Maya mengejar Biru, tapi sayangnya wanita itu kehilangan jejak.
"Apa aku yang salah lihat?" tanya Maya dalam hati, "lagi pula ngapain Mas Biru ada di sini?" lanjut Maya yang kemudian kembali ke keluarganya tanpa memikirkan apapun selain kondisi Lisna.
****
"Assalamu'alaikum," ucap Maya yang baru saja masuk ruangan Bundanya, Maya berjalan menghampirinya lalu mencium punggung tangan Lisna Wati yang mengalami stroke separuh badannya.
Lalu, Maya mendengar Manggala yang biasa disapa Gala itu memanggilnya.
"Mbak, Gala mau kuliah dulu! Nanti sepulang kuliah Gala balik sini lagi!"
"Iya," jawab Maya, "pulang kuliah jangan keluyuran!" lanjut Maya dan Gala mengiyakannya.
Lalu Gala memberikan baby Ifraz pada Maya. Gala mencium punggung tangan Bundanya yang tertidur bergantian dengan mencium punggung tangan Maya, terlihat kakak beradik itu saling menyayangi satu sama lain juga saling menjaga.
****
Hari sudah malam, Maya belum juga pulang, membuat Biru bertanya-tanya dimana istrinya berada.
Biru yang sedang membaca buku di kamarnya itu menghubungi Maya tetapi nomor ponselnya tidak dapat dihubungi karena ponsel Maya kehabisan daya baterai.
"Kemana dia? Kenapa tidak izin dulu!" gerutu Biru seraya terus menelepon Maya.
Lalu, Biru bangun dari duduknya, keluar kamar dan berteriak memanggil asisten rumah tangganya.
"Ipaah!" teriak Biru memanggil Bi Ipah membuat Ipah yang sedang mencuci perabotan itu segera mencuci tangannya, mengeringkannya dengan cara mengelap ke seragamnya, dengan tergopoh Ipah menjawab.
"saya, Tuan," kata Ipah yang sekarang sudah berdiri di depan Biru.
"Di mana Maya sama Ifraz?" tanya Biru yang terlihat sangat bete.
"Tadi saya mendengar kalau Non Maya mau ke rumah sakit," jawab Ipah.
"Siapa sakit?"
"Bu Lisna, Tuan."
"Ya sudah," kata Biru yang kemudian mencoba menelepon Gala, Biru menanyakan di mana alamat rumah sakit itu.
Setelah mendengar nama rumah sakit itu, Biru sedikit gugup karena mertuanya berada di rumah sakit yang sama dengan mertua barunya.
"Kenapa nggak bilang? Kalau bilang kan tadi Mas ke rumah sakit," kata Biru sedikit menutupi kegugupannya.
"Ya sudah, tanya ke Mbak mu itu mau di jemput apa pulang sendiri?"
"Mbak Maya udah pulang, belum lama sekitar sepuluh menit yang lalu," jawab Gala.
"Baiklah kalau begitu," kata Biru, setelah itu Biru memutus sambungan telepon itu.
Biru kembali ke kamarnya menunggu anak dan istrinya pulang.
****
Di rumah lain yang tidak terlalu besar, bisa dibilang sangat kecil, rumah itu adalah milik Hafizah.
Hafizah yang biasa di sapa Afi itu sedang memikirkan nasibnya yang menjadi istri siri dari Tuan Albiru.
"Apa dia sudah punya istri? Kenapa dia mau menerima ajakan ku untuk menikah siri?" gumam Afi.
"Kalau belum memiliki istri, apakah salah kalau secepat ini aku jatuh cinta padanya? Habisnya dia sangat keren, lembut, berwibawa juga kaya raya, bahkan dia dengan mudahnya melunasi hutang-hutang keluargaku pada lintah darat itu, aduh! Kenapa aku terus memikirkannya, bukankah sudah dikatakan kalau aku tidak boleh mencarinya dan dia yang akan datang padaku untuk meminta haknya sebagai suami? Tugasku hanya menerima! Ya, itulah yang Mas Biru katakan, aku harus patuh pada suamiku," kata Afi seraya melihat cincin kawin yang sore tadi Biru berikan.
Lalu, Afi teringat kalau dirinya harus menjaga Ayahnya yang hampir lumpuh karena disiksa oleh lintah darat malam itu, di mana lintah darat itu gagal menjual dirinya, beruntung Afi bertemu dengan Albiru yang menjadi penyelamat keluarganya.
Hafizah, gadis ceria itu mengambil tas tangan miliknya di meja ruang depan, gadis tinggi semampai itu juga tidak lupa mengunci pintu rumahnya.
****
Di rumah Albiru.
Maya baru saja masuk ke kamarnya, melihat suaminya yang tertidur di sofa dengan buku yang menutupi wajahnya, kemudian Biru terbangun karena mendengar suara Ifraz yang menangis.
"Anak Papih kenapa nangis? Pasti kamu kecapean ya, Nak!" kata Biru seraya mendekati Ifraz, Biru menciumi wajah mungil putranya yang sudah tampan dari lahir itu.
"May, anak kecil kok dibawa ke rumah sakit?" tanya Biru seraya memperhatikan Maya yang melepas jaket jeansnya.
"Dari mana kamu tau?" tanya Maya menyelidik.
"Tadi aku menelepon Gala," jawab Biru.
"Ya, mau gimana lagi, Mas. Bunda nggak ada yang merawat tadi Gala harus kuliah," jawab Maya yang sekarang sedang mengikat rambutnya keatas, membuat Biru merasa tergoda dengan leher jenjang istrinya itu.
"Mandi dulu sana, May!" perintah Biru yang sekarang menggendong Ifraz.
"Iya, sayang!" jawab Maya seraya mengecup bibir Biru yang dianggapnya sangat bawel.
Biru tersenyum dengan tingkah istrinya, selesai dengan mandinya, Maya melihat kalau Biru sudah tertidur bersama dengan Ifraz.
"Tumben, Mas Biru tidur cepet, biasanya merengek dulu dia," gumam Maya seraya mengeringkan rambutnya menggunakan handuk.
****
Keesokan harinya, Biru memilih untuk tidak ke rumah sakit karena takut akan kepergok Maya, Gala atau Hafizah.
"Sayang, kapan bunda pulang?" tanya Biru seraya memotong roti yang berada di piringnya.
"Entah, bantu do'a ya, Mas. Biar Bunda bisa cepat sehat bisa cepat pulang dari rumah sakit, sama aku mau minta izin. Nanti kalau Bunda udah pulang, Maya mau nginap di rumah Bunda selama beberapa hari," kata Maya yang berada di kursi sisi kanannya.
"May, aku nggak ngijinin. Kan masih ada Gala, lagi pula Gala masih sendiri ada di rumah. Aku nggak ngelarang kamu tapi kamu liat Ifraz, dia masih bayi."
Mendengar itu Maya terdiam, sudah tahu betul watak suaminya yang sama sekali tak mau dibantah. Maya merasa tertekan dengan perasaannya sendiri.
Ingin merawat Bunda yang sedang sakit tapi suami tidak mengizinkan, Maya menitikkan air mata, dengan segera Maya menghapusnya.
Seperti biasa, selesai dengan sarapan Biru mengecup kening Maya tidak lupa menciumi Ifraz yang berada di stroller.
****
Ternyata, diam-diam Maya pergi untuk mengurus Lisna tanpa sepengetahuan suaminya, sudah satu minggu Maya melakukan itu, Biru mengetahui itu karena dirinya melihat Maya yang keluar dari rumah Lisna saat Biru akan menjenguk mertuanya.
"Pantas saja Maya selalu kelelahan di malam hari!" gumam Biru yang masih berada di mobilnya, tangannya menggenggam erat kemudi.
****
Sementara itu, Hafizah mulai merasa cemas karena Biru belum kembali menemuinya setelah hari itu di rumah sakit.
"Kenapa aku harus memikirkannya, sudah dikatakan aku hanya menjual diriku, kenapa aku mengharapkan kehadirannya," gumam Hafizah yang sedang bekerja, gadis itu bekerja sebagai SPG di sebuah mall besar.
Sekarang Hafizah sedang bersiap pulang karena jam kerjanya itu sudah selesai, gadis itu memesan ojek online.
Sesampainya di rumah, Hafizah mendengar nyinyiran tetangga yang bertanya soal suaminya yang menikah malam itu.
"Nak, kemana suamimu?" tanya Bambang pada Afi yang baru saja membuka pintu.
Mendengar pertanyaan itu, Afi pun tidak bisa menjawab.
Terdiam...
"Nak!" Kembali Bambang memanggil Afi.
"Ah... iya. Mungkin dia sibuk," kata Afi yang kemudian masuk ke kamarnya.
Di kamar, Afi melihat ke ponselnya, berfikir untuk menelepon Biru dan menanyakan kabarnya.
"Telpon enggak, telpon enggak ya?" gumam Afi, akhirnya gadis itu memutuskan untuk menelepon.
****
Di kamar Maya, ia melihat ponsel Biru yang berada di atas nakas bergetar.
"Siapa malam-malam begini menelepon?" gumam Maya seraya mengambil ponsel suaminya.
"Tidak ada nama," gumam Maya, kemudian Maya terkejut karena ponsel itu di rebut oleh Biru yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Bukan siapa-siapa, mungkin orang iseng," kata Biru seraya menggeser tombol merah.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 183 Episodes
Comments
Budhe Tuty Martha
Maya kan suaminya kaya raya, kenapa nggak mbayar perawat saja untuk merawat ibunya. Malah membangkang pd suami untuk merawat sendiri ibunya. Apa yg dia lakukan nggak akan berkah itu, karena nggak nurut pd suami
2022-04-24
1
🦈Mom Panji
mencurigakan ni 😁
2022-04-19
1
🥀⃞B⃟c Qҽízα ₳Ɽ..k⃟K⃠✰͜͡W⃠
Hafizah..emg gda pilihan lain y selain meminta jd istri siri...sebaik dan secantik apapun km klo udah merebut swami orang,,tetaplah sampah...
sorryvthir klo qu kasar...🤗
2022-03-24
1