Tujuh hari sudah orangtua Syifa wafat, begitu pula dengan ketiga sahabatnya yang pergi keluar negeri untuk melanjutkan pendidikannya. Syifa berdiri di teras rumah menatap jalanan yang sedang basah sehabis hujan.
" Ya Allah, kenapa cobaan ini membuatku lemah? Aku ingin sekali tegar menghadapi semua ini, namun hatiku begitu lemah tak berdaya," batin Syifa.
Beberapa hari ini tak ada kabar dari ketiga sahabatnya, mungkin mereka sedang sibuk dengan aktifitasnya masing - masing. Syifa bersiap - siap untuk berangkat bekerja ke kedai makanan setelah lama tidak masuk.
Syifa berjalan kaki menuju tempat kerja karena masih punya banyak waktu sebelum jam kerjanya di mulai. Membutuhkan waktu sekitar 20 menit berjalan untuk sampai di tempat kerjanya.
Sampai di tempat kerja, Syifa langsung ke belakang untuk mengganti seragam kerjanya. Namun saat baru berjalan beberapa langkah, dia dipanggil oleh rekan kerjanya.
" Fa, kamu dipanggil boss keruangannya. Cepatlah menghadap!"
" Ada apa ya, kak?"
" Mana kutahu, cepat pergi sebelum boss marah."
" Iya, kak."
Syifa segera berjalan menuju ruang bossnya sebelum mengganti pakaiannya. Syifa mengetuk pintu sebelum masuk keruangan itu.
" Permisi, pak. Anda memanggil saya?"
" Syifa, satu minggu lebih kamu tidak bekerja. Saya tidak bisa mempekerjakanmu lagi."
" Tapi, pak... saya_..."
" Cukup! Sudah ada orang yang menggantikan posisimu, jadi saya tidak membutuhkanmu lagi."
" Pak, saya sudah meminta ijin. Kenapa bapak memecat saya?"
" Kau terlalu lama cuti, jadi sudah ada orang lain yang menggantikanmu."
" Pak, saya mohon... jangan pecat saya,"
" Maaf, silahkan keluar dari sini."
Syifa segera melangkahkan kakinya keluar dengan langkah yang terasa begitu berat.
" Fa, kamu kenapa?" tanya temannya.
" Tidak apa - apa, saya pulang dulu. Terimakasih, selama ini kakak sudah menjadi teman baik Syifa."
" Pulang? Maksud kamu apa, Fa?"
" Saya dipecat, kak."
" Di pecat? Tapi kenapa, Fa?"
" Saya tidak tahu, kak. Katanya sudah ada penggantinya selama saya tidak bekerja."
" Ya sudah, yang sabar ya? Semoga kamu mendapatkan pekerjan yang lebih baik diluaran sana."
" Iya, kak. Kalau begitu Syifa pamit ya,"
" Hati - hati, saya yakin kamu bisa menjadi orang sukses suatu hari nanti. Tetap semangat ya!"
" Terimakasih, kak."
Setelah berpelukan sebentar, Syifa segera pulang ke rumah karena saat ini belum memiliki tujuan yang lain. Sampai di rumah, Syifa dikejutkan dengan kehadiran pamannya yang merupakan adik dari sang ibu.
" Assalamu'alaikum, paman."
" Wa'alaikumsalam, dari mana saja kamu?"
" Syifa mau mencari pekerjaan, paman. Kenapa tiba - tiba paman tiba - tiba datang kesini? Kemarin saat ibu meninggal, paman tidak datang."
" Paman sedang sibuk, tak ada waktu."
" Lalu, sekarang?"
" Kau harus tahu tentang satu hal, Fa. Rumah ini milikku sekarang. Ini adalah peninggalan kakekmu, jadi paman juga berhak atas rumah ini."
" Tapi, paman... Syifa harus tinggal dimana jika paman mengambil rumah ini?" Syifa terduduk di lantai dengan airmata yang membasahi kedua pipinya.
" Aku tidak peduli! Sekarang kau harus pergi dari sini!" bentak paman.
" Paman, jangan mengusirku dari rumah ini. Syifa harus pergi kemana lagi, tak ada satupun keluarga Syifa selain paman."
" Kau pikir aku peduli! Cepat tinggalkan rumah ini!"
" Paman, Syifa mohon... aku ini masih keponakan paman,"
" Dari dulu aku sangat membenci keluargamu yang sok baik itu. Jangan harap aku akan mengasihimu!"
Syifa dipaksa untuk mengambil barang - barangnya dan segera menyuruhnya untuk angkat kaki dari rumah itu. Gadis itu hanya bisa menangis saat melangkahkan kakinya keluar dari rumah dan tatapan iba para tetangga. Mereka merasa kasihan dengan nasib Syifa, namun mereka tidak bisa menampung gadis itu karena rata - rata penduduknya bertaraf hidup rendah.
Syifa melangkahkan kakinya menapaki jalanan yang mulai basah karena rintik hujan yang semakin lama semakin deras. Airmatanya luruh bersama tetesan air hujan yang mengguyur seluruh tubuhnya. Tubuh kurusnya semakin menggigil kedinginan karena hujan yang semakin deras disertsi angin kencang. Syifa duduk di halte untuk berteduh sambil memikirkan kemana kakinya akan melangkah.
Duaaarrr!!!
Kilatan cahaya yang sangat menyilaukan mata seakan membelah langit disertai gemuruh petir yang menggelegar. Syifa langsung menutup mata dan telinganya karena ketakutan. Kini hidupnya benar - benar sendiri dan tak ada arah tujuan. Dia sudah menjadi gelandangan yang luntang lantung di jalanan.
" Ya Allah, kuatkanlah diriku untuk menjalani semua cobaan dariMu. Hamba yakin suatu saat akan ada kebahagiaan untukku ya Allah. Berilah kemudahan bagiku dalam menghadapi aral melintang dalam hidupku ini." batin Syifa.
Syifa terus berusaha untuk tegar menghadapi kenyataan hidup yang cukup sulit untuk ia jalani. Syifa hanya bisa berharap ada seseorang yang akan menolongnya.
Hujan sudah mulai berhenti, Syifa kembali melanjutkan langkahnya untuk mencari tempat berlindung malam ini. Kepalanya terasa berat dan pusing disertai suhu badan yang semakin naik. Syifa berusaha untuk tetap berjalan walau dengan tertatih - tatih. Saat akan menyeberang jalan, tiba - tiba pandangannya kabur saat di depannya ada sebuah mobil yang melaju kencang.
Braakkk!!!
# # #
Syifa berada di sebuah taman yang indah dengan aroma semerbak dari bunga - bunga yang tumbuh di sekelilingnya. Syifa terus berjalan di tempat yang menurutnya sangat asing. Dia merasa nyaman berada di tempat itu.
" Tempat apa ini? Aku belum pernah melihat tempat senyaman ini seumur hidupku." gumam Syifa.
Syifa terus berjalan lurus ke depan namun seperti tak ada ujungnya. Saat dia mulai lelah, netranya menangkap sosok pria dan wanita paruh baya sedang bercengkerama di dekat danau kecil yang airnya terlihat sangat jernih.
" A_yah... I_bu...!" gumam Syifa terkejut.
Syifa melangkah semakin dekat kepada kedua orangtuanya. Tak terasa airmata jatuh membasahi pipinya.
" Syifa, kenapa kamu ada disini?" tanya ibu dengan tersenyum.
" Ibu, ayah... kita ada dimana sekarang?" sahut Syifa.
Mereka bertiga saling berpelukan melepaskan kerinduan di hati. Syifa menangis haru bisa bertemu dengan kedua orangtuanya lagi.
" Sayang, bagaimana bisa kamu datang ke tempat ini?" tanya ibu lagi.
" Syifa merindukan ayah dan ibu, biarkan Syifa tetap disini bersama kalian," rengek Syifa.
" Nak, pulanglah! Tempatmu bukan disini, jalanmu masih panjang." ujar Ayah.
" Syifa tidak mau sendirian, Yah. Ijinkan Syifa ikut bersama kalian,"
" Tidak, Syifa. Kembalilah, belum waktunya kamu ikut dengan ayah dan ibu. Banyak hal yang harus kamu lakukan sebelum bersama kami, Nak." ucap ayah.
" Ayahmu benar, Syifa. Pergilah! Kau belum waktunya berada di tempat ini," kata ibu.
Syifa menangis saat orangtuanya menyuruhnya segera pergi. Syifa sudah terlanjur nyaman dekat dengan kedua orangtuanya. Dia tidak ingin berpisah lagi dengan ayah dan ibunya.
" Syifa tidak memiliki siapa - siapa lagi selain kalian. Tolong ijinkan aku tetap disini bersama kalian.".
Mereka kembali saling berpelukan untuk meluapkan rasa rindu dalam jiwa. Syifa heran melihat kedua orangnya yang selalu menyunggingkan senyumnya. Hidupnya seakan tidak ada masalah sama sekali.
Saat mereka berpelukan, tiba - tiba tubuh Syifa seakan tertarik ke belakang dan terlepas dari pelukan ayah dan ibunya.
" Ayaahhh...!"
.
.
TBC
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments