ini hanya karangan penulis. mohon untuk tidak dicontoh.
Mentari kembali bersinar dengan terang. Kedua gadis yang dari semalam berpelukan kini mulai terbangun.
Keduanya mengerjakan matanya dengan pelan. Menyesuaikan retina mereka dengan cahaya yang masuk ke dalam mata.
Aya berharap Nindia tidak seperti orang-orang yang sebelumnya. Kalau saja teman-teman Aya mau menghargai kehidupan yang sekarang. Dia tidak akan begitu terpuruk.
Nyatanya, semua teman menjauhinya sejak ia tidak bisa berjalan lagi. Mereka seakan menutup sebelah matanya ketika Aya datang untuk bermain bersama. Padahal dulu itu tidak terjadi saat ia masih anak kelas 4 SD.
Hidup di dunia ini ternyata memanglah kejam. Anak kecil sudah kejam dan mengolok-olok temannya. Bagaimana saat ia akan dewasa nanti. Mulut mereka pasti akan semakin terlatih untuk menghina orang. Setiap hari hanya dihabiskan untuk menggosipkan sesuatu yang bukan urusannya.
“Hai cantik. Kenapa pagi-pagi melamun seperti itu? Bagaimana kalau kita sarapan saja?”
Suara lembut itu mengalihkan lamunan Aya.
Sosok di depannya sangat cantik dan juga pengertian. Senyum itu membuat dunia si kecil kembali berwarna sedikit demi sedikit. Mereka memang baru saja bertemu, tapi rasa nyaman tidak pernah berbohong kan?
Tanpa sadar Aya juga mengembangkan senyum yang memikat kepada Nindia. Gigi-giginya yang putih dan tersusun rapi diperlihatkan dengan sembarangan. Arya yang melihatnya jadi ikut tersenyum, walaupun hanya samar. Entah sudah berapa lama dia tidak melihat senyum manis itu.
Ia sangat berharap sekali pada pengasuh yang akan merawat adiknya saat ini. Jika saja gadis itu bisa memulihkan keadaan hati sang adik seperti semula, Arya tidak akan segan-segan memberikan segalanya untuk gadis itu. Bahkan jika ia menginginkan semua hartanya akan ia berikan.
Berlebihan? Tentu saja tidak. Semua orang pasti akan melakukan segala cara untuk orang tercinta.
“Memangnya kita mau makan apa kak? Di rumah sakit kan makannya cuma bubur aja.”
“Itu kan makanan orang sakit. Kalau Aya harus makan makanan yang bergizi tinggi. Bagaimana kalau kakak keluar mencari makanan?” Aya mengedipkan matanya lucu. Bibirnya ditarik memenuhi pipinya yang gembul.
Jarang kakaknya ada disini. Jadi dia akan memanfaatkan keadaan dengan sebaik mungkin. Matanya berkilat jahil menuju sang kakak. Arya yang sudah mulai merasakan tanda bahaya bangun dari duduknya dan berniat untuk keluar ruangan.
“Kakak tidak bisa lepas dari tanggung jawab begitu saja dong. Katanya kakak adalah laki-laki yang jantan.”
“Tau apa bocah sepertimu tentang tanggung jawab?”
Mata kakak beradik itu saling menatap sengit.
Memancarkan aura permusuhan yang menegangkan siapa saja yang ada di sekitar mereka.
“Ayolah kak. Kakak harus menuruti apa yang ku mau, atau kakak mau aku laporkan kepada papa?"
“Selalu saja itu yang kau jadikan andalan dari dulu sampai sekarang?”
“Kenapa kakak sekarang makin jahat saja kepada aku? Aya kan adik yang paling kakak sayangi, jadi kakak harus mau menuruti apa yang Aya mau dong!”
Arya menghela nafas lelah. Adiknya itu sifat keras kepala selalu saja muncul disaat yang menjengkelkan. Tapi mau bagaimana lagi, dia adalah adik satu-satunya yang ia punya.
“Baiklah. Aya ingin apa?” jawab Arya dengan sedikit nada ketus. Matanya juga melihat ke arah lain untuk mengurangi rasa sebal.
“Yes, kalau begitu bawakan makanan kesukaan Aya 2 porsi ya!” perintah Aya lalu mengusir sang kakak dengan gaya seperti bos yang menyuruh bawahnnya untuk meninggalkan tempat itu.
“Makananmu itu tidak banyak. Jadi satu porsi sudah cukup,” sahut sang kakak dengan nada yang acuh tak acuh.
Aya memberengut. Dirinya terlanjur kesal. Kakaknya itu tidak mau langsung memenuhi apa yang ia minta, selalu saja di tawar-tawar. Memang permintaanya itu barang jualan di pasar apa.
“Satu porsinya lagi kan buat kak Nindia kak!” ucap Aya kesal.
“Mana boleh. Pengasuhmu itu baru saja bangun dari pingsan karena tidak makan. Jadi, dia harus makan bubur dulu. Makanan berat seperti udang pedas manis itu tidak diperbolehkan untuknya.”
“Jaga bicara kakak ya. Panggil kak Nindia dengan baik. Kak Nindia bukan Cuma akan menjadi pengasuhku, tapi juga akan menjadi kakak yang baik untuk Aya. Memangnya seperti kakak yang selalu pergi terus.”
Aya dan juga Arya masih juga berdebat. Tidak ada yang mau mengalah di antara mereka. Bahkan pembicaraan mereka yang tidak penting itu sudah merembet ke permasalah yang sepele. Keluar sangat jauh dari jalur utama yang mereka ucapkan tadi.
Ekhm
Sebuah deheman bernada tegas mengalihkan dunia mereka. Di depan kamar rawat Nindia, Tuan Wildan yang terhormat sedang berdiri tegak. Di tangan kanan dan kirinya terdapat plastik putih besar yang mengeluarkan aroma yang sangat memikat.
“Apakah papa membawakan Aya makanan kesukaan Aya?”
Tuan Wildan hanya tersenyum sekilas dan penuh wibawa. Kaki panjang dan tegaknya berjalan ke arah sang putri yang masih nyaman berada di pelukan pengasuh barunya. Sudah lama ia tidak melihat putrinya sesenang ini.
Dilirik Arya yang diam saja di tengah ruangan. Ketika tatapan mereka saling bertemu, Arya hanya memalingkan wajah.
“Pa, apa yang sudah papa belikan untuk sarapan kali ini?”tanya Aya kembali.
“Hanya bubur, karena pengasuh barumu belum boleh makan berat, dan kamu sepertinya sangat menghargai dia maka papa membelikan bubur untuk kita semua,” seru Tuan Wildan dengan tangan yang mengelus lembut rambut Aya.
Tersirat raut tak rela dan seram dari Aya saat tau kalau sarapanya hanyalah bubur. Dia ingin makanan yang biasa ia makan dulu. Tapi, kalau dipikir-pikir apa yang dikatakan oleh papanya memang benar.
Dia tidak boleh egois dan bisa mengerti keadaan. Di dongakkan wajahnya ke arah Nindia. Di sana Nindia hanya memasang wajah yang bisaa saja. Tidak ada kata penolakan keluar dari bibirnya yang mulus dan kecil itu.
Kalau dilihat lebih dekat kakak cantiknya memang benar-benar cantik. Matanya yang sipit dan memancarkan aura kelembutan. Pipi agak tembam sehingga bentuknya seperti bakpou yang siap untuk dimakan. Bibir kecil dengan warna merah muda alami itu sedikit memucat.
Kulit Nindia juga putih halus tidak seperti pengasuh-pengasuhnya yang terdahulu. Umur yang masih muda menunjang kekencangan yang ada di wajahnya sehingga tidak ada kesan kerutan yang membuat mata lama-lama ingin memandangnya.
“Kenapa memandangiku seperti itu Cantik?”
Aya hanya menggelengkan kepalan dan memasang senyum yang sangat menawan. Kelak, Aya ingin menjadi seperti sosok Kak Nindianya yang murah senyum dan lembut kepada setiap orang. Tidak perduli siapa pun itu jika orang itu baik maka Aya akan juga tersenyum untuk menyenangkan orang itu.
“Baiklah, mari kita mulai waktu makan ini dengan hikmat.”
Setelah itu hanya ada keheningan yang mengelilimgi ruang rawat ini. Semuanya sibuk dengan makanan mereka masing-masing. Tapi, Aya masih saja enggan untuk memakan makanan yang ada di hadapannya. Setiap sedok yang masuk ke mulut, pasti di tambahi dengan bibir yang manyun karena rasa bubur yang agak hambar.
“Mau kakak suapi?”
Mendengar tawaran dari arah sampingnya, Aya dengan cepat menganggukan kepalanya antusias. Ia akan merasakan kasih sayang lagi dari seorang wanita. Pengasuhnya yang dulu tidak pernah ada yang mau menyuapi dirinya.
Ia jadi kesal sendiri kenapa baru bertemu dengan Nindia sekarang. Tapi, siapa yang akan tau takdir seperti apa di masa depan. Setidaknya Aya masih bersyukur karena dipertemukan dengan Nindia saat ini.
Jari lentik Nindia mengambil alih makanan yang ada di pangkuan Aya. Dengan perlahan, ia menyuapkan makanan sendok demi sendok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
wortel
semangat kak
2022-02-19
0
pxtrq_
btw, segini dlu yah komentarnya.. nanti sya lanjutkan😅😅😅😅jangan lupa dibackk yah
2022-02-13
0
DEBU KAKI
👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍
2022-02-06
0