Ayu menddesah lembut ketika melihat kamar yang di tiduri Dika terlihat kosong. Setelah perdebatan yang terjadi semalam, Dika tidak tidur bersama Ayu dan lebih memilih tidur di kamar tamu seraya menghubungi kontak Tania via video call.
"Tuan sudah berangkat pagi tadi Nyah." Ujar Bibik, si pembantu.
"Saya semalam tidak bisa tidur Bik." Bagaimana mungkin aku bisa tidur kalau aku mendengar jelas obrolan mesra Mas Dika bersama Tania. Ya Tuhan. Aku tidak menyangka jika penampilanku membuat Mas Dika berpaling.
Ayu berjalan menuju dapur lalu membuka laci dan mengambil sebotol obat pemberian Bu Erna.
"Obat seperti itu tidak sehat untuk tubuh Nyah." Ayu menoleh seraya tersenyum.
"Saya ingin kurus Bik."
"Kalau Bibik lihat. Tubuh Nyonya masih ideal kok. Tidak gemuk juga tidak kurus." Mungkin itu penilaian untuk mata yang normal. Tapi untuk mata tidak Normal seperti milik Dika. Dia melihat Ayu seperti seonggok lemak yang berjalan.
"Suami saya mengeluh dengan penampilan saya." Ayu menuang air ke dalam gelas lalu meminum dua butir obat. Dia menginginkan Dika bisa kembali memperlakukannya baik seperti dulu.
"Selera orang berbeda-beda Nyah. Tapi Bibik sarankan untuk diet alami saja. Jangan minum obat-obatan seperti itu."
"Sudah Bik." Ayu duduk lemah di kursi makan. Dia sudah tidak lagi pernah sarapan pagi dan hanya mengkonsumsi segelas air putih juga jus. Meski terkadang tubuhnya terasa lemah akibat tidak makan, namun dia terus saja melakukan itu hanya agar tubuhnya bisa kembali ideal.
"Menurut Bibik, Nyonya itu masih seksi. Tuan saja yang matanya sakit. Silahkan Nyah." Bibik meletakan segelas jus wortel di hadapan Ayu.
"Dia bilang aku seperti lemak yang berjalan." Jawab Ayu pelan. Dia meneguk jus dalam satu kali nafas.
"Sabar ya Nyah."
"Iya Bik."
"Nanti siang mau Bibik masakin apa?"
"Saya akan pergi setelah ini Bik. Mungkin saya makan siang di luar saja."
"Oh begitu. Ya sudah Nyah." Bibik mengambil gelas kotor lalu mencucinya.
Ayu beranjak masuk ke dalam kamar. Dia meraih ponsel lalu menghubungi sebuah kontak bertulis Mita.
📞📞📞
"Tumben Ay. Ada apa?
"Aku butuh perkerjaan.
"What? Serius? Katamu Dika baru saja di angkat menjadi direktur.
"Ceritanya panjang. Tolong bantu aku mencari perkerjaan, mungkin saja di tempatmu ada lowongan.
"Wah kebetulan. Ini rejeki! Cepat datang ke sini.
"Ke mana?
"Hahaha lupa. Ke Cafe Delima.
"Share lokasi ya. Aku tidak seberapa hafal jalan.
"Oke siap.
📞📞📞
Panggilan terputus. Setelah mendapatkan info lokasi, Ayu cepat-cepat membersihkan diri lalu meninggalkan rumah dengan motor matic nya.
Setibanya di area parkir Cafe, Ayu memarkirkan motornya seraya memperhatikan sekitar. Tanpa sengaja dia menangkap sebuah momen yang terlihat salah. Ayu cepat-cepat membuka helm dan menghampiri seorang Ibu-Ibu yang tengah di caci maki oleh juru parkir.
"Hei apa ini Pak!!" Tangan Ayu menampis kasar tangan si juru parkir yang hendak menghardik wanita tua.
"Siapa kamu? Anaknya?" Teriak juru parkir geram.
"Saya bukan anaknya."
"Terus kenapa kamu sok jadi pahlawan!!" Sam yang kala itu kebetulan berada di luar, berjalan menghampiri ketika mendengar perdebatan.
"Ini orang tua Pak. Bapak juga tua kan. Jangan seperti itu."
"Dia itu tidak bisa di bilangin. Sejak kemarin saya sudah melarangnya untuk berjualan di sekitar Cafe tapi dia tetap di sini setiap pagi." Menunjuk ke arah wanita tua yang terlihat terisak.
"Saya lupa. Maafkan saya." Jawab Si wanita pelan.
"Lupa! Ibu ini terlalu banyak alasan! Saya bisa terkena masalah kalau sampai Ibu berjualan di sini!!"
"Tapi tidak perlu sekasar itu. Ibu ini juga sudah bilang kalau lupa."
"Halah! Non itu jangan mau di bodohi dengan alasan seperti itu!! Cepat pergi atau saya obrak-abrik dagangan mu!!"
Ayu tidak mengerti situasinya sehingga dia lebih memilih membantu si wanita membereskan dagangan.
"Terimakasih Non."
"Sama-sama Bu. Besok jangan berdagang di sini lagi ya." Ujar Ayu mengingatkan.
"Ibu sudah pikun Non. Jadi lupa."
"Tidak perlu banyak drama!! Cepat bereskan." Sahut si juru parkir seraya menyingkirkan sebagian dagangan dengan kakinya. Ayu yang melihat hal tersebut langsung menjungkalkan tubuh si juru parkir dengan cara mengangkat kakinya." Aaaaaaghhhh!" Bruuuuuuukkkkk!!!
"Ini makanan Pak! Astaga! Kenapa anda tidak punya etika!"
"Sialan!!!" Gerutu si juru parkir berusaha berdiri.
"Bapak yang sialan!! Beri sedikit waktu untuk membereskan! Kalau Bapak menyentuhnya dengan kaki! Makanannya tidak bisa di jual lagi!!"
"Itu sampah! Bukan makanan!!"
"Ada apa ini?" Sahut Sam sudah berdiri di antara keduanya.
"Sikap Bapak yang seperti sampah! Saya doakan supaya Tuhan membuat Bapak cepat pikun! Agar Bapak bisa merasakan penderitaan Ibu ini!" Tanpa memperdulikan Sam, Ayu mengiring wanita itu untuk menjauhi area Cafe.
"Sok perduli sekali dia."
"Ada apa?" Tanya Sam mengulang.
"Itu Mas Sam. Ibu-ibu tadi sudah saya peringatkan untuk tidak berjualan di depan Cafe." Sam mengerutkan keningnya saat mendengar peraturan tersebut.
"Memang apa salahnya?"
"Mas Farel marah-marah kalau saya tidak mengusir pedagang seperti Ibu-ibu tadi."
"Setahu saya, Pak Ridwan tidak pernah memberikan peraturan itu."
"Saya tidak tahu Mas. Saya hanya menjalankan tugas daripada saya kena semprot sama Mas Farel." Sam mengangguk-angguk seraya melirik ke Ayu yang berjalan masuk ke dalam Cafe.
"Lain kali jangan terlalu kasar Pak. Agar tidak ricuh seperti tadi."
"Saya emosi Mas. Nona tadi sok membelanya padahal Ibu itu yang salah."
"Suatu saat Bapak juga akan melewati siklus seperti apa yang di rasakan Ibu tadi. Pokoknya saya tidak mau ada kericuhan seperti tadi. Kalau besok Ibu itu ke sini lagi, tegur dengan sopan." Sam menepuk pundak si juru parkir kemudian pergi.
"Nasib nasib. Yang satu menyuruh begitu yang satu perintahnya lain lagi. Bikin bingung saja." Eluh si jukir berjalan menuju pos penjagaan.
Baru saja Sam melangkah masuk, Mita sudah menyerbunya dengan sebuah amplop coklat di tangannya. Sam menerima amplop tersebut seraya melihat ke arah Ayu sebentar.
Waduh! Ini kan lelaki tadi. Apa akan jadi masalah nantinya..
Tentu saja Ayu merasa takut akibat perdebatan yang terjadi barusan.
"Dia Ayunda Mas. Teman saya yang mau melamar pekerjaan."
"Oh." Sam mengeluarkan berkas lamaran Ayu untuk sekedar memeriksanya." Kamu lulusan sarjana? Apa tidak sayang ijazahnya?" Tanya Sam seraya memasukkan kembali berkas Ayu.
"Tidak Mas. Saya butuh sekali perkerjaan. Ijazah itu tidak berguna." Jawab Ayu cepat. Dia menyadari betapa sulitnya mencari perkerjaan meski gelar sarjana sudah di sandang.
"Hm baik. Berkasnya saya bawa dulu. Besok saya akan kabari lagi via telepon."
"Iya baik." Sam tersenyum sejenak kemudian pergi menuju dapur kecil yang terletak di sudut ruangan." Aku fikir langsung kerja." Eluh Ayu melihat ke Sam yang sudah sibuk dengan perkerjaannya.
"Ya kan ada prosedur nya Ay."
"Huft iya. Kapan kamu istirahat?"
"Satu jam lagi aku akan meminta istirahat. Mau menunggu ku? Aku ingin tahu ceritanya?" Ayu menddesah kemudian duduk lemah di salah satu kursi.
"Hm. Aku pinjam uang." Ayu merentangkan tangannya ke arah Mita.
"Hahahaha kau bercanda? Istri direktur.."
"Serius! Pinjami aku uang untuk memesan makanan." Jawab Ayu seraya menurunkan tangannya lemah.
"Parah sekali."
"Jangan banyak mulut Mit. Aku pesan sesuatu yang tidak berlemak." Ayu memasang wajah serius sehingga gelak tawa Mita langsung terhenti.
"Oke oke. Tunggu di sini. Aku ambilkan pesanan mu dan uangnya juga." Ayu mengangguk seraya memperhatikan kepergian Mita.
Aku berjanji tidak akan menyentuh uangmu lagi!!
🌹🌹🌹
Jangan lupa like, klik 💙 dan vote sebanyak-banyaknya 🎉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments