Kinanti memasuki kantor, langkanya berubah pelan ketika tau ada guru senior yang sedang terlelap.
Nampaknya mereka lelah setelah mengajar dan ingin sedikit rebahan, tapi ternyata malah keterusan tidur.
" Jangan berisik bu, pak Hartono sedang mimpi indah.." suara seorang guru laki laki yang duduk tepat di samping meja pak Hartono.
" Wah.. bisa dosa besar saya kalau sampai pak Har bangun.." balasku pada pak Tyo, guru olahraga.
" pak Har sedang mimpi makan makan di lesehan sepertinya.." imbuh pak tyo sambil cekikikan,
" huss..! kalian ini mentang mentang muda, kuwalat nanti.. pak Har itu yang paling tua disini..?!" peringat guru kelas 6 pada kami, namanya bu Ninik usia beliau sekitar 45 tahun, sedangkan pak Har sudah 50 tahun atau lebih mungkin, yang jelas beliau mendekati masa pensiun.
" Ampun bu Nik.. pak Tyo itu lho yang duluan.." ucap Kinanti sembari meringis bersalah.
" Kan saya benar bu Nik, pak Har sedang mimpi indah.. kasian kalau di ganggu.." jawab pak Tyo yang usianya hampir sama dengan Kinanti, ia seorang bujang yang tak kunjung menikah juga, sehingga Kinanti sering di jodoh jodohkan dengan pak Tyo.
" bangunkan pak Har, sudah jamnya pulang ini kasian.. nanti beliau malah kesorean.." perintah bu Nik pada pak Tyo.
Kinanti berjalan kaki keluar dari gerbang sekolah,
" Mau bareng saya bu?" tanya Tyo dari arah belakang, dia menghentikan motornya.
" Orang kost saya dekat pak Tyo.. jalan kaki saja.." tolak Kinanti.
" Mbok ya sekali kali mau bareng saya bu.. biar hati saya ini lega.." gumam Tyo,
" pak Tyo ngidam mbonceng saya?" Kinanti tertawa renyah,
" Ya wes.. monggo.." Kinanti mundur dan duduk menyamping di jok belakang motor matic berwarna hitam itu.
" Nah.. akhirnya.. pegangan nggeh bu.."
" eh.. tidak lucu kalau di lihat murid kita pak, pake pegangan segala..?"
" Anggap saja saya ini ojek bu.." ujar Tyo lalu menjalankan motornya dengan hati hati sampai depan rumah kost Kinanti.
" Makasih lho pak.." ujar Kinanti setelah turun,
" alhamdulillah selamat sampai tujuan, saya ndak disuruh mampir ini?" tanya pak Tyo penuh harap.
" Aduh pak.. bercandanya jangan terlalu ah, sudah.. bapak pulang saja, banyak yang melihat.." ucap Kinanti sembari mengusir pak Tyo secara halus.
" Owalah.. ya sudah, kalau begitu saya pulang, sampai jumpa besok di sekolah.." pamit pak Tyo sembari tersenyum dan langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Kinanti.
" Wah.. diantar pak Tyo?" teman satu kostnya keluar, namanya dini.
" Iseng saja.. selalu nawarin tak tolak, lama lama juga kasian.." jawab Kinanti sembari melepas sepatunya.
" Awas.. tresno jalaran soko kulino Nan, lama lama jatuh cinta sama pak Tyo kamu.."
" Ah.. lambemu Din.."
" Lah iyo, pak Tyo kelihatan sekali menaruh hati padamu.. kau saja, yang tidak peka.. atau memang pura pura nggak peka.." Dini mengikuti langkah Kinanti masuk kedalam kamar kostnya.
" Jangan bahas sesuatu yang tidak pernah ku pikirkan sedikit pun.. aku belum ada niatan menjalin hubungan dengan siapapun.." lanjut Kinanti ketika sudah sampai di dalam kamar kostnya yang berukuran 3x3 itu.
" Sampai kapan?"
" kau sendiri.. belum menikah kok, kenapa ribut sekali dengan hidupku.."
" tapi aku kan sudah bertunangan, 5 bulan lagi calon suamiku pulang tugas kami langsung menikah kok, tunggu undangannya nanti ya!" Dini melotot,
" Iya iya.. tak tunggu.." Kinanti tersenyum, ia mulai mengganti bajunya satu persatu.
Diantara keduanya itu sudah hal lumrah, tidak ada rasa malu lagi.
" Pokoknya di resepsi pernikahanku nanti kau harus bawa pasangan, pak Tyo juga tidak apa apa.. di tidak memalukan klo di gandeng kemana mana Nan..?!"
" mulai lagi.." ujar Kinanti malas,
" atau ku kenalkan pada teman teman calon suamiku ya.. mereka masih banyak yang bujang..!"
" Aku jelek begini, siapa mau denganku.. apalagi teman teman suamimu abdi negara semua.." Kinanti nyengir, itu sesungguhnya hanya alasan saja, intinya dia malas menjalin hubungan.
" Ah, kau ini bisa saja kalau merendahkan dirimu sendiri.. kau ini tidak jelek, kalau kau jelek mana mungkin banyak yang mengharapkan mu yang seperti batu ini!" Dini kesal sekali, namun Kinanti hanya tertawa.
Damar menyelesaikan kelas nya sore ini, Ia berpapasan dengan beberapa mahasiswa.
" Sore pak Damar.." sapa beberapa mahasiswi yang sejak tadi menunggunya lewat.
" Sore," jawab Damar memberi sedikit senyum.
" Aduh, senyumnya bikin rontok! kenapa sih aku dulu tidak masuk sastra indonesia..?!" ucap salah satu mahasiswi yang mengagumi sosok Damar.
" Eh, tidak heran apa, ganteng, tinggi, pinter.. kok belum nikah nikah.. jangan jangan tidak suka yang feminim, tapi yang gagah.." celetuk salah satu mahasiswi,
" Huss! ngadi ngadi!"
" kan sekarang lagi musim..?"
" wah.. kalau itu benaran, bisa patah hati anak anak sastra indonesia yang mengagumi pak Damar.. mana senyumnya manis kayak gula berkilo kilo.. bisa bikin diabetes..!" keluh mahasiswi satunya.
" Jangan menggosip yang tidak jelas, kasian kalau itu tidak benar..!" sahut satu mahasiswa laki laki yang kebetulan mendengar perbincangan itu.
" Ih, apa sih tiba tiba nimbrung!"
" kalian itu, ngomongin orang nggak kira kira.." ujar pemuda jurusan sastra indonesia itu segera berlalu namun tetap meninggalkan pandangan mengawasi.
" Pak Damar, sudah mau pulang?" tanya seorang rekan kerjanya, berjalan ke parkiran menyusul Damar yang sudah naik ke atas motor trailnya.
" Iya bu, kebetulan saya sudah tidak ada kelas.."
jawab Damar santai.
" Saya kebetulan juga mau pulang, apa boleh bareng?"
Damar berfikir sejenak,
" mobil ibu kenapa?" tanyanya kemudian,
" di bengkel pak.. gimana, bisa ya?" tanya teman kerja wanitanya itu penuh harap.
" Bukannya ada pak Andri, beliau juga pulang kok, bukannya tidak mau membantu bu.. tapi sudah mulai mendung.. lebih baik dengan pak Andri saja, beliau bawa mobil.."
Perempuan di hadapan Damar itu diam seketika, wajahnya tiba tiba masam, padahal tadi cerah seperti matahari pagi.
" Ya sudah ya bu.. saya duluan, maaf lhoo.." ujar Damar memakai helm nya, dan tanpa basa basi lagi berlalu pergi mengendarai motornya.
" Ahahaha!!!" terdengar suara gelak tawa dari arah belakang, membuyarkan pandangan perempuan yang fokus menatap punggung Damar menghilang di kejauhan.
" Gagal maning gagal maning.. yang sabar ya bu Tia!" ujar pak Andri sembari masih terus tertawa.
Sekitar 40 menit Damar mengendarai motornya, kecepatannya tentunya lumayan, karena biasanya jarak itu di tempuh selama 1jam.
Ia menjauh dari arah kota menuju kabupaten,
lalu memasuki gapura perkampungan, berkendara lagi sekitar 15 menit.
" Mas Damar!" panggil seorang gadis berusia 20 tahun dari halaman depan rumah yang cukup luas, ada 4 rumah berjajar dan hanya terpisahkan oleh pagar tanaman, sementara dua rumah lainnya menjadi satu halaman.
4 rumah itu terlihat cukup besar dan mewah di daerah perkampungan itu.
Sementara sekitar 50 meter terdapat gudang gudang besar, itu lebih mirip pabrik karena bangunannya beratap tinggi.
Di salah satu bangunannya terdapat tumpukan kayu kayu besar yang belum di potong, beberapa truk juga terparkir di depan bangunan pabrik itu.
Antara rumah dan pabrik itu di pisahkan oleh tanah yang di tanami padi.
Damar memasukkan motornya ke dalam garasi salah satu rumah itu, bangunannya bercat putih dan memiliki dua pilar yang besar di terasnya.
Berbeda dengan tiga rumah lainnya yang bercat mencolok dan terkesan lebih mewah.
" Mas! aku ada tugas?!" gadis yang memanggil Damar tadi berjalan mendekat.
" Kerjakan sendiri.." jawab Damar melepas helmnya.
" Susah mas?" gadis itu manja,
" siapa suruh masuk sastra inggris.. kalau kau sudah memilih itu harusnya kau bertanggung jawab dengan pilihanmu.." suara Damar datar, ia berjalan ke arah pintu, membukanya dengan kunci.
" Jangan menggangguku, pekerjaanku banyak.." ujar Damar sabar.
" Bantu aku mas, setidaknya berikan aku sedikit petunjuk.." gadis itu tetap mengekor di belakang Damar.
Damar melepas jaketnya sehingga kemeja hitam bergaris navy nya itu terlihat.
" Kau tidak mendengarkan dosen mu bicara? apa kau melamun dan melakukan hal lain saat di kelas?" tanya Damar dengan tatapan serius, ia lelah terus membantu gadis di hadapannya itu.
Damar menghela nafas ringan ketika gadis itu tak kunjung menjawab.
" Mas mau ke pabrik setelah ini, sampai malam,
tugasmu besok saja ku bantu.. besok aku tidak mengajar.." ujar Damar sembari mengambil air putih segelas dan meminumnya.
" Benar ya mas?"
Damar mengangguk,
" dengarkan, mas tidak selalu ada untuk membantumu.. lain kali dengarkan dan belajarlah dengan sungguh sungguh, biaya kuliah itu tidak sedikit.. jangan main main.." nasehat Damar,
" iya mas.. iya.." gadis itu tersenyum cerah dan mengangguk.
" Oh ya, tadi ada kiriman dari mbak Winda.." gadis itu menyerahkan sebuah kotak makan yang di masukkan ke dalam kantong kresek.
" Opo iki?" Damar menerimanya,
" lontong sayur, dari mbah Uti.."
Raut wajah Damar langsung berubah,
" Sudah ada labelnya ini.."
" WENAK!" ujar keduanya bersamaan.
" ya wes, mas Damar maem sek.. aku mau kerumah mbak Winda dulu, dia sedang repot masak untuk ulang tahun bagas.."
" Bagas? kapan? lusa mas.. sekarang kita sibuk kupas kupas bumbu.."
" hemm.. ya sudah.." jawab Damar.
Gadis itu berbalik dan berjalan ke arah pintu keluar, tapi Damar memanggilnya.
" Kaila..!" Damar memberi kode untuk kembali mendekat.
" Apa mas?" jawab Gadis itu buru buru kembali berjalan ke arah Damar.
" Buat jajan.." Damar mengeluarkan selembar uang berwarna merah dari saku celananya.
" hihihi.." wajah gadis itu lebih sumringah di banding tadi.
" Wes, sana.." ujar Damar menyuruh Kaila pergi.
Damar pergi mandi, setelah itu dia memakan lontong sayur yang di bawa Kaila tadi.
Setelah itu ia segera keluar dari rumahnya.
Senja sudah lewat, dan Damar berjalan tenang melewati sawah yang memisahkan rumahnya dan pabrik.
Suasana sudah lenggang, karena banyak pegawai yang pulang, hanya beberapa orang saja yang lembur.
" Pak?" sapa Dimas pada satu satpam yang sedang berjaga di depan pabrik kecil itu.
" Inggih mas.. mau ngecek tho mas?"
" nggih pak.." jawab Damar melempar senyum, ia tidak hanya mengecek, tapi juga ikut bekerja.
Saat yang lain pulang lembur ia juga baru ikut pulang.
Tak jarang Damar juga bekerja sendiri sampai pagi, membantu memotong kayu kayu kecil menggunakan mesin.
Damar termasuk laki laki yang cukup ramah dan sederhana di mata orang orang, tak jarang dia sering memberi bonus, tidak seperti keluarganya yang lain yang sedikit acuh pada masyarakat sekitar.
Setahun ini, pabrik berkembang dengan baik setelah berada di tangan Damar, tidak seperti sebelumnya.
Keluarga Damar memang termasuk keluarga terpandang di kampungnya, tapi ada beberapa sikap Arogan dari keluarga besar Damar yang membuat pandangan masyarakat kurang begitu baik pada keluarganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Mrs. Labil
wahgh senangnya dpt uang jajan 🤑
2024-05-20
1
Mrs. Labil
🤣🤣🤣
2024-05-20
1
anisa f
hihihi 🤭
2024-02-01
1