Damar Untuk Kinanti
Seorang Wanita berusia 25 an sedang duduk disamping ibunya, ia menaruh sepiring bubur yang sudah di masaknya lumayan lama,
" Makan sendiri atau Kinan suapi bu?" tanyanya pada ibunya, yang entah kenapa ngotot sekali memaksanya pulang, padahal meskipun sakit biasanya ibu paling tidak suka ia sering sering ijin kerja dan pulang.
" Ibu bisa makan sendiri.." jawab ibunya mengambil piring itu dan mulai memakan bubur buatan anaknya.
Kinanti, nama perempuan berusia 25 tahun itu, ia tetap duduk tenang disamping ibunya sembari terus membaca beberapa lembar kertas yang di bagikan kepala sekolah tadi pagi, sebelum dirinya meminta ijin selama 3 hari.
Beberapa lama kemudian, setelah ibunya selesai makan, ibunya mulai membuka pembicaraan yang sebenarnya selama ini sangat di hindarinya.
" Dia teman baik Almarhum Aji nduk.." ujar perempuan berusia 55 tahun itu pada putrinya yang sedang sibuk membaca.
" Lalu kenapa ibu memilihnya, dan kenapa aku harus menikah dengannya?" tanya Kinanti dengan wajah bimbang bercampur bingung.
" Tidak ada yang memaksamu menikah dengannya, ibu hanya memberimu pilihan yang baik.." jawab ibunya sabar.
" bukan pilihan yang baik.. tapi ini balas budi kan bu? karena ia yang membiayai kuliahku sampai lulus?!" nada Kinan sedikit tak terima, kenapa ia harus menikah dengan orang yang sama sekali tak di kenalnya, apalagi harus menikah dengan dasar balas budi, kinanti merasa itu aneh sekali.
" Dia tidak meminta balasan nak, dia membiayai mu di karenakan rasa bersalahnya pada Aji.."
" jadi dia kan yang membalas budi pada mas Aji, dia boleh merasa bertanggung jawab padaku karena meninggalnya mas Aji, tapi dia tidak perlu menikahi ku bu.." tukas kinanti, ia sedikit keras kepala dalam hal ini, itu karena ia mempunyai kenangan yang buruk perkara hubungan antara laki laki dan perempuan.
" Dia tidak memaksamu menikahinya nduk.. dia hanya bilang, siap menjagamu seterusnya sebagai pengganti Aji.."
" lalu dari mana ide pernikahan ini??!" Kinan menatap ibunya serius.
" Ibu nak.. ibu yang menyarankan.." jawab ibunya dengan pandangan sayu namun penuh harap.
" Ya ampun bu..? apakah ibu sudah seputus asa itu denganku? sehingga ibu menawarkan aku pada laki laki?!"
Ibunya tak menjawab, ia hanya tertunduk.
" Aku sudah bilang bu, aku belum ingin menikah.. aku ingin mandiri dan bisa menghidupi ibu dengan baik.." ujar Kinan sedikit ngotot, ia memang tak ada niatan menikah, dulu pernah punya..
namun rencana indah itu kandas begitu saja karena pengkhianatan.
" Ibu tidak selamanya hidup untuk menjagamu nduk..
bagaimana kalau ibu meninggal sebelum kau menikah? sebelum ada yang menjagamu..
ibu tidak akan tenang nduk.. tidak akan tenang.." nada bicara ibunya yang lemah lembut itu serasa menyayat hati Kinanti,
Kinanti tidak bisa menyalahkan ibunya yang mempunyai ketakutan seperti itu, karena semenjak kakaknya Aji meninggal, ibu menjadi sakit sakitan.
Dan Kinanti pun tau bahwa ada seseorang yang selama ini membantu keluarganya, namun ia sama sekali tidak tau dari siapa bantuan itu, dan sekarang barulah ibunya itu jujur bahwa semua bantuan selama ini berasal dari teman kakaknya.
" Kinan tau ibu gelisah dengan itu.. Kinan tau, tapi.. menikah itu bukan hal yang sepele ibu..
apalagi harus hidup dengan laki laki yang asing, Aku tidak mengenal sosoknya sama sekali bu.." jawab Kinanti sembari menyentuh punggung tangan ibunya.
Andai saja Bapaknya tidak meninggal setelah mas Aji meninggal, mungkin hidup mereka tidak akan sesulit ini..
ia juga bisa bekerja tanpa khawatir akan ibunya karena ada bapak yang menemani..pikir Kinanti.
" Kau bisa mengenalnya perlahan.." ujar ibunya kemudian,
" kalau nanti memang kau tidak sreg, atau tidak nyaman.. kau bisa memperlakukannya seperti mas mu sendiri.." imbuh ibunya.
Kinanti menggeleng pelan, di usianya yang sudah 25 tahun ini, mana bisa dia menganggap orang asing sebagai saudara dengan begitu mudahnya.
" Jadi ibu menyuruhku pulang untuk memperkenalkan ku padanya? ibu berpura pura sakit?" tanya Kinanti dengan sorot mata selidik,
" Tidak nak.. ibu memang kurang sehat.."
" lalu laki laki itu?"
" Dia selalu kesini di awal bulan, kalau tidak nanti besok dia pasti kesini menjenguk ibu.. jadi kau kembali ke tempat kerjamu lusa saja.."
" Wah.. begitu rapinya ibu menyusun pertemuan kami.." nada Kinanti tidak berminat.
Ibunya hanya tersenyum sambil membelai rambut Kinanti, ia tak ingin beradu argumen lagi dengan Kinanti, yang penting keduanya bertemu saja dulu pikir ibunya.
Kinanti sibuk menyapu halaman rumahnya yang di penuhi daun mangga yang sudah rontok dan kering.
Biasanya ibunya selalu rajin dan tidak pernah membiarkan halamannya ini kotor.
" Ibu benar benar sakit.." keluhnya pelan sembari terus menyapu halaman dengan sapu lidi.
" Kinan?!" seseorang memanggil namanya dan mendekat,
" Yusuf..!" Kinanti menepuk lengan sepupunya itu,
" Kapan pulang?" tanya si Yusuf, usianya sepantaran dengan Kinanti.
" Semalam.." jawab kinanti datar,
" mbok ya pindah kerja Nan.. nungguin ibumu dirumah.." Yusuf duduk di kursi yang berjajar di teras.
" Kau tau.. aku ingin ikut pengangkatan pegawai negri.. kalau aku pindah pindah sekolah ya sama saja bohong Suf.."
" Tapi ibumu kasian sendirian.."
Kinanti terdiam,
" pulang pergi saja.. toh hanya sejam setengah perjalanan.." saran Yusuf,
" iya Suf.. ku usahakan, kalau di hitung hitung ya 3 jam pulang pergi Suf, payah di jalan..
coba ibu mau ku ajak ngontrak disana.." keluh Kinanti.
" Kau yang mengalah, jangan malah bulek yang kau boyong kesana..
sudah pasti bulek tidak mau, disini banyak kenangan mas Aji dan pak lek.." nada bicara Yusuf berubah sedih, namun kemudia dia teringat sesuatu.
" Eh iyoo.. Nan, kamu tau teman kita SD dulu?" ujar Yusuf tiba tiba,
" Haikal.." imbuh Yusuf,
" Haikal banyak, yang mana..?" tanya balik Kinanti sembari menyapu halaman.
" Yang gemuk.. eh, jangan salah.. sekarang ganteng, tinggi gagah.. dia jadi abdi negara Nan?!"
" Oh ya.. bagus lah.." jawab Kinanti datar, matanya fokus pada sampah daun yang berserakan.
" Baguslah.. dia menanyakanmu.. minta nomor telfonmu..?"
Kinanti sontak menoleh pada Yusuf,
" terus kau kasih?" kinanti menatap Yusuf tajam.
" Tidaklah.. takut kau marah, ku bilang kau gonta ganti nomor.. dan aku tidak punya nomormu yang baru.." jawab Yusuf tenang.
" Baguslah.." jawab Kinanti tersenyum lalu mengarahkan pandangannya kembali ke sapunya dan sampah sampah yang masih berserakan.
" Tapi Nan.. umurmu sudah cukup menikah.. kenapa kau tidak menikah saja..
Haikal juga lumayan buat di jadikan suami, sejak SD dia suka padamu.." ujar Yusuf,
" Kau saja duluan, nanti baru aku.."
" ngarang! aku ini laki laki.. aku menikah usia 30 tahun pun tak masalah..?!"
" jadi aku masalah?"
" iya! karena kau sengaja menolak setiap laki laki yang mendekatimu?!" Yusuf mengomel, andai saja dia bukan saudara dan hubungannya tidak dekat dengan Kinanti, mungkin Kinanti akan mengusirnya.
" Kau cerewet sekali seperti ibu ibu di RT sebelah Suf.." gerutu Kinanti.
" Aku cerewet karena aku perduli.. kau saudaraku Nan, kita tumbuh bersama, sudah seperti saudara kembar! bahkan almarhum pak lek selalu memberikanku mainan yang sama denganmu, dia memperlakukan aku layaknya anak perempuannya juga, yah.. untung saja dia tidak memberiku bonekamu.. dan memakaikan rok padaku.." jelas Yusuf sambil mengingat ngingat yang lalu.
Kinanti tersenyum,
" Kau sendiri.. tidak ada perempuan yang kau suka?" tanya Kinanti menatap Yusuf dengan pandangan mengejek.
" Kau bertanya atau meledek sih Nan?! mana ada aku waktu pacaran? aku harus membantu mengurus pabrik Ayahku.. ?!" jawab Yusuf sedikit sewot.
" Misal kau jadi aku.. apa kau mau kalau di jodohkan?" tanya Kinanti setelah selesai menyelesaikan kegiatan sapu menyapunya.
ia duduk tak jauh dari Yusuf.
" Ya di lihat dulu.. calonnya seperti apa?" jawab Yusuf pelan,
" Jadi kau mau? kau mau begitu saja menikah dengan orang yang tidak kau kenal?" tanya Kinanti tak percaya.
" Sekarang pacaran juga percuma Nan, buang waktu.. belum penjajakan, pacaran, lalu belum tentu cocok..
perjodohan bagiku tidak masalah, asal jelas bibit bebet dan bobotnya..
aku suka perempuan yang lembut dan berpendidikan.."
" Mandiri?"
" tidak, aku tidak perlu perempuan mandiri..
semakin dia mandiri semakin aku merasa tak di perlukan, aku ingin menjadi suami yang berguna setiap harinya untuk istriku.."
" wahh.. " Kinanti nyengir,
" Wah apa? iya toh.. laki laki maunya dianggap penting, kalau istri apa apa bisa sendiri bagiku itu kurang bagus.."
" Kau kolot Suf.."
" bukan kolot.. tapi ini memang tipeku.."
" jadi kau suka yang manis dan penurut?"
" aku suka yang selalu membutuhkanku setiap saat, terlalu penurut juga tidak bagus..
takutnya kalau aku berbuat salahpun akan di biarkan, ku kira yang dewasa dan bijaksana.."
Kinanti menggeleng pelan,
" luar biasa.. hatimu lembut sekali saudaraku.. nanti kalau ku temukan perempuan seperti itu aku akan membawanya kepadamu.." ejek Kinanti.
" Ku jewer telingamu nanti kalau terus saja mengejekku?!" Yusuf gemas.
" Kau sendiri.. apa tipemu masih seperti mantanmu yang bajingan itu?" tanya Yusuf hati hati,
Kinanti terdiam sejenak,
" Aku sudah tidak punya tipe.." ujar Kinanti dengan pandangan kurang berminat.
" Kau berpendidikan dan cantik.. jangan sia sia kan dirimu hanya karena masa lalu yang buruk..
temukan seseorang yang lebih menghargaimu.." nasehat Yusuf.
" Yah.. ku kira itu akan berjalan seiring waktu.."
" apa itu?"
" menemukan laki laki yang baik.. itupun kalau masih tersisa laki laki yang baik di dunia ini.." Kinanti tertawa masam,
" maksudmu masih tersisa?"
" tentu saja kau termasuk laki laki baik Suf, tenanglah.." Kinanti tertawa renyah sekarang.
Yusuf selalu bisa menghiburnya.
" Ayo kita beli es buah Nan, di pojok gang.." ajak Yusuf seperti bosan,
" boleh, pamit ke ibu sek.."
" biar aku yang pamit, sekalian mampir ke pabrik sebentar, ngecek.." Yusuf bangkit dan berjalan ke arah pintu masuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Ai Oncom
baru baca karya mba Ayu yg ini..
2024-05-28
1
Mrs. Labil
lagi, kebanyakan tokoh cowok di novel kk abdi negara ya 😊
keren sihh, dripda CEO mulu ceritanya 👍👍
2024-05-20
1
dyul
spesialis guru n perwirs
2023-11-26
1