Waktu berlalu tak terasa. Baik Bisma maupun Karina sudah mulai melupakan apa yang terjadi pada mereka malam itu.
Tetapi setelah kejadian itu, ia mulai menjauhi Nara sebagai imbasnya. Ia bahkan tidak menghadiri undangan Nara untuk acara tiga bulan kehamilan sahabatnya itu. Sebisa mungkin Karina ingin menghilangkan kesempatannya untuk bertemu dengan Bisma.
Karina juga selalu bersembunyi jika dia tidak sengaja bertemu dengan Bisma. Bisa dibilang, setelah kejadian itu, Bisma dan Karina tidak pernah bertemu.
Selama satu bulan ini, Karina juga melakukan aktivitas nya seperti sebelumnya. Bekerja di hotel dan apartemen Siska sesuai jadwal.
Malam ini, Karina baru selesai membersihkan apartemen Siska dan bersiap untuk pulang. Ia sangat lelah hari ini. Setelah bekerja seharian ia masih harus bekerja di apartemen untuk segera melunasi hutangnya pada sahabatnya.
Meskipun sahabatnya tidak pernah menagih hutangnya, namun Karina tidak ingin berhutang Budi terlalu banyak pada Fania. Gadis itu juga sama dengannya, butuh uang.
Entah ini ketidaksengajaan atau memang takdir sudah mengaturnya, lagi-lagi Karina tidak sengaja bertabrakan dengan Bisma. Namun kali ini Bisma dalam keadaan sadar. Pria ini segera menangkap tubuh Karina yang limbung akibat bertabrakan dengannya.
Kedua orang yang terjalin itu saling memandang. Sorot mata penuh kejutan terlihat dari mata keduanya.
“Kamu...” belum sampai Karina menyelesaikan kalimatnya, matanya tiba-tiba terasa berat dan pandangan matanya menjadi gelap. Gadis itu pingsan.
“Karina! Karina! Bangun Karina! Apa yang terjadi padamu?” Bisma yang panik menepuk pelan pipi Karina, tetapi gadis di pelukan nya masih belum juga sadar.
Akhirnya Bisma memutuskan untuk membawa Karina ke rumah sakit. Laki-laki itu menggendong Karina masuk ke dalam lift.
**
Bisma duduk diam sambil memperhatikan gadis yang tertidur semalaman di atas ranjang pasien di depannya. Pikirannya masih kacau setelah mendengar penjelasan dokter yang menangani Karina tadi malam. Bahkan Bisma tidak bisa tidur semalam memikirkan hal ini.
Mata gadis yang ia perhatikan akhirnya mulai bergetar. Tangan di balik selimut juga mulai bergerak. Dengan perlahan bergerak ke atas. Memegangi kepalanya dengan pelipis yang mengernyit.
“Sssht.” Karina mendesis saat rasa pusing menyerang di kepalanya. Ia memijitnya pelan. Tenaganya terasa habis sekarang. Bahkan untuk membuka mata saja ia seperti sudah tidak memiliki tenaga.
Setelah beberapa lama, pusing di kepalanya berkurang. Ia membuka perlahan matanya dan menatap langit-langit putih di atasnya. Karina mengedarkan pandangannya. Ia terkejut saat melihat Bisma duduk di sampingnya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Tuan Bisma.” Karina hendak bangun namun segera dilarang oleh Bisma.
“Berbarihlah dulu. Tubuhmu masih lemas.” Ucap Bisma khawatir. Karina patuh dan kembali berbaring.
“Apa yang terjadi padaku? Kenapa aku ada di sini?” Tanya Karina heran. Seingatnya semalam saat ia akan pulang setelah selesai membersihkan apartemen Siska. Dan ia tidak sengaja bertabrakan dengan Bisma. Setelah itu ia tidak ingat apa-apa lagi.
“Tadi kamu pingsan di apartemen. Kamu hamil.” Ucap Bisma lirih.
Mendengar ucapan Bisma, Karina tanpa sadar mengelus perutnya. “Apa kamu bilang? Aku hamil?” Karina memandang Bisma penuh tanya.
“Iya. Kamu hamil anakku.”
“Bagaimana ini mungkin?” air mata menetes dari mata Karina. Ia sudah menerima apa yang terjadi padanya. Tapi kenapa semua menjadi di luar kendalinya? Jika ia hamil anak Bisma, bagaimana dengan kehidupannya selanjutnya?
“Tentu saja karena kita pernah melakukan itu.” Dengan kesal Bisma menatap Karina. Mereka pernah melakukan itu. Jadi untuk apa Karina merasa heran jika ia hamil anaknya?
“Maksudku kita hanya melakukannya sekali. Bagaimana bisa hamil begitu saja?”
“Jadi kamu mau kita melakukan berapa kali lagi untuk membuatmu hamil?” tanya Bisma geram.
“Bukan begitu maksudku. Dasar kamu mesum!” teriak Karina frustasi. Wajahnya memerah. Ia tidak bermaksud berbicara seperti itu. Tapi ia melihat wanita di lingkungannya melakukan itu selama ini sampai tidak terhitung lagi dan mereka tidak hamil. Kenapa dia melakukan itu hanya sekali dan langsung hamil?
“Kamu sudah hamil. Tidak ada cara lain lagi selain kita harus menikah.” Ucap Bisma serius.
“Tapi kita tidak saling mencintai.”
“Dengarkan aku Karina, kali ini kamu tidak boleh egois. Apa kamu mau anak ini lahir tanpa ayah?” Karina mengelus perut rata miliknya. Ia sampai melupakan jika saat ini di dalam rahimnya ada nyawa lain yang sedang tumbuh.
“Tapi...”
“Tidak ada kata tapi Karina. Sebelum perutmu itu semakin besar, kita harus menikah.”
“Aku tidak pantas menikah denganmu. Aku hanyalah seorang gadis miskin yang tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Kamu tidak perlu menikah denganku.”
“Jika aku melakukan itu, aku adalah laki-laki yang paling tidak bertanggung jawab. Aku dididik untuk selalu bertanggung jawab atas semua perbuatanku. Aku tahu ini berat untukmu. Aku juga. Tapi kita harus mencobanya.” Ucap Bisma serius. Ia memberanikan diri meraih tangan Karina dan menggenggamnya.
“Kita akan menikah demi anak ini. Yakinlah Aku akan memperlakukan mu dengan baik. Tapi jika kamu merasa tidak bahagia hidup bersamaku atau kamu menemukan laki-laki yang kamu cintai, aku akan melepaskanmu.”
“Baiklah. Tapi bagaimana dengan Tante Nadia dan om Nathan? Mereka akan menilaiku gadis yang tidak baik.”
“Aku mengenal mereka. Setahuku mereka tidak akan menilaimu seperti itu. Justru Mereka akan melimpahkan semua kesalahan ini padaku. Jadi kamu tenang saja.”
“Tapi..”
“Sudah aku bilang tidak ada kata tapi. Kamu sudah setuju. Setelah kondisimu pulih, aku akan membawamu menemui papa dan mama.” Ucap Bisma lembut. Karina mengangguk setuju.
Keduanya kembali diam. Bisma menarik dirinya dan duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Membiarkan Karina sendiri memikirkan apa yang ia ucapkan tadi.
Keheningan keduanya terpecahkan ketika pintu diketuk seseorang. Dokter Kania dan seorang perawat masuk ke dalam ruangan setelah dipanggil Bisma ketika melihat Karina sudah jauh lebih tenang. Karina butuh pemeriksaan yang lebih menyeluruh.
“Selamat pagi Karina.” Sapa dokter muda yang cantik itu.
“Selamat pagi dokter.” Karina ikut tersenyum saat melihat senyum hangat sang dokter.
“Apa yang kamu rasakan pagi ini? Apa ada yang membuatmu tidak nyaman?” tanya dokter itu sambil memeriksa kondisi Karina.
“Tidak ada dok. Hanya saja tadi pusing saat bangun. Tapi sekarang sudah sedikit reda.” Jawab Karina.
“Ooh. Itu normal. Sekarang saya akan memeriksa bayi yang ada di dalam kandungan mu.” Dokter Kania mengangguk dan menyingkap baju Karina. Mengoleskan krim di atasnya dan menggerakkan alat khusus di permukaan perut Karina.
Bisma yang tanpa sengaja melihat kulit putih mulus perut Karina segera memalingkan wajahnya. Adegan satu bulan yang lalu kembali bermain di pikirannya. Perut itu adalah perut yang sama yang pernah ia nikmati Sebelumnya. Dan sekarang melihatnya lagi tiba-tiba saja ia ingin kembali menyentuh dan membelainya.
Lamunan Bisma buyar saat mendengar suara dokter Kania yang menjelaskan kondisi bayi mereka secara umum. Bisma mengalihkan pandangannya pada layar hitam putih yang menampilkan gambar bagian dalam rahim Karina.
Tanpa sadar jantungnya berdegup dengan kencang saat melihat sebuah titik kecil yang ada di tengah. Perasaan haru bercampur dengan rasa tidak percaya di dalam hatinya. Rasa bahagia juga muncul tanpa ia duga. Ia tidak menyangka jika ia akan menjadi seorang ayah dari bayi yang masih berbentuk bulat kecil di dalam layar itu.
“Bayinya tumbuh sehat. Usianya empat Minggu saat ini.” Dokter Kania menutup kembali baju pasien Karina.
“Terima kasih dokter.”
“Sama-sama. Kamu kelelahan sehingga pingsan malam tadi. Usahakan untuk mengurangi aktivitas selama awal kehamilan ini. Masa trisemester awal adalah masa yang rawan. Mohon dijaga baik-baik dan mohon diingat untuk mengurangi frekuensi berhubungan.”
Mendengar pesan dokter Kania, dua orang yang baru saja memutuskan untuk menikah itu memerah. Meskipun mereka tidak saling mencintai, tetapi mereka sudah melakukan hal yang lebih dari saling mencintai. Tanpa sadar keduanya saling memandang dan gurat kemerahan semakin terlihat jelas.
Dokter Kania yang mengira keduanya adalah pasangan suami istri yang sedang malu-malu hanya tersenyum di dalam hati. Ia ikut bahagia melihat pasangan suami istri yang romantis seperti itu.rekuensi berhubungan.”
Mendengar pesan dokter Kania, dua orang yang baru saja memutuskan untuk menikah itu memerah. Meskipun mereka tidak saling mencintai, tetapi mereka sudah melakukan hal yang lebih dari saling mencintai. Tanpa sadar keduanya saling memandang dan gurat kemerahan semakin terlihat jelas.
Dokter Kania yang mengira keduanya adalah pasangan suami istri yang sedang malu-malu hanya tersenyum di dalam hati. Ia ikut bahagia melihat pasangan suami istri yang romantis seperti itu.
*
*
*
Terima kasih sudah mampir 😘
Dukung karya akoh dengan cara:
Like 👍
Favorit ❤️
Vote 🤩
Dan juga melalui komentar yang membangun 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus Sukses
2023-07-30
0
Eni Purwanti
ehem ehemm 😍😍😍
2022-05-26
1
Lili Suryani Yahya
Acieeeee malu2 meong😂😂😂😂
2022-01-02
0