Tak ada yang membuka suara diperjalanan pulang mereka. Keduanya sama-sama diam, memandang langkah kaki mereka yang terlihat bergerak dengan serentak tanpa disengaja.
Sesampainya di depan rumah Nanaz, keadaan rumah terlihat sepi. Karina pasti sudah pergi, Nanaz segera mengambil kunci dibawa taplak meja teras tempat biasa mereka menyembunyikannya.
"Ezra."
"Hm?"
Nanaz menghela nafas, cowok itu masih terlihat kesal entah karena apa. Padahal tadi ia sudah menjelaskan tidak apa-apa karena tidak minum susu kotak itu.
Nanaz mengambil alih plastik berisi bubur ayam yang sempat mereka beli tadi. Niatnya ingin makan disana, tapi takut Jinan akan mengganggu.
"Kita sarapan diluar aja yah, aku bawain piringnya kedepan."
Ezra mengangguk.
"Minumnya apa? Teh hangat mau?" Tawarnya dengan senyum hangat
"Mau! Tapi jangan manis-manis yah! senyum kamu udah manis soalnya. Entar aku diabet lagi hehe."
Nanaz terkekeh, menyempatkan diri mengelus kepala cowok itu baru kemudian masuk kedalam. Ezra masih memasang cengirannya bahkan ketika Nanaz sudah tak terlihat.
Namun, mulutnya yang melengkung ke atas itu seketika berubah datar saat notifikasi pesan masuk ke Ponselnya.
From : 08xxxxxxxx
Ezra! Lo ganteng kalau lagi marah tau gak 😘
"****!!"
...➳༻❀☕❀༺➳...
"Oi! Masih pagi kali, mata lo udah kayak ikan mati aja."
"Ck! Jangan ngulah lo Don, si Nanaz blom dateng. Lo mau kena lempar sapu lagi hah?"
Doni hanya berdecih, kembali menatap Ezra yang memasang wajah suram kurang tidur. Bahkan terlihat beberapa kali menguap dan menidurkan kepalanya diatas meja dengan tas sebagai bantalan.
"Kenapa lo Zra? Si Nanaz juga ntar lagi datang."
Ezra tak menjawab, memberikan lirikan tajam tanda ia kesal karena diganggu.
"Anjir merinding gue. Muka lo udah serem! Gak usah ngeliat gitu juga kali."
Ezra langsung menegakkan badannya meraih ponsel disaku celananya membuat kedua temannya bingung. Jemarinya bergerak di atas layar untuk membuka kamera, dan melihat wajahnya disana. Bahkan terdengar satu kali ia mengambil foto dirinya.
"Enggak serem tuh, gue ganteng kok."
Keduanya menghela nafas. Doni yang duduk disamping ingin melempar HP Ezra kejendela saat melihat Ezra kini malah sibuk berpose dan memfoto dirinya sendiri. Tapi sayangnya ia masih sayang nyawa, bahaya, belum ada Nanaz disini.
Tak berapa lama, pawangnya Ezra yang ditunggu-tunggu datang. Nanaz terlihat lengkap dengan dasi dan topinya begitupun dengan gadis disampingnya yang sedang berjalan sambil memainkan Ponsel.
"Nanaaz!" Teriaknya membuat seisi kelas kaget.
Doni yang belum sempat menyingkir bahkan harus jatuh tersungkur kelantai saat Ezra seenaknya langsung berlari keluar dari duduknya.
Rafa yang melihatnya merasa kasihan kepada lantai putih yang harus bersentuhan dengan badan laknat Doni.
"Jangan teriak-teriak Ezra!" Tegurnya sambil membenarkan letak dasi Ezra.
"Tau! Sakit kuping gue dengernyaa." Ucap Yuna.
"Kenapa lama datangnya?"
"Aku ketoilet dulu tadi. Oh iya rotinya sengaja gak aku bawa sekarang, kita makan waktu istirahat aja ya."
Ezra mengangguk manis, kedua lesung pipinya terlihat saat senyumnya mekar dengan indah. Yuna yang melihat pemandangan itu hanya menggelengkan kepala melihatnya.
"Mata kamu sedikit merah, kantung matanya juga keliatan. Tadi malam kamu tidur jam berapa?"
"Sama sekali gak tidur."
"Astaga, padahal pagi ini upacara. Kan udah aku bilangin langsung tidur! Kamu nge game dulu ya?"
Ezra menggeleng, "Enggak kok, gimana aku bisa tidur kalau tadi malam kamu lari-larian terus di pikiran aku hm?"
Seisi kelas melongo melihatnya, suara Ezra memang tidak kuat tapi tentu saja teman-teman sekelasnya dapat mendengar mereka. Jika Nanaz dan para gadis-gadis mulai bersemu merah mendengarnya. Para kaum adam tentu saja menahan umpatannya agar tidak keluar.
"Oi, plastik mana plastik? Gue mau muntah."
"Jijik anjirr."
"Bukan lagi jijik Don, tapi najis ini namanya." Bisik mereka berdua.
Memang benar adanya Ezra tidak tidur karena memikirkan Nanaz tapi bukan hanya itu. Saat dirinya hampir terlelap kedalam dunia mimpi Handphone nya berdering menampilkan nomor orang gila tidak sopan yang menelpon di tengah malam.
Jika ia tak mengingat nomor itu mungkin Ezra akan mengangkatnya. Ezra bingung bagaimana Jinan bisa mendapat nomor telponnya. Bahkan malam itu ia menelpon setiap 2 jam sekali hingga membuatnya stres setengah mati.
Setelah memilih untuk menonaktifkan Ponselnya cowok itu malah tidak tidur karna memikirkan dari mana gadis bar bar itu mendapat nomornya.
"Ekhem, yaudah. Bentar lagi bel, mau kelapangan bareng?"
Ezra mengangguk.
Mereka berlima berjalan ke lapangan bersama dengan Ezra dan Nanaz yang terus menempel membuat 3 manusia disana merasa panas.
"Yuna, kalau lo pengen berduaan kayak mereka juga gue siap jadi pasangan lo kok." Ujar Doni
"Dih! Ogah anjir! Mendingan gue nempel ama tembok."
"Sabar Don, buluk mending mundur aja sana." Kata Rafa.
"Sakit ***!"
...➳༻❀☕❀༺➳...
Jam pelajaran pertama tadi adalah olahraga, Ezra yang masih mengenakan seragam olahraganya terlihat masih berkeliaran di lapangan bola basket sambil memantul-mantulkan bolanya.
Bel istirahat baru saja berbunyi, sekitar lima menit lalu tepatnya. Biasa, Ezra akan langsung meluncur dengan kecepatan tinggi ke tempat sang pacar tercintanya berada.
Tapi, sebelum itu Nanaz sudah lebih dulu mengirimnya pesan, bahwa gadis itu berada di ruang guru untuk membantu walikelasnya.
Sebenarnya Ezra kesal, ingin sekali mengerjai wali kelas Nanaz rasanya. Padahal setau Ezra, Nanaz bukanlah sekretaris kelas.
Tapi ya apa boleh buat, dari pada Nanaz marah padanya karena ia mengulah, lebih baik ia tenang disini sambil menunggu Nanaz.
Ezra terlihat mendrible bolanya ke arah ring, mengambil ancang-ancang sambil menatap ring tersebut. Kemudian dengan gerakan andalannya mulai melempar bola berharap benda itu masuk. Tapi sayangnya bola meleset, hampir saja masuk.
Suara teriakan dari kaum hawa yang menonton di pinggiran mendadak meredam saat Ezra memberi tatapan tajamnya. Itu terdengar sangat mengganggu baginya.
Tapi jika itu Nanaz, jika dia diteriaki tepat di depan telingapun ia tak akan marah.
"Enak ya jadi orang cakep, bola meleset aja di teriakin kagum gitu."
"Iri bilang bos." Jawab Rafa mendengarnya.
"Bukan iri, hanya merasa dunia tidak adil."
"Makanya pas pembagian wajah tampan datang, bukannya molor." Canda Rafa.
Doni hanya memandang loyo, kembali memperhatikan Ezra yang mulai memasukkan bolanya kembali yang ternyata kali ini berhasil.
Para kaum hawa yang ingin berteriak kembali mengurungkan niat. Bukan karena lirikan tajam Ezra yang membuat mereka terkena serangan jantung karena takut sekaligus terpesona dengan ketampanannya. Melainkan karena seorang gadis yang berjalan ke tengah lapangan dengan gaya anggunnya.
"Ck ngapain lo ke sini hah?"
"Hm? Emangnya ini lapangan punya lo doang ya?" Jawabnya sambil mengedipkan matanya beberapa kali.
Ezra berdecak kembali, mencoba mengabaikannya dan memantulkan bolanya. Ingin sekali rasanya ia memantulkan bola ini ke kepala Jinan.
"Seriusan nih? Bola buluk gitu lebih menarik dari gue?"
"Oii Jinan! Jangan ganggu singa yang lagi anteng deh pawang nya belom dateng." Teriak Doni dari bangkunya.
Jinan hanya memberinya lirikan tajam.
"Ezraa, gue bawa minum nih."
"Ezraa lo keringetan tuh, sini gue lap keringatnya."
"Ezra berhenti duluu."
"Heh betina! Gak usah sok deket deh, jijik gue liatnya."
Akhirnya, Ezra mulai mengeluarkan kalimat sinisnya.
"Ck! Siapa yang lo bilang betina hah?" Cetusnya.
"Nurut lo siapa?"
Jinan memandang malas, sulit sekali mendekati Ezra pikirnya. Padahal ia kira akan sangat mudah seperti yang lainnya.
Namun seakan tak kehabisan akal, Jinan yang berjarak dua langkah dari Ezra mendekat. Berjalan ke hadapan Ezra yang masih memantulkan bola harus terhenti karena kaget.
"Ngapa--
Tak terduga, Jinan menendang tulang kering Ezra. Akibatnya, cowok yang belum siap itu harus jatuh menubruk Jinan yang di depannya. Posisi jatuh mereka bisa membuat siapa saja salah paham jika tak melihat dari awal.
Ezra menegang, matanya melotot kaget.
Tidak sampai lima detik Ezra segera bangkit, menatap nyalang gadis tak tahu malu yang kini wajahnya tengah bersemu merah. Niat awal ingin membuat Ezra deg-degan tidak tahunya malah gadis itu sendiri yang berdebar.
Wajah Ezra sangat dekat tadi, jantungnya nyaris copot melihat manusia tampan yang selama beberapa detik sempat ada diatasnya tadi.
Bahkan, saking kagetnya Jinan tak lagi dapat mendengar suara umpatan-umpatan Ezra yang ditujukan padanya. Semuanya seolah teredam oleh suara detak jantung yang masih berdetak kencang.
Doni dan Rafa yang melihat dari jauh segera menghampiri, menahan Ezra yang mulai emosi. Ezra sempat mengambil bola basket hendak di lemparkan ke kepala Jinan. Tapi untungnya Rafa sempat mencegahnya.
"Sabar Zra! Inget dia cewek."
"Lo gak mungkin mukul dia kan?"
"Atau gue panggilin cewek di pinggir lapangan buat gantiin lo mukul dia?" Tawar Rafa.
"Ck! Cewek macam apa yang kegatelan kayak gitu hah!?" Teriaknya kesal,
"Najis!" Sambungnya.
Rasanya tidak puas jika belum melempar kepalanya, seperti ada yang mengganjal.
Ezra kesal, jika saja yang dia mengabaikan perkataan Nanaz untuk tidak kasar dengan perempuan, mungkin bola basket itu benar-benar akan mengenai kepala Jinan.
Ezra memberikan tatapan mautnya pada Jinan yang pikirannya masih melayang entah kemana. Tangannya menyentuh bahu gadis itu tadi, benar-benar membuatnya ingin segera mencuci tangan.
Setelah berdecak dan menghela nafas kasar Ezra lekas pergi dari sana. Mencari sang pacar untuk mendinginkan panasnya kepala akibat emosi.
Rafa dan Doni yang awalnya sempat tegang mendesah lega, beralih menatap Jinan. Kemudian menggeleng dengan serentak saat melihat gadis yang masih terduduk ditengah lapangan itu menyentuh dadanya sambil tersenyum malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments