Alardo membanting pintu mobil dengan kasar, meninggalkan Parto, sopir pribadinya yang belum sempat membukakan pintu untuknya itu berdiri terkaget-kaget di samping badan mobil. Seharian majikannya itu memang tampak pemarah sekali. Ah sebenarnya tidak hanya hari ini Parto melihat Alardo marah-marah, tuannya itu memang selalu marah-Marah setiap hari. Namun hari ini Alardo tampak sangat mengerikan.
Seharian di kantor juga tidak berhenti memaki. Hampir seluruh anak buahnya kena amarahnya. Parto mendengar dengan telinganya sendiri saat jam istirahat, Mbak Widia, salah satu karyawati yang ramah dan selalu menyapa Parto itu tengah mengadu pada teman-temannya sambil menangis gara-gara dimaki-maki oleh bos besar mereka. Demikian juga Malik, seorang office boy yang kena marah hanya karena ia yang menyajikan minuman, bukannya Lily, sekretarisnya yang selalu melayani semua kebutuhannya termasuk membuatkan minuman. Entah apa yang sebenarnya sedang dialaminya, Parto sama sekali tidak berani menanyakannya. Gawat kalau sampai dipecat, istri dan anaknya yang masih kecil-kecil mau dikasih makan apa. Lebih baik ia menutup mulut rapat-rapat.
Setelah melempar tasnya sembarangan, Alardo menghempaskan tubuhnya dengan kasar ke atas sofa di ruang tengah. Kedua tangannya meremas rambutnya dengan frustasi. Hari ini ia merasa sangat letih setelah seharian pikirannya kacau tak karuan. Rasa marah yang tak dapat dibendungnya ia lampiaskan pada seluruh karyawannya yang bertemu dengannya. Hingga sampai saat ini hanya ada satu yang mampu membuatnya semarah itu. Pagi hari saat ia tiba di kantor, tanpa sengaja matanya menangkap judul sebuah berita di Koran yang menyembul di meja Lily bahwa model cantik Mardova Lawalata digosipkan tengah dekat dengan konglomerat Lukman Al Hakim, lengkap dengan foto keduanya yang diambil secara diam-diam tengah terseyum bahagia. Hal itu membuat moodnya terjun dengan bebas. Lily yang tak tahu apa-apa juga terkena kemarahannya.
Dua puluh tahun telah berlalu, namun rasa sakit yang diakibatkan oleh perbuatan Mardova terhadap keluarganya masih saja membekas. Bagaikan luka yang disiram air garam, sakitnya terasa berkali-kali lipat. Apalagi ketika ia harus menghadapi kakaknya yang terkadang suka kumat penyakit jiwanya, rasa marah dan dendam itu semakin berkobar. Alardo tak pernah bisa menahan emosinya yang meledak-ledak setiap mengingat akan kilasan masa lalu yang menghancurkan keluarganya. Papa dipenjara karena dijebak hutang oleh Mardova, lalu Mama meninggal terkena serangan jantung setelah mengetahui peristiwa yang menimpa kakaknya, sedangkan Sabrina sendiri tertekan hingga akhirnya menderita gangguan kejiwaan yang mengharuskannya dirawat di rumah sakit jiwa sebelum akhirnya Alardo berhasil membawanya pulang. Hanya Alardo satu-satunya yang bertahan, ia bertahan karena keinginannya untuk menuntut balas pada Mardova. Meski ia tahu dendam membuatnya menderita, kemarahannya selalu menyiksanya. Pendek kata, tujuh belas tahun Alardo menderita seorang diri. Tapi ia takkan berhenti.
Alardo mengusap wajahnya dengan lelah. Lalu matanya menangkap sosok berbaju kebesaran yang berdiri di hadapannya. Alardo mengangkat wajah dan menemukan Alifia yang tengah menatapnya dengan mata polosnya itu. Mata Alardo mengamati gadis tersebut dari bawah ke atas, lalu kembali lagi dari atas ke bawah. Gadis dihadapannya itu mengenakan kemeja putih polos miliknya yang super kebesaran ditubuh mungilnya, Alifia jadi terlihat seperti mengenakan dress panjang yang jatuh di bawah lututunya dengan lengan yang digulung asal-asalan. Sedangkan bawahannya gadis itu mengenakan celana kulot milik Sabrina yang juga terlihat kebesaran. Sedangkan pashmina kuning norak yang menutup kepalanya itu sudah pasti milik Bi Imah.
Alardo menghela napas panjang. Sebenarnya berapa sih umur gadis kecil di depannya itu? Dia terlihat seperti anak SMA yang tingginya pun tidak mencapai pundak Alardo. Ah, apakah semua remaja yang masih dalam perkembangan itu selalu terlihat menggemaskan begini? Alardo tak berkedip menatap wajah mungil yang terlihat menawan itu. Sejenak ia mengagumi keteduhannya yang entah mengapa tiba-tiba saja mampu membuat hatinya yang kacau mendadak begitu adem, sebelum akhirnya ia tersadar oleh panggilan gadis tersebut.
"Pak?" Alardo buru-buru mengeluarkan dehemannya. Panggilan itu menyadarkan Alardo, bisa-bisanya ia mengagumi gadis kecil.
"Ada apa?" tanyanya dengan suara datar.
"Saya mau pulang. Tapi semua asisten Bapak di rumah ini tidak mengijinkan, mereka bilang harus nunggu Bapak pulang. Mumpung Bapak sudah pulang saya mau pamitan. Terimakasih sudah membawa saya ke rumah sakit."
"Bi Imah bilang apa ke kamu?" Mata Alardo tak sedikitpun bergeser meninggalkan wajah Alifia.
"Saya tidak boleh pergi sebelum luka-luka saya sembuh."
"Ya sudah, kalau begitu kembali ke kamarmu." Alardo meraih tasnya yang tadi dilemparkannya sembarangan dan beranjak meninggalkan Alifia. Ia sendiri bingung alasannya menahan gadis itu agar tetap berada di rumah ini lebih lama. Pada awalnya ia kesal dan merasa direpotkan saat harus membawa Alifia ke rumah sakit dan mengantarkannya pulang. Namun berhubung gadis tersebut tertidur dan ia tak tahu alamat yang harus ditujunya akhirnya Alardo membawanya pulang, dari hal itu seharusnya ia senang ketika gadis itu ingin pulang, dengan demikian tanggung jawabnya karena telah menabrak Alifia sudah selesai. Tapi setelah menyaksikan wajah teduh yang mampu menenteramkan hatinya itu, Alardo ingin menahan Alifia agar tinggal lebih lama. Dua puluh tahun hidup dalam kegersangan dan sekarang ketika ia menemukan keteduhan, rasanya Alardo tidak ingin melepaskannya begitu saja.
"Tunggu, Pak! Saya tidak bisa di sini lama-lama. Saya harus kerja, Pak." Kejarnya yang langsung menghentikan langkah Alardo.
"Kerja?" Alardo menoleh menatap Alifia dengan kening mengernyit. "Kamu bekerja?" ulangnya yang langsung dibalas gelengan kepala oleh gadis tersebut.
"Maksud saya saya harus menyiapkan surat lamaran agar saya bisa mendapatkan pekerjaan secepatnya." Gadis kecil seusianya sudah mulai memikirkan pekerjaan? Kali ini Alardo membalikkan tubuh dan menghadap Alifia langsung. Tinggi mereka terlihat sangat kontras. Alifia samai harus menengadah agar dapat melihat wajah Alardo.
"Berapa usiamu?"
"Dua tiga." Jawabnya polos. Sungguh? Jadi gadis kecil itu bukan lagi remaja belasan tahun yang masih memakai seragam sekolah. Alardo membulatkan mulutnya dengan takjub. Ada banyak sekali remaja di luar sana yang berharap cepat tumbuh besar dan dewasa, tapi gadis yang satu ini justru masih tetap terlihat imut dengan tubuh kecilnya yang menggemaskan meski ia mengaku telah berusia dua puluh tiga tahun.
Sejenak Alardo terdiam,berpikir. "Jadi kamu benar-benar sedang membutuhkan pekerjaan?" Alifia mengangguk membenarkan. "Kamu bisa merawat penderita gangguan kejiwaan--yah, sejenis orang sakit?" lagi-lagi Alifia mengangguk.
"Kalau begitu mulai sekarang kamu kerja di rumah ini." putusnya kembali berbali dan menaiki tangga untuk menuju kamarnya yang terletak di lantai dua.
"Eh tapi, Pak-" Alifia buru-buru mencegahnya.
"Soal gaji? Berapapun yang kamu minta saya kasih."
"Bukan soal itu. Saya sama sekali tidak diberitahu apa yang harus saya kerjakan?" tanyanya dengan bingung.
"Bilang sama Bi Imah kalau kamu perawat barunya Sabrina. Nanti dia yang akan menjelaskan hal-hal yang harus kamu kerjakan." Jawabnya sambil lalu, melewati tubuh Alifia begitu saja. "Oh ya, siapa namamu?" tanyanya tanpa menoleh pada Alifia.
"Alifia, Pak." Jawabnya.
"Baiklah, Alifia. Selamat beristirahat. Jangan lupa ganti bajumu sebelum tidur. Saya tidak ingin kamu membawa saya ke dalam mimpimu karena baju itu." Ada nada usil dalam kalimat tersebut. Alifia langsung menatap baju yang dikenakannya dan tersadar jika ia memakai kemeja milik Alardo.
"Eh, maaf, Pak, saya tidak menemukan baju muslim di sini. Sa--saya akan segera menggantinya." Alifia tergagap panik, tetapi tak ada hirauan dari Alardo. Laki-laki itu sudah menghilang di ujung tangga dengan menggumamkan nama Alifia berkali-kali tanpa sepengetahuan dari pemiliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Mariani Sitepu
wow.. langsung deh kerja Alifia bisa sabar Enggak ya Alifia menghadapi Alardo Dan Sabrina
2020-04-30
0