I. 3 - Angin Berputar, Ombak Bersabung (II)

Seperti biasa, ruangan Sang Putra Mahkota selalu dijaga. Tampak dua kesatria sedang berdiri di sisi kanan dan kiri pintu ruangan itu. Berbeda dengan Rose, mereka mengenakan zirah secara lengkap dari sepatu sampai helmnya.

Setelah memastikan siapa kami, mereka lantas memberi hormat kepadaku lalu mempersilakan kami untuk mengetuk pintu. Aku menatap Rose, mengisyaratkan supaya dia saja yang memanggil Liam.

โ€œPermisi, Pangeran. Putri Dayna telah datang menemui Anda.โ€

Tidak ada jawaban.

โ€œPangeran, Putri Dayna datang menemui Anda,โ€ Rose sedikit meninggikan suaranya.

Kami tunggu sebentar, tetap tak ada jawaban yang datang. Khawatir kalau terjadi sesuatu, tanpa pikir panjang aku langsung masuk ke dalam ruangan, diikuti Rose yang mengekor di belakangku.

Walau hanya sebatas ruangan pribadi, ruangan ini sudah cukup luas untuk memuat meja kerja, rak buku, dua bangku berhadapan serta meja tamu yang masing-masing disusun sebaris menghadap ke pintu masuk.

Kulihat ada banyak lembaran-lembaran kertas yang berserakan di atas meja, tapi tak ada satupun orang di ruangan ini.

โ€œDi mana Pangeran William?!โ€ Panik, Rose langsung keluar sembari berteriak kepada para kesatria penjaga itu.

โ€œDari tadi kami tidak melihat Pangeran keluar,โ€ jawab salah seorang penjaga yang juga langsung memasuki ruangan.

โ€œTapi, dia tidak ada di sini!โ€ Sekali lagi, Rose menyentak mereka dengan cukup keras.

โ€œTenang Rose. Tak perlu panik,โ€ sahutku cepat seraya memberi gestur tangan supaya para penjaga itu tetap berada di ruangan ini.

Demi Raphael, sudah berapa kali aku harus menghela napas hari ini? Sungguh merepotkan. Aku pikir kebiasaan buruknya itu sudah hilang, ternyata belum, ya? Dengan teliti aku melangkah mengitari ruangan, dan benar saja di balik meja kerja yang lebarnya cukup panjang itu, aku mendapati seorang anak laki-laki sedang tertidur pulas di lantai.

Karena dia begitu mirip denganku, tak perlu kudeskripsikan ciri-cirinya secara terlalu spesifik. Yang penting wajahya tentu rupawan dengan mata biru dan rambut pirang pendek. Tinggi badanya saat ini kira-kira sama denganku meskipun umur kami terpaut 3 tahun. Dia juga mengenakan setelan formal bercorak biru Avirona, sama seperti yang aku kenakan saat ini.

Padahal kami bukanlah saudara kandung, tapi entah mengapa kami begitu mirip. Mungkin satu-satunya pembeda hanyalah wajah kami yang saling merepresentasikan ayah-ibu masing-masing.

Kulihat kembali, di atas meja kerjanya terdapat banyak lembaran kertas, dokumen, buku, dan barang-barang yang tak tertata dengan rapi. Parahnya lagi, ada teko dan cangkir penuh teh yang diletakan di dekat dokumen yang kelihatannya penting itu.

Sebenarnya aku ingin Rose saja yang membangunkannya. Namun, karena aku yakin dia pasti tidak merasa nyaman, maka aku sendirilah yang melakukannya.

โ€œOi! Liam, bangun! Kamu tadi memanggilku ke sini, kan?โ€ Aku mencubit-cubit pipi bulatnya itu.

Sementara dia hanya mengolet sambil berkata, โ€œNgh, sudah saatnya sarapan, kah?โ€

Lonceng istana berbunyi tak lama setelah dia berkata begitu, menandakan bahwa saat ini tepat pukul 6 malam. Aku penasaran seberapa berat pekerjaannya, sampai-sampai dia ngelantur jauh begitu.

โ€œIya, dan Yang Mulia Arthur meminta Anda untuk sarapan dua mata dengannya. Katanya ada hal penting yang harus dibicarakan.โ€ Aku mencoba menyelaraskan intonasiku seperti suara pelayan kami.

Sekejap Liam langsung terbangun sambil mengeluarkan kalimat khasnya secara tidak sadar. โ€œArgh! Bisakah dia menunggu sebentar? Ganggu tidurku saja!โ€

Melihat kami yang ada di hadapannya, geraknya macet untuk sesaat. Dia lantas menatapku dengan sinis, sementara aku hanya bisa menutupi senyum kucingku.

Tak butuh waktu lama, setelah itu Liam langsung bangun, merapikan setelannya kemudian memandangi kami seraya berkata kepada para penjaga, โ€œTak apa, kalian bisa meninggalkan kami.โ€

Setelah memberi hormat, penjaga-penjaga itu langsung keluar meninggalkan ruangan.

โ€œSekali lagi, terima kasih atas bantuanmu hari ini Rose. Karena sudah mulai larut kamu boleh meninggalkan kami.โ€ Liam mempersilakan Rose untuk menyudahi pekerjaannya hari ini.

โ€œBaik, kalau begitu saya undur diri. Tolong jaga diri Anda.โ€

Aku dan Rose saling melambaikan tangan sebagai salam perpisahan. Kini dalam ruangan, hanya menyisakan kami berdua. Tanpa disuruh, aku langsung duduk di bangku kiri yang berarah siku dari meja kerja Liam. Sambil mencamil kudapan yang telah disediakan di atas meja, aku menunggunya untuk mengatakan sesuatu.

โ€œTerima kasih telah meluangkan waktumu untuk menemuiku, Ayunda.โ€

Ayunda? Kelakar macam apa ini? Tak biasanya dia memanggilku demikian.

Aku menatapnya sekilas, kemudian kembali mencemil kudapan yang telah disediakan.

โ€œAyunda! Mohon, sertakan aku dalam ekspedisimu!โ€

Huhโ€ฆ?

Ekspedisiโ€ฆ?

Ekspedisi apaanโ€ฆ?

...----------------...

...----------------...

# Kilas Balik

Sekitar 3 bulan yang lalu, aku berkunjung ke perpustakaan yang letaknya bersebelahan dengan Akademi Amary, tempatku mengajar saat ini.

Di sana, aku menyempatkan diri untuk membaca kumpulan laporan penelitian lawas yang tidak dipublikasikan secara umum oleh pihak kerajaan. Kala itu ada satu laporan yang berhasil membuat keningku berkerut.

...----------------...

โ€œ๐๐„๐Œ๐๐„๐๐€๐‘๐€๐ ๐€๐ƒ๐€๐๐˜๐€ ๐“๐„๐‘๐€๐“๐€๐ˆ ๐„๐Œ๐€๐’, ๐Ž๐‹๐„๐‡ ๐–๐€๐‘๐“, ๐“๐€๐‡๐”๐ ๐Ÿ๐Ÿ’๐Ÿ‘๐Ÿ“ ๐€โ€.

Judul yang aneh untuk sebuah laporan resmi, pantas saja laporan ini tidak dipublikasikan. Lagian, Wart itu siapa?

Setidaknya aku sudah membaca puluhan laporan-laporan lawas. Namun, belum sekalipun aku melihat namanya disebut dalam laporan manapun. Yah, tapi siapa peduli? Aku sendiri tidak pernah mempermasalahkan nama ataupun judul, karena yang terpenting adalah isinya, kan?

Sebelum membuka laporan, seperti biasa aku selalu mengamati bentuk dan cetakannya. Meskipun sudah berusia 41 tahun dan diletakkan di bagian arsip, laporan ini masih tampak terawat. Tak ada tekukan, kerutan, maupun coretan pada lembar sampulnya. Ah, sepertinya gaji para pustakawan perlu dinaikkan lagi.

Setelah merasa puas dengan kondisi laporan yang masih bagus, aku lantas membukanya dengan hati-hati kemudian mulai membaca abstraknya.

๐’ฏ๐‘’๐“‡๐’ถ๐“‰๐’ถ๐’พ ๐ธ๐“‚๐’ถ๐“ˆ, ๐“€๐‘’๐’ท๐’ถ๐“ƒ๐“Ž๐’ถ๐“€๐’ถ๐“ƒ ๐‘œ๐“‡๐’ถ๐“ƒ๐‘” ๐“…๐’ถ๐“ˆ๐“‰๐’พ ๐“‚๐‘’๐“ƒ๐‘”๐’พ๐“‡๐’ถ ๐’ท๐’ถ๐’ฝ๐“Œ๐’ถ ๐“€๐‘’๐’ท๐‘’๐“‡๐’ถ๐’น๐’ถ๐’ถ๐“ƒ๐“ƒ๐“Ž๐’ถ ๐’ฝ๐’ถ๐“ƒ๐“Ž๐’ถ ๐’ถ๐’น๐’ถ ๐’น๐’ถ๐“๐’ถ๐“‚ ๐’น๐‘œ๐“ƒ๐‘”๐‘’๐“ƒ๐‘”. ๐’ฉ๐’ถ๐“‚๐“Š๐“ƒ, ๐“‰๐’พ๐’น๐’ถ๐“€ ๐’น๐‘’๐“ƒ๐‘”๐’ถ๐“ƒ๐“€๐“Š! ๐’Ÿ๐‘’๐“‚๐’พ ๐‘…๐’ถ๐“…๐’ฝ๐’ถ๐‘’๐“ ๐’ด๐’ถ๐“ƒ๐‘” ๐’œ๐‘”๐“Š๐“ƒ๐‘”! ๐’œ๐“€๐“Š ๐“‚๐‘’๐“๐’พ๐’ฝ๐’ถ๐“‰๐“ƒ๐“Ž๐’ถ ๐“ˆ๐‘’๐“ƒ๐’น๐’พ๐“‡๐’พ ๐’น๐’พ ๐’ž๐’ถ๐“‚๐“๐’ถ๐“ƒ๐“ƒ! ๐‘€๐‘’๐“ƒ๐‘”๐’ถ๐“‚๐’ท๐’ถ๐“ƒ๐‘” ๐’น๐’พ ๐’ถ๐“‰๐’ถ๐“ˆ ๐’น๐’ถ๐“ƒ๐’ถ๐“Š! ๐’ฒ๐’ถ๐“‡๐“ƒ๐’ถ๐“ƒ๐“Ž๐’ถ ๐‘’๐“‚๐’ถ๐“ˆ ๐’ท๐‘’๐“‡๐“€๐’พ๐“๐’ถ๐“Š! ๐“…๐‘’๐“‡๐“ˆ๐’พ๐“ˆ ๐“ˆ๐‘’๐“…๐‘’๐“‡๐“‰๐’พ ๐“Ž๐’ถ๐“ƒ๐‘” ๐’ถ๐’น๐’ถ ๐’น๐’ถ๐“๐’ถ๐“‚ ๐’น๐‘œ๐“ƒ๐‘”๐‘’๐“ƒ๐‘” ๐’ข๐’ถ๐’น๐’พ๐“ˆ ๐’Ÿ๐’ถ๐“ƒ๐’ถ๐“Š!

Baik, cukup sampai di sini. Walaupun ditulis dengan tulisan bersambung yang rapi, kewarasan Wart masih perlu dipertanyakan lagi. Apakah dia menulis dalam keadaan tak sadarkan diri? Atau dia hanya mendapat wangsit yang berlebih? Entahlah, yang penting abstraknya benar-benar tak berkaidah.

Kecewa dengan ekspektasiku sendiri, aku mengembalikan laporan yang bercetak tipis itu ke rak bagian atas. Kini perhatianku teralih ke dongeng Gadis Danau yang sebenarnya sudah pernah aku baca ketika masih kecil. Memang dalam dongeng itu dikisahkan adanya teratai emas, tetapi keberadaannya hanya sekadar disebutkan dan tak mengambil peran penting dalam alur kisah utama.

Tunggu sebentar. Gadis Danau?

Merasa pengetahuanku masih dangkal, aku lantas mencari dongeng itu di perpustakaan. Beruntungnya bagian fiksi berada di lantai yang sama dengan bagian arsip. Jadi, tak butuh waktu lama bagi seorang kutu buku sepertiku untuk menemukannya.

Dikarenakan Gadis Danau adalah dongeng yang pendek, dan berkat kemampuan membacaku yang cepat, aku hanya memerlukan waktu sekitar seperempat jam untuk menyelesaikannya. Setelah selesai membaca, aku akhirnya menyadari kalau dongeng yang bertemakan romansa itu ternyata diambil dari kisah nyata.

Kalau teratai emas itu benar adanya, menurut Gadis Danau seharusnya lokasinya berada di Negeri Lionne. Namun, mengapa Wart menyebut bunga itu ada di Camlann. Aneh sekali, apa tadi aku tak membacanya dengan benar? Sepertinya perlu kupastikan lagi.

Aku mengambil kembali laporan itu, lalu membaca abstraknya sekali lagi sampai tuntas. Gaya tulisan dan tata bahasa orang ini, sulit kupercaya, tetapi firasatku mengatakan kalau dia memang tidak berbohong.

Menyadari fakta yang tentu masih abu-abu itu, aku langsung membalik laporan itu ke halaman selanjutnya, berharap ada sesuatu yang mengejutkanku. Dan benar saja, halaman selanjutnya memang mengejutkanku, kenapa? Karena halaman-halaman selanjutnya sampai ke lembaran terakhir, semuanya serba putih polos. Tak ada satupun goresan tinta yang terlihat.

Apa maksudnya ini?

Aku mematung untuk waktu yang cukup lama. Berpikir, berpikir, dan berpikir sebelum akhirnya memutuskan untuk mengurai beberapa petunjuk yang ada.

Wart? 1435 A? Camlann?

Di seluruh penjuru Avirona, seharusnya tak ada lagi orang dengan nama tunggal. Bahkan yatim piatu di panti asuhan pun semuanya punya nama belakang. Namun, mengapa orang ini bernama tunggal? Apa Wart hanya nama samaran?

Tahun 1435 A adalah tahun di mana terjadinya perang kecil di Camlann, daerah tandus yang terletak di utara Shalovka. Aku tak tahu persis bagaimana detailnya, tapi yang pasti perang kecil itu terjadi hanya karena kesalapahaman.

Perlahan, namun pasti. Aku akhirnya dapat menarik benang merah dari petunjuk-pentunjuk yang ada. Pada saat itu juga, aku langsung mencari biografi kakekku.

Tidak salah lagi, satu-satunya alasan mengapa laporan tak lengkap dengan abstrak tak berkaidah dapat diterima ialah karena pembuatnya adalah putra mahkota kala itu, Arthur Caledonia.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!