“Lia, aku turun duluan ya“ pamit Sisil padaku, Sisil turun dari motor duluan, karena rumahnya lebih dulu dari rumah Bang Ilham.
“Abang, besok jemput aku ‘kan??” tanyanya dengan tatapan manjanya. Aku tersenyum dan menunduk, merasakan setiap rasa sakit yang aku dera.
“Iya, aku duluan ya Sil“ Bang Ilham mengusap kepala Sisil lembut.
“Iya, hati-hati Abang“ Sisil melambaikan tangannya,
Sementara aku masih duduk di jok belakang. Ingin rasanya aku melakukan hal yang sama dengan Sisil berpegangan pada pinggang Bang Ilham, tapi aku sadar, aku bukan siapa-siapa. Aku hanya berpegangan pada besi di ujung jok motor.
Sepanjang perjalanan kami terdiam, hanya ada suara deru mesin, dari motor yang kami tumpangi. Hingga tiba di rumah Bang Ilham, aku turun dari atas motor, masih dengan menenteng sepatu bututku.
Bang Ilham turun dan berjalan menuju rumahnya yang megah mendahuluiku, aku berjalan di belakangnya.
“Hay Lia“ sapa Bu Fatimah, menyapaku dengan lembut.
“Assalamu’alaikum Bu“ Aku mencium tangan Bu Fatimah.
“Wa’alaikumsalam Lia, kalian datang barengan??” tanya Bu Fatimah, menatap kami bergantian.
Bang Ilham hanya melengos, menunjukkan sikap tak sukanya padaku. Aku tersenyum dan memanggutkan kepala, tanda membenarkan pertanyaan Bu Fatimah.
“Ilham, bersih-bersih dulu ya, nanti makan bareng aja sama Lia, Ibu sudah masak banyak“ seru Bu Fatimah pada Putranya, Bang Ilham hanya mengangguk dan berjalan menuju kamarnya.
“Tidak Ibu, saya buru-buru, saya mau pulang saja“ Aku merasa sangat tidak enak akan sikap Bang Ilham.
“Eh, tidak apa-apa Lia, Ibu sengaja masak banyak buat kamu,“ pintanya memelas.
“Ah, Ibu, Lia jadi merasa sangat tidak enak“ jawabku merunduk malu, dengan perhatian Bu Fatimah padaku. Sejak aku kecil dan suka ikut Ibu ketika mencuci pakaian milik keluarga Bu Fatimah, Bu Fatimah memang sudah sangat perhatian padaku. Beliau bilang karena beliau hanya memiliki dua anak, yaitu Bang Ilham dan Almira adiknya Bang Ilham, jadi Bu Fatimah merasa ingin memiliki anak lagi.
Seringkali, bu Fatimah memberiku uang jajan, pakaian dan makanan khusus untukku.
“Oh, iya gimana keadaan Ibu kamu Lia??” tanya Bu Fatimah sambil mengajakku duduk di kursi makan.
“Emh, Ibu masih dengan kondisi yang sama Bu“ jawabku tertunduk.
“Yang sabar ya Lia, nanti kalau Lia butuh apa-apa, Lia bisa bilang sama Ibu“ pintanya sambil mengusap bahuku lembut.
“Iya, terimakasih banyak ya bu“ Aku menatapnya dalam, aku begitu bersyukur bisa dipertemukan dengan Ibu Fatimah yang begitu baik padaku dan keluargaku.
“Sama-sama Lia“ Bu Fatimah membelai rambutku dengan sayang, hingga aku merasa begitu nyaman ketika berada di dekatnya.
“Mah ... “ Bang Ilham datang dan duduk di kursi di seberangku.
Ah... pangeranku begitu tampan, dengan pakaian santainya, aku tersenyum lalu menunduk.
“Nah, Ilhamnya sudah datang, ayo makan Lia“ Bu Fatimah mengambilkan piring untukku, aku menerimanya, lalu mengisinya dengan nasi dan lauknya. Aku memang sudah sangat lapar sekali, di rumah aku jarang makan, di sekolah aku tidak pernah jajan. Jadi ketika disuguhkan makanan yang luar biasa lezatnya aku langsung lahap memakannya.
Bu Fatimah tersenyum melihat tingkahku, dia terus memandangiku tanpa aku menyadarinya.
“Lia, gimana makanannya enak??” tanyanya lembut.
“Enak Bu“ jawabku mengangguk.
Bu Fatimah tersenyum lagi. “Ya udah makan yang banyak ya Lia“
Aku mengangguk dan melanjutkan kunyahanku.
***
“Lia, ini ada pakaian untuk Ibumu, dan Ibu juga sudah membungkuskan makanan untuk Ibu dan adikmu, di bawa ya“ Bu Fatimah menyodorkan beberapa bungkusan plastik padaku.
“Tapi Bu ... “ Aku mengelak, merasa sungkan dengan segala kebaikan Bu Fatimah.
“Lia, jangan di tolak, ayo ambil“ Bu Fatimah memberikan kantongan itu ketanganku.
“Baiklah, terimakasih banyak Bu“ jawabku tersenyum ceria. Hari ini, aku tidak takut kelaparan lagi.
“Oh iya, sepatu kamu kenapa Lia??” tanya Bu Fatimah menatap kakiku yang sudah bertelanjang, tanpa alas kaki.
“Eemmhh ... “ suaraku tercekat, malu harus mulai menjelaskannya dari mana.
“Ah, iya, tidak apa-apa, nanti kalau ada waktu, Ibu belikan buat Lia Ya“ Bu Fatimah tersenyum padaku, penuh arti.
Aku mengangguk
“Ini, uang jajan buat Lia“ Bu Fatimah memberiku uang selembar warna merah.
Aku tertegun, sangat tersanjung dengan segala kebaikan Bu Fatimah terhadapku.
“Terimaksih banyak Bu“ Aku memeluk Bu Fatimah penuh haru.
“Sama-sama Lia, jangan sungkan ya Lia“ Bu Fatimah membalas pelukanku.
“Ibu terlalu baik pada Lia“ Aku terisak.
“Jangan begitu, Ibu senang melakukannya“ jawab Bu Fatimah.
Setelah acara pelukan selesai, aku undur diri, dengan kaki tak bertelanjang lagi, karena Bu Fatimah memberiku sandal jepit.
Aku pulang berjalan kaki dengan riang, hari ini aku begitu bahagia, aku mendapatkan banyak barang dari Bu Fatimah.
Tiba di rumah, aku segera menuju arah dapur, “Ibu ... !!“ teriakku masih dengan menenteng beberapa kresek di tanganku.
“Ibu ...!!“ aku kembali berteriak menuju kamar Ibu.
“Ibu!!!” Aku berlari kala melihat Ibu yang tengah terbaring sambil memejamkan matanya, bibirnya membiru kaku.
“Ibu“ Aku menyentuh kaki ibu. Dingin, itu yang kurasakan.
“Ibu, lihat ini, Lia membawa banyak barang dari Bu Fatimah, ada daster buat Ibu, ada makanan, buah-buahan juga, Ibu pasti suka“ jelasku, sambil meraba dahi Ibu, tapi Ibu tak bergeming.
“Ibu“ Ku goyangkan tubuh Ibu. Tak ada reaksi.
“Kak Maman!!” Aku berlari kearah luar, ah iya aku lupa Kak Maman pasti masih di pasar, jadi kuli panggul.
Akhirnya aku berteriak, minta tolong pada warga yang lewat.
“Ada apa Lia?? Kenapa berteriak?” tanya Pak Rt dengan wajah cemasnya.
“Pak Rt, tolong lihat Ibu saya, Ibu tidak bergerak“ jelasku sambil menuntun tangan Pak Rt.
“Baik, tenang dulu Lia, mari kita lihat kondisi Ibu kamu“ Pak Rt mengikuti langkahku.
Tiba di kamar Pak Rt. Memegang pergelangan tangan Ibu, mungkin sedang merasakan denyut nadinya, lalu meraba bibir atas Ibu, merasakan napas yang berhembus.
“Innalillahi ... Ibu kamu sudah tidak ada Lia“ pak Rt menunduk.
“Ma maksudnya apa ya pak??” tanyaku tak percaya.
“Ibu kamu sudah meninggal Lia“ jelas Pak Rt lagi.
“Ti tidak pak Rt. Ini tidak mungkin!! Ibuuuuuu“ Aku berteriak histeris memeluk jasad Ibu.
“Yang sabar Lia“ pak Rt. Mengelus punggungku.
“Tidak, Ibu jangan pergiiiii!!!“ tangisku pecah.
“Ibu, Ibu ingin melihat Lia sukses bukan?? Ibu ingin melihat Lia bahagia bukan?? Ibu bangun, lihat Ibu, Lia membawa makanan kesukaan Ibu, bangun Bu, banguuunnn!!” Aku semakin histeris, hingga membuat warga lain berdatangan.
Bersambung ............
next???
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
ᵇᵃˢᵉ™ҽᏞíɳ
udah jatuh ketimpa tangga .. jn sampai di gigit anjing jg teh..🤧
2021-12-31
3
Manda
selamat jalan ibu
2021-12-31
3
MrsJuna
semangat
2021-12-31
3