Chapter 5 - Belanja

Jam istirahat kedua biasa mereka pakai untuk menunaikan solat Dzuhur di Mushola. Tadi Ezra udah jemput Nanaz ke kelasnya, sekarang mereka lagi jalan barengan dengan Yuna dan Rafa di belakang tanpa Doni karena Cowok itu beragama kristen.

"Naz, entar lo duluan ambil wudhu biar gue nyariin mukenahnya." Ucap Yuna dari belakang.

"Oke."

"Emang mukenah di mushola dikit?" Tanya Rafa.

"Gak dikit-dikit amat sih, cuman kan banyak yang solat. Entar ngantri lama." Balas Yuna.

"Nanaz kenapa gak bawa mukenah dari rumah?" Tanya Ezra yang sedari tadi mendengarkan.

"Berat hehe, hari ini pelajarannya pada punya buku tebel semua."

Ezra hanya mengangguk saja, mereka telah sampai ke Mushola segera melepas sepatu dan pergi ke tempat wudhu yang terpisah antara perempuan dan laki-laki kecuali Yuna tentunya.

Ezra paling suka saat waktunya solat, karena keinginannya banyak Ezra suka berdoa salah satunya meminta Nanaz menjadi calon istrinya di masa depan. Ehe.

...➳༻❀☕❀༺➳...

"Gue bisa nginepnya mulai besok, gak papa?"

"Gak papa Yun, lagian lo ada acara keluarga kan."

Yuna mengangguk membenarkan. "Beneran, lo gak takut sendirian kan?"

"Seriusan Yuna apa yang perlu ditakutin, gue dari kecil tinggal di rumah itu."

Yuna terkekeh memperhatikan Nanaz yang sedang menghapus papan tulis. Mereka sedang piket sekarang, bukan hanya mereka sih masih ada tiga orang lagi yang membantu mereka dan sang ketua kelas yang mengawasi. Ya katanya sih mengawasi tapi dari tadi sibuk main HP sambil mengumpat.

"Ezra mana? Biasa udah nongol di depan pintu."

"Gue suruh nunggu di kantin, kelamaan nanti."

Gak lama waktu mereka piket, sekitar lima belas menit mereka telah selesai. Ketua kelas mereka yang mengawasi dari tadi kini hendak mengunci pintu kelas.

"Udah gak ada yang tinggal kan?" Tanya Arkan.

"Gak. Udah cepetan kunci, jangan Hape aja lo pegang." Ketus Yuna.

"Sabar lah, tangan gue cuman dua. Dua duanya ke pake ini."

Yuna mendengus, "Ck! Mana kuncinya?"

"Di tas paling depan yang resletingnya rusak."

Nanaz yang dari tadi memperhatikan hanya terkekeh, kemudian melihat Ponselnya yang berbunyi. Notifikasi dari Ezra, siapa lagi kalau bukan dia? Pesan dengan stiker kucing sedih dengan chat yang mengatakan Nanaz kelamaan, padahal udah kangen.

Nanaz menggelengkan kepalanya sambil membalas pesan tersebut, kayak yang disuruh nunggu setahun aja. Gadis yang masih tersenyum itu akhirnya tersentak kaget saat melihat Yuna memukul kepala Arkan.

"Goblok banget sih jadi orang!"

"Bukan goblok anjir, namanya lupa."

"Eh ada apa?" Tanya Nanaz.

"Udah Naz lo duluan aja, ni anak ilangin kuncinya, setan emang!" Ujarnya emosi.

"Mau cepet jadi lama kan!" Sambungnya terus mengomel.

"Woi, gue juga mau mabar kali. Emangnya gue sengaja hilangin kunci hah?"

"Bodo! Mabar aja di kepala lo isinya. Cepet gue bantuin!"

Nanaz hanya menggelengkan kepala, walau marah nyatanya Yuna tetap membantu Arkan mencari kunci kelas.

"Beneran gak papa?"

"Gak Papa, kalau kelamaan si Ezra bisa ngomel kan? Kayak gak tau aja bayi besar." Jawabnya sambil mencari di laci guru.

Nanaz hanya mengangguk, pamit kepada Arkan dan berjalan ke arah kantin. Tangannya sibuk membalas pesan Ezra yang tak berhenti mengirim pesan, sambil sesekali menjawab sapaan beberapa orang yang dikenalnya.

...➳༻❀☕❀༺➳...

Jarum jam pada dinding menunjukan pukul empat lewat, gadis yang baru selesai keluar dari kamar mandi itu bergerak menuju kulkas dan membukanya. Kosong, tidak ada apapun, hanya beberapa air putih dingin dan roti sisa kemarin. Sayuran pun sudah tak ada.

Setelah menutup kembali, matanya menemukan secarik kertas di atas kulkas dengan tulisan yang tentu ia tau siapa pemilik tulisan ini.

"Nanaz sayang, gue lupa bilang bahan dapur udah pada abis. Uang belanja ada di laci kamar gue, gue juga udah nulis barang-barang yang harus dibeli. Sisa duitnya boleh lo pakai buat beli jajan asal jangan habis, ok? Love you honey ♡"

Setelah membaca pesan gadis itu segera mengecek kamar Karina dan membuka laci meja rias disana. Ada beberapa lembar uang merah dan secarik kertas berisi daftar barang yang harus dibeli. Gadis itu tersenyum.

"Ehe, waktunya belanja!"

Nanaz berlari ke kamarnya, mengambil Ponselnya yang sedang di cas dan memgirim pesan pada seseorang untuk menemaninya belanja, siapa lagi kalau bukan pacar kesayangannya.

Setelah pesan dikirim selang beberapa detik, centang dua abu-abu itu berubah bewarna biru dan muncul balasannya. Nanaz segera mengambalikan ponselnya untuk bersiap-siap pergi.

Setelah setengah jam, pintu rumah di ketuk dibarengi dengan ucapan salam. Nanaz tentu tau siapa itu, segera ia bangkit dan menuju ke depan.

"Waalaikumsalam." Ucapnya sambil membuka pintu lebar-lebar.

"Nanaz! Ayok berangkat."

"Jangan teriak-teriak Ezra nanti di lempar tetangga."

"Lempar balik dong kok susah hehe."

Nanaz hanya menggelengkan kepala mendengarnya.

"Kok aku gak denger suara motor kamu?"

"Iya, aku bawa mobil."

"Eh, tumben. Kok gak naik motor aja?" Tanya nya bingung.

"Bahaya, entar kena tilang lagi."

Nanaz mengerutkan keningnya, kenapa ditilang? Kan Ezra sudah memiliki SIM. Setiap pergi mereka juga selalu menggunakan helm.

"Kenapa? Helm yang satu lagi dibawa orang rumah?"

"Bukan gitu, kita kan perginya bertiga."

"Hah??"

"Aku, kamu dan cinta. Mwehehehehe."

"Hishh! Jangan gombal ah." Kesalnya dengan wajah memerah.

"Nanaz cantik kalau lagi malu, jadi pingin cium."

"Gak boleh! Dasar ya, belajar dari mana sih gombalnya?"

"Belajar sendiri dong. Bakat alami seorang Ezra Zachary." Balasnya pede.

Nanaz hanya menghela nafas, menyuruh Ezra untuk menunggu sementara ia masuk kedalam kembali untuk mengambil kunci rumah.

Rencananya mereka akan belanja di Mal, katanya Nanaz mau sekalian beli novel juga. Gak jauh kok tempatnya, kalau gak macet dari rumah Nanaz  cuman butuh waktu sekitar 15 menit aja. Dan syukurlah jalanan gak terlalu ramai jadi mereka bisa cepat sampai.

"Naz biar aku yang bawa trolinya."

"Okay."

Nanaz mulai mengeluarkan list belanjaan dari tas kecilnya, berjalan duluan memandu Ezra sambil melihat-lihat barang-barang disana.

Ezra dalam hati merasa tersipu sendiri, kalau di lihat-lihat mereka jadi kayak pasangan suami istri yang lagi belanja barang makanan. Karena pikirannya udah melayang-layang kayak layangan yang nyasar ke pulau amazon, Ezra sampai gak sadar dari tadi Nanaz manggilin.

"Ezra!"

"Hah?? Apaan Naz?"

"Kamu mikirin apa sih? Aku panggilin gak denger."

"Aku?"

"Aku lagi mikirin masa depan kita berdua."

"Kalau kita nikah pasti belanja barengan gini, seru ya!"

"Terus kalau udah punya anak, anaknya kita dudukin di troli! Keren kan kayak pasangan bahagia aja. Jadi gak sab---"

"Oke-okee stop Ezraaa." Potong Nanaz.

"He kenapa? Seru tau bayangin masa depan."

"Ishh maluuu, halu nya ditunda dulu aja."

"Dilihatin orang tau!"

Nanaz memicingkan matanya sambil menunduk. Suara Ezra sih kuat banget, udah ngomongnya menggebu-gebu pakai semangat 45. Kan orang-orang jadi ngeliatin. Ezra memandang sekitar, memang benar mereka di liatin.

Tapi, karena urat malunya Ezra emang udah putus dan belum disambung-sambung. Ezra hanya mengendikkan bahunya sambil menatap tajam orang-orang yang bikin Nanaz jadi merasa malu.

Nanaz terdengar berdeham sebentar, kembali mengangkat wajahnya.

"Zra.."

"Ya sayang?"

"Angkatin beras yang ini, aku gak kuat."

Ezra mengangguk mengambil beras 10 kilo yang ditunjuk Nanaz tadi dan memasukkannya ke troli. Kemudian mereka mulai mengitari tempat ini untuk mencari barang-barang yang ada di list.

"Bahan dapur sama bahan pokok udah..."

"Buah juga udah..."

"Susu kotak tadi udah di ambil kan Zra?"

Ezra mengangguk pelan sambil memperhatikan Nanaz yang terlihat serius menatap daftar belanjaannya.

"Udah semua?"

"Eh lupa! aku mau beli jajan juga."

"Trolinya hampir penuh ya? Kamu gak capek kan?"

"Enggak kok, aku kan rajin olahraga hehe."

Bohong.

Kakinya aja udah gemeteran, capek tauu dari tadi keliling hampir dua jam. Mana Nanaz milihnya lama lagi, galau pilih ukuran atau merk yang mana. Untung Ezra penyabar, apasih yang enggak buat pacar kesayangannya?

"Okeeh! Udah yuk ke kasir."

Ezra mengangguk, membawa troli yang penuh ini ke antrian yang paling sedikit. Biar gak makan waktu lama, kaki udah pegel perut laper meronta-ronta minta di kasih asupan gizi.

"Ezra, udah kamu nunggu di depan aja. Biar aku yang ngantri, pasti capek kan?"

Ezra ngangguk cepet,

"Capek Naz! Tapi gak papa, biar aku aja yang capek. Kamu jangan, Nanaz aja yang duduk."

Aduh dasar kang bucin.

"Ck! Nurut aja deh, nanti juga aku mau mampir ke toko buku dulu."

"Kamu bawa belanjaan ke mobil, biar aku sendiri yang beli."

"Tapi nanti Nanaz sendirian."

"Siapa bilang aku sendirian?"

"Tuh ada buah pir, apel, pisang, jeruk. Apalagi ya?"

"Oh! Nih tadi aku juga beli semangka kok! Nanaz gak sendirian." Candanya.

Ezra tertawa pelan saat memperhatikan tingkah lucu sang pacar yang menunjuk buah di dalam trolinya.

"Gak apa-apa kok Zra, toko bukunya di lantai atas loh. Nanti capek bawa-bawa barang, aku gak lama kok." Katanya lagi.

Ezra manggut-manggut,

"Yaudah, aku tunggu di depan. Kalau ada apa-apa telpon ya."

"Habis ini mampir makan dulu baru pulang."

Nanaz mengangguk semangat, kemudian berjinjit kecil untuk mengelus kepala Ezra. Ezra yang belum siap langsung membeku, apalagi Nanaz kasih senyum manis. Bahaya banget untuk kesehatan jantung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!