“Kau ternyata begitu perhatian dan lembut, apakah benar kau adalah pria yang tadi kulihat?” batinku seakan tersentuh melihatnya begitu perhatian padaku. Tak sadar kini matanya juga sedang menatapku lekat. Manik coklatnya berbinar, tatapannya yang dingin tadi kini telah menjadi hangat. Mataku terus menelusuri wajahnya, kulihat garis rahangnya yang tegas, hidungnya yang sangat tinggi, alisnya tebal namun sangat rapih terlukis tegas diwajahnya, dan bibirnya yang sedikit basah kini terlihat sangat seksi.
“Apa kau sudah makan ? Kau terlihat pucat” Tanyanya yang tiba-tiba membangunkan lamunan gilaku.
Aku memang belum makan apapun malam ini. Hari ini begitu sibuk, terlalu banyak pesanan yang harus kuantar pada hari ini sampai akupun lupa kalau sejak tadi aku belum menyentuh makanan sama sekali.
“Belum tuan” jawabku dengan suara pelan lalu dia menghentikan kompressnya dan menaruh baskomnya kembali ke atas meja.
“Baiklah, ayo kita makan dulu kalau begitu” ucapnya sementara merapikan meja, membuka beberapa kotak makanan yang tadi dia pesan, lalu melangkah ke arah dapur dan tak lama kemudian dia datang dengan membawa talang yang berisikan beberapa alat makan dan dua gelas air putih, lalu menaruhnya di atas meja.
“Apa kakimu sudah membaik ?” tanyanya sembari mengambil kotak makanan dan sebuah sendok dan garpu yang sudah diaturnya diatas meja.
“Eh.. I-iya tuan, sudah agak membaik. Terimakasih banyak” ucapku tulus dengan mengangguk pelan.
“Ini makanlah” ujarnya tiba-tiba duduk disampingku lalu memberiku kotak makanan yang sudah lengkap dengan sendoknya.
“Jangan merasa sungkan, makanlah. Kau sudah sangat pucat, nanti kau pingsan di rumahku”ujarnya lagi membuatku tak bisa menolak karena tergoda dengan hidangan mewah dihadapanku ini. Aroma hidangannya membuatku teringat kembali akan rasa laparku.
“Baiklah Tuan, terimakasih” jawabku tersenyum sambil menerima makanan itu dengan mata berbinar. Kemudian aku menurunkan kedua kakiku perlahan dibawah sofa. Akhirnya malam ini, menjadi makan malam bersama dengan seorang pria asing yang sialnya adalah customerku sendiri, dan makanannya adalah makanan yang juga kuantar sendiri. Tapi itu semua kuabaikan karena rasa lapar yang mendesakku, dan aroma makanan itu juga sungguh menggugah seleraku. Aku menyuap makanan itu lagi dan lagi karena ternyata rasanya begitu meleleh saat menyentuh lidahku dan terasa lembut, memang sesuai dengan harganya yang selangit. Aku tak ingin menyia-nyiakan makanan ini. Sesekali aku menoleh ke arah pria itu yang ternyata sejak tadi makan sambil tersenyum. Entah kenapa dia tersenyum ? Apakah mungkin karena ada sesuatu di wajahku? Atau mungkin gaya makanku yang tak sesuai tata krama makan?. Aku hanya mengernyitkan dahi saat melihatnya sekilas lalu melahap makananku sampai suapan terakhir tanpa merasa canggung sedikitpun. Saat makananku sudah tak bersisa, aku meraih segelas air di atas meja lalu meneguknya dengan cepat.
“Selera makanmu bagus juga” ucapnya menyeringai memperlihatkan barisan gigi putihnya yang rapih.
“Kita tidak boleh menyia-nyiakan makanan Tuan, mubazir namanya” jelasku dan dibalas anggukan olehnya.
“Ngomong-ngomong siapa namamu?” tanyanya setelah selesai makan menyingkirkan kotak makan itu di pinggir meja.
“Nama saya Widel, Tuan” jawabku dan dibalas dengan anggukannya lagi.
“Widel apa kau sudah cukup umur untuk bekerja ?” tanyanya lagi sembari memindai tubuhku yang mungil seakan tidak percaya kalau aku sudah cukup umur untuk bekerja.
“Sudah Tuan, saya sekarang juga sementara lagi kuliah sambil bekerja”tegasku.
“Oh ya ? Sementara kuliah ? Emang sekarang umurmu berapa ?”tanyanya lagi, masih tak
percaya.
“Tahun ini mau masuk 21 tahun Tuan” jawabku.
“Hah ? Serius?” Tanyanya dengan mata melebar tak percaya.
“Namanya juga awet muda Tuan” jawabku menyeringai tak mau kalah.
“Bukan Awet muda, tapi kamu itu kurang gizi, makanya lambat pertumbuhannya, gak gede-gede jadinya” ucapnya dengan nada yang mengejek membuat wajahku merah padam karena jengkel.
“Biarin!” ceplosku kasar, lalu memukul mulutku pelan saat sadar akan jawabanku yang kasar. Aku berusaha menutupi rasa bersalahku karena telah berucap kasar pada customer sendiri, apalagi sudah diberi makan gratis tapi sikapku malah begini padanya. Aku hendak membereskan meja pendek di depan sofa yang kami duduki ini, namun seketika pergelangan tanganku disentuhnya, dan seketika aku menatapnya yang juga kini sedang menatapku.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
zizilapou
aku tersindir 😌awas lu tuan 😕sapa nama lu.. pokok tuan besar kek gajah 😌🤣
2020-07-19
0
Ziadatun Nikmah
parenting 😅😅😅😅
2020-05-30
0
Yuliana Ana
di bilng kurang gizi😀😀
2020-05-29
0