" Ayaahhh...!" teriak Syifa.
Reyhan segera memanggil dokter agar segera memeriksa ayah Syifa. Dia ikut panik melihat keadaan pak Suryana yang semakin memburuk.
Dokter yang memeriksa keadaan pak Suryana menghela nafas panjang. Dengan perlahan ia melepas semua alat yang terpasang di tubuh pak Suryana.
" Dokter, kenapa alat - alat itu dilepas?" tanya Syifa.
" Maaf, Nona. Ayah Anda sudah tidak tertolong. Beliau sudah meninggal,"
" Tidak! Ayah tidak mungkin meninggal!" pekik Syifa.
" Sabar, Fa. Ikhlaskan ayah dan ibu." lirih Reyhan.
Tubuh Syifa semakin melemah dan tak sadarkan diri dalam dekapan Reyhan.
Beberapa perawat membantu Reyhan untuk membawa Syifa ke brankar untuk diberi perawatan. Reyhan tak kuasa menahan airmatanya yang kembali membasahi wajahnya.
" Fa, kamu harus kuat. Kamu gadis yang tegar, aku yakin kamu bisa melewati semua ini," lirih Reyhan.
Pak RT, Ardan dan Sony masuk untuk melihat keadaan Syifa setelah tadi mendapat informasi dari dokter diluar.
" Syifa... bangunlah, Nak. Bapak yakin kamu kuat, orangtuamu adalah orang yang baik, mereka pasti berada di surga-Nya Allah. Kamu harus melanjutkan hidupmu walau tanpa mereka." ujar pak RT seraya mengusap puncak kepala Syifa dengan lembut.
Ardan dan Sony menatap sendu keadaan Syifa yang sedari tadi belum sadar dari pingsannya. Mereka berdua tak kalah sedihnya dengan Syifa. Bagi mereka, orangtua Syifa adalah sosok panutan yang patut mereka contoh. Mereka juga menganggap pak Suryana dan bu Aisyah sebagai orangtua mereka sendiri.
Sony dan pak RT segera mengurus pemulangan jenazah kedua orangtua Syifa ke bagian Administrasi. Semua biaya rumah sakit di tanggung oleh Reyhan karena ini adalah kecelakaan yang disebabkan oleh seorang anak kecil yang berprofesi sebagai pengamen.
# # #
Pagi hari, warga membantu proses pemakaman kedua orangtua Syifa. Reyhan, Ardan dan Sony setia menemani Syifa yang tak berhenti menangis dari kemarin.
" Fa, ikhlaskan kepergian ayah dan ibu. Mereka tidak akan tenang jika melihatmu bersedih seperti ini," hibur Reyhan.
" Aku tidak punya siapa - siapa lagi, Rey. Aku sebatangkara sekarang." isak Syifa.
Setelah jenazah selesai dikebumikan, kini tinggal Syifa, Reyhan, Ardan dan Sony. Syifa tidak mau pulang ke rumah karena ingin berada disisi kedua orangtuanya.
" Fa, kita pulang ya? Matahari semakin terik, nanti kamu bisa sakit," bujuk Sony.
" Aku disini saja, kak. Aku tidak mau meninggalkan ayah dan ibu disini."
" Fa, kau tidak boleh seperti ini! Kau masih punya masa depan yang harus diraih,"
Syifa bersimpuh di depan pusara keduanya dengan meremas tanah yang menimbun orangtuanya. Dia tidak percaya bahwa kedua orangtuanya pergi secepat ini dalam waktu yang bersamaan. Kini hidupnya terasa hampa dan enggan untuk mempertahankan hidupnya lagi.
" Fa, kau tetap harus melanjutkan hidupmu. Buatlah kedua orangtuamu bangga dengan masa depanmu yang bahagia." ujar Ardan.
" Kalian pulanglah dahulu, nanti aku menyusul,"
" Tidak boleh seperti itu, Fa. Kita pulang bersama - sama." bujuk Reyhan.
" Rey, please...?" ucap Syifa menghiba.
" Pulang sekarang! Atau kau mau digendong?" bisik Reyhan.
Syifa menatap sendu kepada pria yang memaksanya untuk pulang itu. Namun dia juga tidak menolak saat Reyhan mengulurkan tangannya untuk berdiri.
Mereka berempat pulang ke rumah Syifa dengan berjalan kaki karena jarak rumah dan pemakaman tidaklah jauh. Seperti biasa, Reyhan dan Ardan berebut untuk mendekati Syifa. Sony yang jengah dengan tingkah keduanya, langsung menarik tangan Syifa lalu merangkul bahu gadis itu seraya mengajaknya berjalan mendahului Reyhan dan Ardan.
" Ish... gara - gara kau!" ketus Ardan.
" Hah... jangan kau pikir Syifa mau denganmu!" sahut Reyhan.
Sampai di rumah, Syifa langsung masuk ke dalam kamar orangtuanya. Dia kembali menangis seraya memeluk foto ayah dan ibunya.
" Ayah, ibu... Syifa tidak bisa hidup tanpa kalian. Kenapa kalian harus pergi secepat ini," batin Syifa.
Syifa merasa sangat kehilangan ayah dan ibunya. Tak pernah terbayangkan sebelumnya jika ia akan menjadi sebatangkara di saat usianya yang masih remaja.
" Ayah, ibu... Syifa harus bagaimana sekarang? Aku tidak mau hidup sendirian, kenapa kalian tidak mengajak Syifa bersama kalian?"
Reyhan yang sedari tadi berdiri di depan kamar langsung masuk dan mendekap tubuh Syifa. Saat ini tak ada kata yang bisa ia lakukan kecuali memberikan ketenangan hati untuk gadis dalam pelukannya itu.
" Jangan bersedih, kamu harus kuat. Aku tidak suka melihat airmata kesedihan ini," lirih Reyhan.
" Rey, apa aku bisa hidup sendirian tanpa ayah dan ibu?"
" Yang sabar ya, Fa. Aku yakin kamu bisa menghadapi semua cobaan ini."
" Apa kau akan pergi juga meninggalkan aku?"
" Maaf, aku tidak bermaksud untuk meninggalkanmu. Tapi aku harus pergi untuk sementara waktu. Setelah lulus kuliah nanti aku pasti akan kembali sesuai janjiku kepada kedua orangtuamu."
" Aku tahu, Rey. Kau tidak perlu minta maaf dan juga tidak usah memikirkan aku lagi. Aku akan berusaha bertahan walau dalam kesendirian. Pergilah! Jangan kau pikirkan tentang permintaan orangtuaku."
" Fa, sampai kapanpun juga aku akan ada untukmu. Jangan pernah memutuskan komunikasi walaupun kita jauh. Aku mohon, tunggulah aku pulang," pinta Reyhan.
" Rey, aku tidak tahu seperti apa nasibku setelah ini. Jangan terlalu berharap lebih, semua kita serahkan pada Tuhan."
" Apa kau tidak mencintaiku, Fa?"
" Aku_...."
Syifa menunduk dan mundur dua langkah menjauhi Reyhan. Dia sendiri tidak tahu harus menjawab apa kepada Reyhan. Selama ini dia hanyalah menganggapnya sahabat seperti kepada Ardan dan Sony.
" Fa, kau disini sama Reyhan? Dari tadi aku mencarimu." kata Ardan yang langsung nyelonong masuk ke dalam.
" Mmmm... kalian tidak pulang?" tanya Syifa.
" Apa kau tidak senang kami menemanimu disini?"
" Bukan begitu, bukankah kalian akan pergi keluar negeri?"
" Bagaimana jika kamu ikut denganku saja, Fa?" kata Ardan.
" Tidak boleh! Lebih baik Syifa ikut denganku." timpal Reyhan.
Syifa menatap keduanya dengan heran. Bagaimana bisa mereka berpikir untuk mengajaknya keluar negeri.
" Heh... memangnya kalian punya apa mau mengajak Syifa pergi! Makan saja masih bergantung pada orangtua." ujar Sony.
" Iya, kak Sony benar. Aku tidak akan pergi dengan kalian, pergilah! Wujudkan cita - cita dan harapan orangtua kalian. Aku juga ingin mewujudkan mimpiku yang belum tercapai. Semoga suatu saat nanti kita berempat bisa berkumpul seperti ini lagi." ucap Syifa.
" Kita masih bisa komunikasi via telepon, Fa. Walaupun jauh, kita tidak boleh putus komunikasi." kata Ardan.
" Iya, insyaAllah kita berempat tidak akan putus komunikasi." sahut Syifa.
" Syifa, sampai kapanpun aku akan tetap mencintaimu," ucap Ardan.
" Cinta tidak bisa dipaksakan, Dan. Setelah sampai di tempat yang baru, kau pasti mendapatkan cinta yang lain." ledek Syifa.
" Kau berbeda, Syifa. Cintaku tulus untukmu, tidak seperti kepada gadis - gadis diluaran sana yang hanya menginginkan hartaku."
Ardan sangat senang melihat ada sedikit senyuman di wajah Syifa. Begitu pula dengan Reyhan dan Sony yang turut bahagia karena Syifa sudah sedikit lebih tenang.
" Terimakasih, kalian bertiga ada bersamaku di saat aku sedang terpuruk seperti ini." ucap Syifa.
" Tidak perlu mengucapkan terimakasih, Fa. Kita ini bersahabat, kami justru bersyukur bisa mengenalmu dan juga orangtuamu. Dari keluargamu, kami jadi tahu artinya sebuah keluarga yang harmonis. Orangtuamu memberikan kasih sayang yang tulus kepada kami. Kau tahu betapa sibuknya orangtua kami sehingga tak ada waktu untuk bersama anak - anaknya." sahut Sony.
Mereka berempat saling berpelukan sebelum akhirnya berpamitan untuk pulang ke rumah masing - masing. Malam ini Reyhan akan berangkat ke Amerika, Ardan ke London dan Sony ke Singapura.
Kini tinggalah Syifa sendirian yang kembali menangis setelah ketiga sahabatnya pergi. Di saat yang bersamaan, lima orang yang paling dekat dengannya pergi jauh.
.
.
TBC
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments