Tak terasa sudah satu Minggu aku bekerja di perusahaan ini.
Meskipun aku selalu menikmati pekerjaanku saat ini, namun ada perasaan yang masih mengganjal di hati karena tak pernah sekalipun aku bertemu langsung dengan tuan William.
" Hei apa yang kau lamunkan, sepertinya hari ini tak bersemangat...." ucap Riana padaku saat kami sedang menikmati makan siang di kantin.
Aku pun sedikit tersentak, karena dugaannya itu memang benar. Aku sedang memikirkan bagaimana cara untuk bertemu Direktur utama kami itu.
" Ah...iya juga, aku sedang datang bulan, rasanya sekujur tubuhku pegal jadinya..." sahutku mencoba menutupi. Toh aku tidak sedang berbohong...
" Mau obat anti nyeri haid?....nanti ku belikan untukmu" Sinta menimpali sembari mengaduk minumannya.
" Nggak usah deh, nanti juga baikan ... oh iya, apa kamu sudah berhasil bertemu dengan tuan Willy seperti salah satu alasanmu melamar kemari...?" pancingku dengan nada bercanda, kuharap aku bisa menemukan petunjuk.
" Hhh...mana bisa bertemu, setiap hari kita terus menerus berada dilantai empat, sementara para petinggi perusahaan berada dilantai sepuluh..." keluh Sinta cemberut.
" Hei kalian berdua ngapain membicarakan bos kita itu? Apa kalian belum pernah mendengar kisah percintaan bos Willy ...?" ucap Riana yang merupakan senior kami itu.
Mendengar ucapan Riana itu , Sinta menoleh ke arahku dan ku balas dengan mengangkat bahuku tanda tak mengerti.
Kemudian, Riana mulai berceloteh tentang profil seorang bos Willy di lihat dari mata karyawannya.
William Arnando Deggas. Single, umur tiga puluh dua tahun, selalu ramah pada anak buahnya, dekat dengan banyak wanita cantik namun semua mempertanyakan siapa kekasih yang sebenarnya.
Jelas sekali pria itu play boy kelas atas yang tak sanggup berkomitmen hanya pada satu wanita saja.
Ternyata dia tak seperti bos yang ada dalam bayanganku. Tegas, disiplin, dingin bahkan arogan... Untunglah, jadi tak akan menyurutkan keberanian ku menghadapinya nanti...
Bila sekarang umurnya tiga puluh dua tahun, berarti beda sembilan tahun dengan sahabatku Arin yang memang sebaya denganku.
Arina Dewanti adalah teman sekelas ku waktu di sekolah dasar. Karena persamaan nasib menjadi sebatang kara karena kehilangan keluarga yang menjadi korban bencana erupsi gunung berapi, kami menjadi sahabat melebihi saudara kandung.
Berlindung di panti yang sama, berjuang untuk memperbaiki hidup dan tak mau hanya menyerah pada nasib saja.
Kami juga mempunyai impian untuk membantu kehidupan panti yang memang tak banyak memiliki donatur tetap, sehingga kami harus hidup sangat sederhana.
" Wah ...hebat kamu Rin..." ucapku pada Arin saat melihat piala yang disodorkannya padaku itu.
" Huh... lagi-lagi kamu nggak datang waktu final..." sahabatku yang cantik itu baru saja memenangkan lomba modeling tingkat remaja.
Arin memang berbakat dari kecil, dengan wajah cantik dan kemampuan nya berlenggang di catwalk, dia selalu aktif mengikuti perlombaan modeling dan sering mendapatkan juara.
" Iya maaf deh...kemarin aku kan harus jaga minimarket non...." aku tak mau tinggal diam begitu saja. Bila Arin berusaha mendapatkan uang dari perlombaan yang diikutinya, aku juga bekerja keras untuk mendapatkan uang dengan bekerja sambilan.
" Kamu tuh, kebanyakan kerja sambilan... lihatlah tubuh mu yang kecapekan ini, aku nggak mau ya kamu jadi sakit...!!" celoteh nya yang terdengar persis seperti Bu Rima.
Aku hanya bisa nyengir, mendengar omelan dari sahabatku itu. Dia memang rajin menasehati ku.
" Sudahlah ayo ikut aku belanja, sebagai hadiah dariku atas kemenangan mu kali ini,aku akan masak makanan kesukaanmu..." bujuk ku padanya.
" Wah ...asyik bisa makan masakan mu lagi, gara-gara waktu luang mu yang tersita karena kerja sambilan, kami jarang makan bihun jamur buatan mu yang mantap itu..."dengan riang, tangannya menggandengku dan kamipun melangkah keluar untuk belanja.
Saat itu baru satu bulan kami lulus dari sekolah menengah pertama, dan beruntung dapat melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya tanpa campur tangan pihak panti karena mendapatkan beasiswa.
Arin mendapatkan beasiswa melalui kejuaraan yang sering didapatkannya, sedangkan aku mendapat beasiswa dari nilai akademik yang selalu menjadi juara kelas.
Meskipun kelebihan kami berbeda, namun tak mengubah ikatan persaudaraan kami. Aku yang sudah terbiasa bekerja dengan otak dan fisik, sementara itu Arin yang cantik dan feminim hingga berbakat dalam modelling, sama-sama mempunyai penghasilan yang lumayan menurut kami.
" Gimana Ven...kapan kita mencari tempat tinggal sendiri..." ucap Arin saat berada didalam kamar kami yang sempit itu.
Aku hanya berguman karena masih fokus pada persiapan masuk sekolah besok pagi.
" Hei...jawab dong..."
" Arin...kita pernah mencobanya kan, aku yakin Bu Rima masih melarang kita karena menurutnya belum cukup umur untuk terpisah dari orang tua...." ku toleh wanita yang sedang menyisir rambut panjangnya itu.
" Tapi itu kan setahun yang lalu, kita masih SMP...."guman nya.
" Bu Rima khawatir kalau tidak ada yang melindungi bila kita terlibat dengan cowok..."itulah alasan Bu Rima yang dulu, meski kami telah menjelaskan agar kamar kami bisa digunakan anak lain yang memang lebih membutuhkan.
Sebenarnya dulu ada yang berminat mengadopsi Arin yang memang menonjol karena kecantikannya itu, namun dia bersikeras tak mau berpisah denganku.
Begitupun denganku, seorang guru bermaksud membawaku pindah keluar kota, dan menjamin pendidikan ku, namun aku juga menolak saat Arin menangis keras menahan kepergian ku.
Akhirnya hanya kami berdua yang bertahan di panti, sementara anak-anak yang senasib dengan kami sudah bersama orang tua asuh masing-masing.
Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang telah terjadi pada sahabatku itu. Kenapa dia begitu berniat hidup mandiri...
Ku hentikan gerakan menata buku pelajaran, dan kembali menoleh kesamping. Ku perhatikan tingkah Arin yang sepertinya berbeda dari biasanya.
" Apaan sih, Ven!! Kenapa melihat ku seperti itu?" ucapnya saat menyadari aku memperhatikan gerak-gerik nya.
" Apa kamu punya pacar?"tuduhku.
" Eh..." Arin jadi salah tingkah.
Aku menarik sudut bibirku karena tebakanku benar. Jadi Arin ingin lebih bebas karena sudah memiliki kekasih.
" Hayo... beraninya kamu menyembunyikannya dariku..." ku gelitik pinggangnya hingga dia terjungkal di kasur kami yang lesehan itu.
" Venna !!! Hentikan...!!Ha..ha..!" sahutnya sambil tertawa menahan geli.
" Nggak akan ku hentikan bila kamu tak menceritakannya sekarang juga..."
" Iya...iya aku menyerah, sekarang hentikan!!! Ha..ha.."
Aku pun mundur lalu duduk dengan bersila dihadapannya.
" Hei...kamu seperti orang yang akan menghakimiku!!!" ucap Arin yang sedang mencari tempat nyaman untuk bercerita.
" Memang!!!" sahutku tegas.
Kemudian Arin bercerita tentang seorang pria memang telah merebut hatinya, dia salah satu dewan juri dalam suatu perlombaan yang diikutinya.
Katanya dia juga seorang model senior dengan jam terbang tinggi. Sosoknya yang tampan dengan wajah campuran indo Jerman, dan semua perhatian khusus yang diberikannya pada Arin, membuat hati remaja itu meleleh...
" Karena dia punya kesibukan yang padat, kami jarang sekali bertemu, dia bilang waktu luangnya tak banyak, tapi di saat waktu luangnya ingin bertemu denganku, aku tak mungkin menemuinya karena jam malam panti..." curhatnya kemudian.
" Maksudnya dia hanya punya waktu malam hari?"
" Seringnya begitu, apalagi agensinya di kota lain yang jauh dari sini kan..."sahut Arin.
" Apa dia tahu kalau kamu masih berusia enam belas tahun?"
" Tentu saja, kenapa kamu menanyakan hal itu!!" tanyanya heran dengan pertanyaanku.
" Jadi seharusnya dia tahu kalau kamu tuh masih ABG labil, jadi nggak boleh keluar malam!!" sekarang gantian aku yang mengoceh seperti Bu Rima.
" Idiih ... kok kamu nggak mendukung ku sih..."
" Aku hanya ingin ikut melindungi mu , Non..."
" Tapi kami hanya ingin sesekali bertemu, Ven... ayolah kita mencari kontrakan sendiri...pliss!!"
" Gimana ya..." aku masih saja berpikir bahwa kami akan lebih aman disini, tapi jika kami pindah ada anak lain yang dengan senang hati mendapatkan kamar ini dan kami juga bisa mengurangi beban panti.
" Kita sudah SMA Ven...jadi sudah saatnya kita harus belajar mandiri kan...."
Aku hanya menipiskan bibir mendengar ucapannya itu. Dasar... remaja labil yang jatuh cinta, pandai benar cari alasan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Wakhidah Dani
ok baik, lanjut
2022-01-16
1
Watini Tini
Hmmm....
2022-01-15
2