tubuhku ke pelukannya. "Tempat ini akan membuat kita fokus satu sama lain, karena hanya ada aku dan kamu. Tak ada sinyal internet yang mengganggu." Bibirnya kemudian melekat di keningku.
"Entar kita ngapai aja di sini?" Kubenamkan wajah di curuk lehernya.
"Selain fokus bikin anak, entar kita main pasir sampai puas." Henry terkekeh mempermainkan rambutku.
"Main pasir doang?"
"Kamu maunya apa?"
"Kerenan dikit dong, Sayang. Main snorkling kek, naik jet ski atau surfing," protesku seraya memainkan baju kaosnya yang tipis.
"Dih ... isteriku sukanya yang ekstrim-ekstrim. Emang berani? Entar belajar sama Beno serba bisa tuh dia." Tangannya membelai rambutku.
"Ogah ah. Maunya sama kamu aja. Main pasir aja kalo gitu. Gak papa, deh," ujarku sambil mencubit-cubit otot dadanya yang keras. Henry tertawa kecil menanggapiku.
"Bobok, yuk! Capek kan?"
"Hu' um." Kulingkarkan tangan di pinggangnya.
Suara debur ombak di luar sana seperti nyanyian yang membuai. Mata sipit Henry semakin rapat. Angin bertiup sepoi. Aroma maskulin dari tubuh suami kian menenangkan. Tak beberapa lama mataku pun ikut terpejam.
****
Henry ternyata jago mengendarai jet ski. Aku sangat girang kalau kami di pulau bukan cuma bermain pasir. Ada-ada saja suamiku itu.
Berhari-hari waktu kami lewati dengan sangat menyenangkan. Di pulau aku bisa leluasa karena Beno dan anak buahnya tak menampakkan diri saat siang hari. Mereka sengaja memancing ke tengah laut.
"Anggap saja saat ini kita adalah Adam dan Hawa yang baru turun ke dunia. Lihat hanya kita yang ada di sini!" ujar Henry dengan suara nyaring karena harus beradu dengan suara ombak.
Henry membentangkan kedua tangannya. Berjalan mundur di depanku. Hanya mengenakan celana pendek dengan bertelanjang dada. Aku sendiri hanya memakai pakaian santai. Kami sama-sama bertelanjang kaki menikmati halusnya pasir pantai.
"Gak mau ah kalau seperti Adam dan Hawa. Adam dan Hawa itu turun ke dunia dalam keadaan terpisah. Diturunkan di tempat yang berbeda," sahutku.
"Oke ... bagaimana kalau Romeo and Juliet?" tanyanya dengan kepala meneleng.
"Gak mau juga. Romeo and Juliet itu kisah cintanya berakhir tragis. Dipisahkan oleh kematian."
"Arjuna dan Sinta?" Ia menyebut nama tokoh percintaan lainnya.
Aku menggeleng.
"Novita dan Sisuka?" ujarnya lagi.
Aku menggeleng lagi.
"Naruto dan Hinata?" Tambah ngawur suamiku.
"Diiih." Bola mataku berputar. Udah ngaco nih suami. Sampai tokoh kartun disebut juga.
"Aku gak mau disamain mereka. Henry dan Niken adalah pasangan romantis yang paling manis. Gak ada duanya," sahutku nyaring.
"MasyaAllah isteriku. Aku makin cinta kamu."
"Aku juga cinta kamu Henry ... suami yang paling tampan sedunia."
Tiba-tiba Henry berlari menuju pantai dengan tangan membentang sambil melompat-lompat girang. "I LOVE YOU NIKEEEN!!! I LOVE YOUUUU!!!" Ia berteriak kencang mengalahkan deburan ombak.
Aku tertawa terbahak menyaksikan kekonyolannya.
****
Malam ini hawa terasa gerah. Biasanya pertanda akan ada hujan lebat menjelang subuh. Aku belum bisa tertidur. Berbeda dengan Henry yang sudah begitu pulas di sampingku.
DOR!!!
Bunyi keras mirip sebuah tembakan membuat tubuhku terperanjat.
***
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Riki Wahyudi
bagus thor ceritanya. semangattt😊
2020-06-07
1
indhie
oke
2020-05-08
1