Yogyakarta
Arunika masih dengan kebiasaan yang sama membantu ibunya berjualan di sekolah, niatnya untuk merantau ke Jakarta belum di restui sang ibu. Mau tidak mau Arunika sendiri belum berangkat ke Jakarta, padahal sudah sangat ingin, tetapi Arunika tidak bisa pergi tanpa restu sang ibu.
Budhe terus saja menelepon untuk menanyakan kesiapan nya, lagi-lagi Arunika mengigit jari kala restu itu belum ia dapatkan dari ibunya.
Sabar, sabar pasti ibu akan mengijinkan entah esok atau lusa. Semoga saja harapku untuk pergi ke Jakarta ada jalan, ada kesempatan.
Bima kembali lagi ke Jakarta, kini sedang di sibukkan dengan proyek baru pembangunan apartemen yang rencananya akan di bangun antara Bandung atau di Jakarta.
Baru juga proyek di Surabaya masih dalam proses pembangunan, Bima mulai sibuk kembali dengan urusan pekerjaan di Jakarta. Sedikit lebih santai, kini proyek di Bandung atau Jakarta akan segera di proses untuk di lakukan pembangunan untuk sebuah apartemen mewah.
Tring ... tring..., suara ponsel diatas mejanya bergetar, Bima hanya membiarkan saja tanpa di angkat nya. Tanggung karena tinggal mengoreksi satu berkas lagi, semuanya selesai. Bima memilih mengabaikan ponsel yang terus saja berdering, belum ada niatan untuk mengangkat nya padahal sudah berulang-ulang di seberang telepon menekan tombol warna hijau.
"Akhirnya selesai tepat waktu, saatnya merenggangkan otot-otot tanganku sebelum berkutat dengan kertas dan bolpoin." Ucap Bima dengan senyum yang merekah, dan tangannya di rentangkan untuk menghirup udara sebanyak-banyaknya.
"Nyaman nya seperti ini!"
Lagi-lagi Bima merasa bahagia, Mega proyek Surabaya sudah dalam pembangunan. Kini tinggal mengagendakan proyek barunya, tinggal di revisi lagi sebelum mendatang tangani proyek baru yang rencananya di mulai dari Jakarta atau Bandung.
Tring...tring... , kembali ponsel Bima berdering. Bima tak menggubris nya, setelah dering berikutnya Bima tersadar bahwa ponselnya kembali berdering.
"Siapa? ganggu saja!" gerutu Bima mencondongkan tubuhnya untuk mengambil ponselnya yang terletak di bawah tumpukan berkas.
Setelah menghidupkan ponselnya kedua kelopak matanya terbelalak sempurna, beberapa kali panggilan tak terjawab dari sang Mami. Ada panggilan telepon juga dari Papi nya, ada pesan yang belum sempat Bima buka.
"Tumben-tumbennya Mami telepon kalau itu tidak penting, pasti ada sesuatu yang membuat Mami menghubungi ku." Batinnya Bima membaca isi pesan sang sahabat, sudut bibirnya tersungging kala membaca pesan sahabatnya.
Tanpa berfikir panjang, Bima mulai menekan tombol warna hijau untuk melakukan panggilan ke Mami. Sudah dering ketiga belum juga di angkat, Bima semakin cemas takutnya ada sesuatu yang terjadi di rumahnya.
Pikirannya langsung tertuju kepada putra sulungnya, takut Baby Bi kenapa-kenapa? atau Mami nya ada apa-apa? niat hati ingin sekali menghubungi Papi nya, tetapi niatnya belum terlaksana dering telepon sudah berdering kembali. Dengan sangat buru-buru Bima menekan tombol warna hijau, sebagai bukti sambungan telepon sudah di terimanya.
"Assalamualaikum Mami..."
"Mami tidak kenapa-kenapa kan? sehatkan? terus baby Bi mana Mi?" tanya Bima jalan lurus tidak ada tanda koma, titik, seru, atau tanda tanya.
"Waalaikumsalam hiksss.. Baby Bi Bim, badannya....."
"Kenapa Mi?" tanya Bima penuh rasa kekhawatiran tinggi.
"Baby Bi badannya demam, sudah Mami bawa ke rumah sakit, ini lagi di UGD hiksss...." Tutur Mami Sasi dengan suara Isak tangisnya kian menusuk kalbu, rasanya bagai tersayat pisau belati.
"Hallo Bim, Baby Bi di rumah sakit Permata! secepatnya kamu datang ke rumah sakit, Mami dari tadi nangis terus sampai matanya bengkak." Ujar Papi Rudi yang menyuruh putranya untuk segera ke rumah sakit.
"Baik Pi, Bima segera kesana!"
Sambungan telepon di biarkan, sampai sambungan telepon itu terputus dari pihak Papi nya. Bima bergegas meninggalkan ruangan nya, dan berpamitan dengan sekertaris bahwa dirinya tidak akan kembali ke kantor.
"Tolong handel perusahaan, aku harus segera ke rumah sakit!"
"Siapa yang sakit?"
"Baby Bi."
Setelah menjawab pertanyaan sekertaris nya, Bima memilih untuk segera menjauh meninggalkan pertanyaan-pertanyaan berikutnya.
*****
Sampai di rumah sakit perasaan Bima terus was-was, tak seperti biasanya putranya sampai masuk rumah sakit seperti ini. Biasanya di kasih obat langsung demam nya turun, kini sudah dua hari demam tak kunjung turun sampai harus di bawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan laboratorium.
"Assalamualaikum.." sapa Bima membuka handel pintu ruang rawat Baby Bi, Bima masih berdiri di depan pintu melihat putranya lemah tak berdaya membuat matanya berkaca-kaca. Kali pertama melihat Baby Bi sakit, hatinya juga ikut sakit. Di tangannya terpasang infus dengan balutan Speedo tebal membungkus tangan Baby Bi.
"Waalaikumsalam.."
Setelah menjawab salam Mami Sasi menghambur ke pelukan putranya, rasa bersalah semakin tinggi kala tidak bisa menjaga cucunya dengan baik. Dan harus sampai di rawat di rumah sakit.
"Maafkan Mami, Bim!" Ucap Mami Sasi dengan Isak tangisnya.
"Tidak ada yang salah, semua adalah takdirNya! Kita di berikan cobaan supaya kita bersabar, semoga kita lebih baik lagi menjaga amanah yang di berikan Tuhan kepada kita, Mi."Tutur Bima legowo. Tidak ada kebetulan, semua sudah ada takdirNya, sebagai manusia kita harus berusaha menjadi lebih baik lagi.
*****
Baby Bi tidak rewel, sudut bibirnya masih bisa tersenyum di kala daddy nya menggendong nya. Selama tiga hari ini Bima absen ke kantor, demi bisa menjaga Baby Bi. Tidak ingin kehilangan momentum tumbuh kembang batita kecil, walaupun masih di pasang infus tidak ada sinarnya redup.
Mami Sasi dan bima yang menunggunya di ruang rawat ikut senang, dengan perkembangan Baby Bi sangat pintar, sangat gemesin banget. Untuk menunjukkan nilai perbaikan, selama tiga hari ini Opa Rudi, Oma Sasi, dan daddy Bima selalu menginap di rumah sakit.
Siang ini bertepatan dengan jam istirahat, para pegawai Cakra Corp menjenguk Baby Bi. Suasananya yang tadinya hening kini sangat ramai, nampak sekali raut malu-malu yang di tunjukkan Baby Bi. Baby Bi masih ngumpet di ketiak daddy Bima, sesekali melirik dan tersenyum tipis.
"Kamu gemesin banget, Bi! onty ingin banget cubit pipi kamu yang montok ini!" Ucap onty Reina. Dengan ekspresi di buat selucu mungkin, sampai mengundang tawa banyak orang di ruang rawat Baby Bi.
"Makasih onty Lein, ikin dong onty yang milip Baby Bi, bial Baby Bi punya teman belmain." Tutur Bima menggoda pegawainya yang perempuan sendiri, menirukan suara anak kecil seperti suara Baby Bi.
Mendengar godaan atasan nya membuat Rein mengerucut kan bibirnya, pipi nya dibuat menggembung, kalau yang melihat kekasihnya Rein pasti lucu dan gemesin seperti sebelas duabelas dengan baby Bi...
Malu-malu tapi mau Baby Bi senyum melihat onty Rein mengerucut, wajahnya langsung di sembunyikan di dada bidang daddy Bima.
Jam istirahat kantor telah usai, pegawainya juga sudah meninggalkan kamar Baby Bi. Nampak sekali kelelahan sampai Baby Bi bobok nyaman di pelukan hangat daddy nya. Oma Sasi dan Opa Rudi pun sangat bangga dengan perubahan putranya menuju kearah positif, dengan kehadiran Baby Bi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
Entin Fatkurina
next next next next next next
2021-12-17
5
Sristamirin
lanjut
2021-12-16
5