Seorang laki laki bertubuh tinggi menggetuk pintu,
" Masuk nak.." si pemilik rumah membuka pintu dan menyambutnya dengan senyum ramah seperti biasanya.
" Sehat bu?" laki laki berusia 29 tahun itu masuk.
seperti biasa, dengan oleh oleh kecil di tangannya.
" ibu cuma kecapek an nak.. tidak ada yang serius.., dan ibu kan sering bilang.. tidak usah membawa apapun..
bantuanmu sudah cukup nak.." ujar si ibu melihat ada amplop berwarna putih panjang yang si selipkan diantara buah buahan yang di bawa laki laki itu.
" Kalau ibu menolak saya akan pulang dengan perasaan sedih.." ujar laki laki itu memaksa secara halus.
" Tapi Kinanti sudah lulus kuliah, sudah punya gaji sendiri.. tidak perlu di bantu terus seperti ini.." si ibu merasa terbebani.
" Anggap saja ini uang jajan yang di berikan kakak terhadap adiknya bu.. meski dia sudah bekerja, sy tetap akan memberinya..
saya yakin, jika Aji masih ada dia akan seperti itu pada adiknya.." ucap laki laki itu dengan nada sedikit berbeda setelah menyebut nama Aji.
Si ibu terdiam sejenak, ia berfikir lama..
" Nak.." panggil si ibu hati hati,
" nggih bu..?" jawabannya tak kalah hati hati dan halus.
" Bagaimana dengan usulan ibu..?"
" usulan yang mana itu bu?"
Si ibu menghela nafas,
" tentang Kinanti.."
" oh.. iya bu.." laki laki itu mengatur nafasnya,
" bagaimana nak.. usianya sudah 25, kalau tidak di paksa ibu yakin dia akan membujang seumur hidupnya.."
laki laki itu diam sejenak, ia terlihat sedikit bimbang.
" Saya harus bagaimana bu?, takutnya ada yang dia cintai di luar sana.." jawab laki laki itu dengan wajah yang terlihat sudah tenang.
" Mas Damar bagaimana?" tanya si ibu penasaran.
" Saya manut ibu saja.." jawab laki laki itu kalem,
" lho kok manut ibu?"
" ibu kan sudah saya anggap ibu saya sendiri.."
si ibu terdiam, hatinya trenyuh..
anak ini, benar benar membuat ku tidak bisa berkata kata.. keluh ibu dalam hati.
" Apa mas Damar bisa bersabar kelak terhadap Kinan? sikapnya keras kepala.. " kata ibu kemudian.
Damar tersenyum,
" seperti Aji, keras kepala.. namun hatinya tulus.. apa dia seperti itu bu?" tanya Damar,
si ibu tersenyum sembari mengangguk.
" kalau Kinanti setau ibu tidak pernah ada hubungan dengan siapapun setelah putus dari pacarnya beberapa tahun yang lalu..
yang mendekati ya banyak, tapi anak itu seperti patung.. dingin, acuh, ketus..
ibu sampai takut ada yang tersinggung atas kelakuannya.."
Damar tersenyum ringan mendengar itu.
" kalau nak Damar? apa sudah ada tambatan hati? kalau memang ada lupakan saja usulan ibu.." si ibu khawatir.
Damar lagi lagi tersenyum,
" saya malah lebih parah bu.. tidak ada perempuan yang pernah cocok dengan saya..
kakak sepupu dan adik saya sering mengenalkan perempuan, tapi mereka menyerah sebelum berperang.."
" kenapa begitu nak?"
" tenang saja bu.. mereka menyerah karena saya terlalu sibuk bekerja, bukan karena perlakuan saya atau hal lainnya..
rata rata perempuan itu menuduh saya tidak menyukai perempuan karena saya kurang perduli dan perhatian.."
si ibu terdiam,
" lha terus kalau sama sama begitu bagaimana nanti nak??" si ibu khawatir.
" Coba tanya dulu sama Kinanti nya.. apa mau punya suami yang sibuk kerja seperti saya?,
saya bisa menjamin hal lainnya.. kecuali perhatian bu..
waktu saya habis untuk urusan kerja.." ujar Damar membuat ibu terlihat lesu.
" Saya tidak masalah bu, jika memang Kinanti mau menikah..
itu akan membantu saya meredam tekanan di keluarga saya juga..
selain itu, saya bisa benar benar memenuhi janji saya untuk menjaga keluarganya pada Aji..
ibu tenang saja, sy tidak akan menyia nyiakan dia..
tapi.. jika Kinanti ternyata ada kekasih.. saya tidak ragu untuk membiayai pernikahannya dengan kekasihnya.."
lagi lagi ibu terhenyak dengan kalimat kalimat Damar.
" Ya sudah bu.. sudah mulai malam, saya pulang dulu.." pamit Damar tiba tiba,
" lho? belum ketemu Kinanti nya?" cegah ibu,
" lain kali bu.."
" lain kali kapan.. lusa dia sudah kembali bekerja.."
Damar diam sejenak,
" memangnya dia kemana bu?" tanyanya kemudian.
" Tadi pergi dengan Yusuf, tidak tau kemana.. biar saya telfon sebentar..?"
si ibu bangkit mengambil HP.
" Tidak usah bu, toh saya sudah pernah lihat kinan dulu.."
" itukan dulu.. jaman belum lulus kuliah..
lagi pula kinan nya belum tau mas Damar sama sekali.."
" dia pernah bertemu saya beberapa kali bu, hanya saja dia tidak menyadari saya siapa.." Damar tiba tiba teringat wajah Kinanti remaja yang di penuhi air mata.
Beberapa tahun lalu, di pemakaman Aji.
Saat itu hatinya seperti di tusuk tusuk, suara ratapan Kinanti atas kepergian kakaknya begitu menyayat hatinya, membuatnya tak pernah tidur dengan nyenyak semenjak itu.
" Kalau memang ibu begitu menginginkan saya bertemu dengan Kinanti..
biar besok saya kesini lagi.." ujar Damar mengalah.
Kinanti sedang sibuk merapikan kamarnya sembari beberapa kali melihat jam,
" kenapa melongok jam terus?" tanya ibunya,
" takut kemalaman bu, kan Kinan naik bus balik ke kost nya.." jawab Kinanti sembari merapikan beberapa hal lagi,
" ibu yang sabar ya.. Kinan pulang seminggu sekali kok untuk ke depannya.."
" kenapa jadi seminggu sekali, memangnya kau sudah tidak menerima les di akhir pekan?"
" tidak bu, Kinan mengubah jadwal lesnya.. biar sabtu minggu bisa pulang.." jawab Kinanti melempar senyum lebar pada ibunya.
" Owalah.. ya wes, yang penting jaga kesehatanmu.. oh ya, biar mas Damar yang mengantarmu.. sebentar lagi dia sampai.."
Kinanti mematung sejenak, mencerna kalimat terakhir yang di katakan ibunya tadi,
" siapa yang mau mengantarku bu?" tanya Kinanti, ia takut salah dengar.
" Damar.. kemarin dia kesini, tapi kau tidak pulang pulang..
mumpung dia kesini sekalian saja mengantarmu kembali ke kost.." jawab ibunya,
" ibu..?!" Kinanti keberatan, wajahnya masam seketika
" Kau bukan anak kecil, jangan merajuk begitu.. bukannya kau sudah bicara dengan ibu sebelumnya, kalau saling mengenal lah terlebih dahulu..
kalau memang tidak cocok ya tidak usah, toh dia sudah menganggapmu adik..
jangan lupa, dia juga nitip uang jajanmu pada ibu kemarin.." ibunya menaruh amplop yang kemarin di serahkan damar pada ibu Kinanti.
" Aku bukan anak kecil yang harus dia beri uang jajan bu?! lebih baik ibu simpan.. atau pakai untuk kebutuhan sehari hari..
uang kirimanku atau kiriman laki laki itu, terserah ibu mau pakai yang mana, tentunya uangnya lebih banyak.." wajah Kinanti benar benar masam.
" apa ibu benar benar ingin aku bertemu laki laki itu?" tanyanya kemudian dengan wajah yang lebih baik.
Ia tak mau menyakiti hati ibunya, bagaimanapun juga ibunya ingin yang terbaik untuknya meski caranya agak sulit di terima oleh Kinanti.
" Ibu ingin kau mengenalnya nduk.. berjanjilah untuk berteman meski kau tidak akan menjadikannya suamimu..
setidaknya, berilah dia kesan baik.. tunjukkan rasa terimakasih mu karena dia sudah menjadikanmu sarjana.." ujar ibunya sembari mengelus punggung anaknya.
" Usianya sudah hampir menjelang 30 tahun.. dia sosok yang dewasa,
mungkin, kalau tidak bisa menjadi suami.. dia bisa menjadi teman bicara yang baik nduk.. " ibunya tersenyum.
" Ya wes.. siap siaplah dulu.. nanti ibu panggil kalau Damarnya sudah datang.." ibu bangkit, kemudian berjalan keluar kamar, meninggalkan Kinanti dengan perasaan yang bimbang,
ya masa baru kenal sudah diantar.. pikir Kinanti dalam hati.
Tapi di bilang tidak kenal.. dia yang membiayai aku kuliah.. pikirnya lagi bingung.
Dan benar saja 30 menit kemudian ada suara mobil berhenti di depan rumah Kinanti.
" Maaf bu, saya kena macet.. ada kecelakaan dijalan.." Suara Damar terdengar oleh Kinanti dari luar.
" Ndak apa apa nak.. sebentar ibu panggil Kinan nya, sekalian tak bikinkan teh hangat dulu.."
" ah.. ndak udah buat teh bu, saya kebetulan sudah minum tadi.. biar Kinanti nya saya antar langsung saja..
takutnya dia terburu buru.." ujar Damar sambil duduk.
Ia menghela nafas, terlihat wajahnya sedikit lelah karena macet.
Beberapa menit kemudian si ibu keluar, di susul Kinanti di belakangnya.
" Nah.. Nan, ini mas Damar.. dan mas Damar, ini Kinanti.." ibunya memperkenalkan dan berusaha membuka percakapan diantara keduanya.
" Damar.." suara Damar tenang sembari mengulurkan tangannya, ia hanya menatap Kinanti sekilas.
" Kinanti.." keduanya berjabat tangan, Kinanti menatap laki laki itu sejenak, wajahnya sama sama kaku tanpa senyum dan keramahan.
Ibu hanya bisa menggeleng gelengkan kepala melihat itu, bisa bisanya dua duanya bersikap dingin seperti itu.. keluh ibunya dalam hati.
" Keburu malam, ayo kita berangkat.." Damar membuka suara.
" Iya," jawab Kinanti pendek lalu berjalan masuk ke dalam mengambil tas nya.
Ditengah perjalanan keduanya sama sama diam, itu membuat suasana di dalam mobil sunyi dan kikuk.
" Kita makan dulu ya?" Damar akan membelokkan mobilnya ke satu tempat makan.
" Tidak usah mas, aku tadi sudah makan bersama ibu" jawab Kinanti cepat.
" Tapi aku belum makan sejak siang, tidak ada salahnya juga kau makan lagi" suara Damar, sepertinya ia tak begitu memperdulikan pendapat Kinanti, ia tetap membelokkan mobilnya ke tempat makan.
Kinanti turun dari mobil, susah payah mengendalikan kejengkelannya atas sikap laki laki yang se enak nya saja itu.
" Ayo makan.." ujar Damar ketika makanan yang di pesan sudah datang.
menunya sedikit menggugah selera, bebek goreng dengan oseng kangkung dan sambal mentah, tak lama datang lagi gurami asam manis dan cumi pedas.
" Rumah makan ini Ramai juga ya menunya lumayan.. aku baru kali ini mampir kesini.." basa basi Damar, namun Kinanti tak menjawabnya.
Damar yang tau Kinanti kesal tersenyum tipis,
" kesal boleh.. tapi tetap harus makan.. iya kan dek.." suara Damar tenang,
" Jangan panggil aku dek" Kinanti tidak senang.
" Lalu?" Damar mengerutkan dahinya,
" namaku saja langsung, tidak pakai dek" jawab Kinanti cepat, ia terlihat ketus.
Hal itu membuat Damar lagi lagi tersenyum dalam hati,
" galaknya.. seperti petasan.." gumam Damar, Kinanti yang mendengarnya seperti tak terima,
" Mas bilang apa?"
tanyanya penuh penekanan.
" Kau galak, seperti petasan.. apa murid muridmu tidak takut kau seperti ini?" tanya Damar sembari tersenyum.
" Aku hanya galak pada orang tertentu saja.." jawab Kinan,
" tertentu? kenapa begitu..?" Damar yang sudah mencuci tangannya itu tidak jadi mengambil nasi, ia sedikit tertarik dengan wanita di hadapannya ini.
Entah kenapa Damar merasakan kebencian di matanya, juga sikapnya, padahal hari ini baru saja mereka bertemu.
" jadi aku termasuk orang tertentu itu? baiklah.. katakan sebab kau galak kepadaku.. padahal ini pertemuan pertama kita.." tanya Damar setelah melihat Kinanti lama terdiam.
" aku tidak galak.. bicaraku memang seperti ini.." jawab Kinanti tiba tiba tenang, entah kenapa kalimat kalimat ibunya tiba tiba saja terngiang, bahwa dirinya harus berusaha menjalin hubungan baik meskipun hatinya tidak suka.
Damar terdiam, ia menatap wanita di hadapannya dengan hati hati.
Untuk ukuran 25 tahun, ia terlihat lebih muda, itu mungkin karena tubuhnya yang ramping.
Dagunya juga terbelah, manis sekali mirip dengan dagu Aji.
Damar menghela nafas panjang.
" Dengarkan aku Kinanti.. aku tidak berniat menyakitimu, aku hanya ingin melindungi kalian.. kau dan ibumu tanpa pamrih..
jadi hentikan kewaspadaanmu yang keterlaluan itu padaku, menyakitimu sama dengan menghancurkan diriku sendiri.. pahamilah itu.. dan pikirkan baik baik.." Suara Damar tenang namun penuh penekanan.
Sementara Kinanti seperti tersadar, tidak seharusnya ia berkata kata kurang sopan seperti itu.
entah kenapa rasa marah dalam hatinya meluap begitu saja tanpa bisa ia kendalikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 222 Episodes
Comments
Mrs. Labil
ada ya org mau kek gini, pdhal tdk ada hubungan persaudaraan
2024-05-20
1
dyul
25-30, awal2..... saling benci....
2023-11-26
0
Nia F-dhie
aku mampir thor
aku suka novel² mu
2022-08-10
0