NTM : 2.0

Bian mengernyit. Alis tebalnya bahkan sampai bertautan rapat. Tak mengerti akan maksudku. "Kerjasama apa? Skripsi lo?"

Lalu, tiba-tiba dia tertawa kecil. Entah kenapa aku merasa ada sirat kebahagiaan yang dipancarkan oleh manik matanya. "Sudah gue duga lo bakal berubah pikiran,"

Aku mengernyit. Tak mengerti tentang maksudnya. Namun, segera kutepis kesimpulannya itu. Menyanggahnya. Membuat senyum yang tersisa di wajahnya itu pun menghilang seketika.

Aku menggeleng,"Bukan, bukan itu..."

Bian tadi sempat menyesap kopi panasnya yang baru saja tiba itu pun langsung mengangkat sebelah alisnya ke atas. "Terus?"

Sempat ada pertimbangan yang berperang di dalam dada. Antara yakin dan tidak untuk mengutarakannya. Meski sekelebat wajah kedua orang tuaku nampak di pikiranku dengan senyum lebar mereka, namun segera kuenyahkan. Aku yakin, orang tuaku pasti bisa mengerti tentang keputusanku ini. Karena tiap orang tua pasti selalu menginginkan kebahagiaan anaknya!

Meyakinkan diri sendiri, aku pun menatapnya lekat. Tepat di manik mata. Menyiratkan kilatan serius yang kusampaikan padanya. "Bi, ayo kita kerjasama gagalin pernikahan itu!"

Aku menatapnya sungguh-sungguh. Dengan senyum optimis yang tanpa sadar mulai terkebang di bibir, aku amat sangat yakin Bian pasti tak akan menolak ide cemerlangku ini.

Benar!

Karena bagaimana pun, hubungan kami yang sesungguhnya tidaklah sesederhana itu.

Jelas. Itu semua karena kami sesungguhnya adalah musuh. MU-SUH!

Untuk beberapa detik Bian menatapku. Entah dengan ekspresi apa. Jujur, kali ini tatapannya seperti ambigu, membuatku tak bisa membacanya. Apalagi memahami maksudnya. Entah apa tanggapannya yang akan dia berikan padaku selanjutnya. Mendadak rasa optimisku pun menciut seiring tatapannya yang kian... tak berminat?!

"Hemm?!" Kedua alis mataku terangkat tinggi, menanyakan jawabannya. Memastikan. Karena dia cukup lama tak merespon kecuali tatapan ambigunya itu tadi.

"Sori, gue nggak minat."

Aku terdiam kaku sesaat, begitu dia mengatakannya dengan suaranya yang lugas dan tegas. Mataku menatapnya lurus-lurus. Baru saja aku merasa perasaan tak enakku berubah menjadi kenyataan. Sekali lagi mencoba berpikir optimis. Aku yakin, pasti barusan aku telah salah dengar. "Bisa diulangi, lo tadi bilang apa?"

Kini, ganti Bian yang menatapku lurus. Matanya lebih bulat dari sebelumnya. Tipikal wajah ketus kepunyaannya. "Gue.. eng-gak-mi-nat." Ulangnya dengan penuh penekanan di tiap kosa katanya.

Kontan, seketika itu juga aku tertawa mendengus namun menatapnya dengan tatapan penuh kekesalan.

"Lo... udah nggak waras ya?!" Tanyaku tak habis pikir.

Dalam sekejap, Bian mengubah posisi duduknya. Menarik maju kursinya, mencondongkan tubuhnya ke arahku. Tatapannya begitu serius tanpa ada kilat canda sedikit pun di matanya itu. "Lo pikir mudah batalin pernikahan yang tinggal sebar undangan doang?! Persiapannya hampir sempurna, dan lo mau gue sepakat sama lo yang mau gagalin pernikahan itu? Emangnya gue bisa senekat itu??" Dia mendengus, sebelum akhirnya melanjutkan. "Nggak!!"

Aku mendadak terdiam. Terbungkam oleh ucapannya yang terlalu realistis. Tapi haruskah kita menikah sementara kita saling membenci? Terlebih untukku!

Aku menggigit bibirku tanpa sadar. Kakiku bergerak gelisah. Air mata nyaris rembes di pelupuk mataku andai saja aku tak ahli menyembunyikannya. Harapanku satu-satunya hilang, tentu saja aku bersedih! Bahkan, amat sangat dan sangat sedih!!

"Ya, itu kan, karena gue nggak tau rencana itu dari awal! Andai gue tau, gue pasti nggak akan senekat ini!" Kataku frustasi. Kalau saja tak ingat tempat, aku pasti sudah mengacak-acak rambutku sendiri, saking aku frustasinya!

Aku menatapnya lurus. Sebaliknya denganku, dia kelihatan amat santai padahal kondisi kami sedang krisis seperti ini. Apakah dia nggak menyesal sudah membuat keputusan gegabah seperti itu?!

"Lo..."

Dia yang sedang menyesap kopinya pun mengernyit. Diletakkannya gelas kopi itu. Lalu mengangkat sebelah alisnya. "Apa?!"

"Lo bukannya udah tau rencana pernikahan itu dari awal? Kenapa lo diam aja? Kenapa lo nggak coba gagalin?? Padahal lo ingat banget kan, kalau kita nggak seakrab itu sampai bisa menikah?! Boro-boro menikah! Temenan aja rasanya mustahil!!"

Dia menatapku sebentar, sebelum akhirnya berkata, "Lo juga udah tau kok. Tapi mungkin karena lo nggak ingat aja, jadi bilang kayak gitu."

Apa yang barusan dia katakan seketika membuatku berpikir keras.

___________________

P.S :

Tulisan "NTM : X.X" artinya SUDAH REVISI

sedangkan "BAB X.X" artinya BELUM REVISI

Terpopuler

Comments

Aeini Pesek

Aeini Pesek

ceritanya sagat membosankan

2020-08-27

1

Diana Syamroni

Diana Syamroni

saran jangan kebanyakan bicara sendiri bosan pembaca...semangat thor

2020-02-18

9

Miftahul Jannah

Miftahul Jannah

dasar rere egois .. mau mnang sendri ..

2020-01-16

4

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!