Part 5

Bi Imah berjalan mengendap-endap memasuki kamar nomor tiga dari arah tangga, lalu ia membuka pintu dengan perlahan sambil menempelkan telunjuk tengahnya di bibir, memberi isyarat pada Alifia yang berjalan di belakangnya agar tidak banyak bersuara dan memintanya untuk ikut masuk.

Alifia mengedarkan pandangan matanya ke seluruh penjuru ruangan yang di dominasi warna putih tersebut dan dipenuhi berbagai macam mainan anak. Mulai dari boneka-boneka besar yang berserakan di lantai, rumah-rumahan Barbie dengan ukuran besar teronggok di kaki tempat tidur, lalu boneka-boneka Barbie yang berjejer memenuhi nakas di kedua sisi tempat tidur, hingga mobil-mobilan yang jumlahnya tak terhitung. Ini terlihat seperti toko mainan dalam versi berantakan. Lalu matanya menangkap seorang wanita kurus dengan rambut awut-awutan sedang duduk di dekat jendela. Matanya memandang ke luar jendela dengan tatapan kosong.

"Non Rina, Bibi datang bawa perawat untuk non. Kenalkan, namanya Neng Alifia." Ucap Bi Imah berdiri di depan wanita tersebut, namun sama sekali tidak ada respon dari Sabrina. Matanya sama sekali tidak beranjak, raut mukanya juga masih tetap. "Lihat, non, Neng Alifia ini kecil sekali. Non Rina pasti akan menyukainya, dia imut sekali. Non 'kan suka anak kecil, nanti bisa dibeliin bandana sama pita-pita lucu untuk mengepang rambutnya. Non Rina ditemani sama Neng Alifia, ya." Lanjut Bi Imah berusaha mendapat perhatian dari Sabrina. Sepertinya Bi Imah sangat mengerti sekali cara menghadapi wanita di depannya itu, karena tak lama kemudian Sabrina menoleh, matanya mencari-cari sosok kecil yang dimaksud oleh pembantunya itu.

Beberapa detik Sabrina mengamati Alifia dengan rautnya yang kosong sebelum akhirnya kembali membuang pandangannya kembali ke luar jendela.

"Dekati dia, neng. Ingat semua pesan Bibi tadi." Bisik Bi Imah di telinga Alifia sebelum akhirnya melangkahkan kakinya meninggalkan kamar Sabrina.

Tak lama setelah mendengar pintu tertutup, Alifia berjalan mendekati kursi tempat duduk Sabrina. Kemudian gadis itu duduk lesehan di karpet tebal tepat di samping kursi Sabrina. Matanya ikutan menatap ke luar jendela yang ternyata adalah sebuah taman yang sangat indah dengan berbagai macam bunga bermekaran, serta kolam kecil dengan air mancur yang mengalir dari dalam kendi. Alifia tersenyum manis.

"Tamannya sangat indah ya, kak. Pasti tidak akan bosan memandanginya terus-terusan." Cetusnya basa-basi sambil tersenyum. Ia ingat jelas semua pesan Bi Imah sebelum memasuki kamar ini. Sering-seringlah mengajak Sabrina berbicara meski responnya pasif, dan yang paling penting jangan sampai sekali-kali menyentuhnya. Karena bila itu terjadi maka Sabrina akan mengamuk bahkan tidak ragu menyakiti orang yang menyakitinya. Hal tersebut sudah terjadi tidak hanya sekali dua kali. Perawat terakhir sebelum Alifia mengundurkan diri karena kena amukan Sabrina, Bahkan Linny sempat terkena goresan pisau di pipinya. Lebih parah lagi perawat sebelum Linny, ia nyaris kehilangan nyawanya kalau saja Parto terlambat memergokinya. Meski selamat tapi ia sempat kritis di rumah sakit lantaran mendapat tiga tusukan pisau oleh Sabrina.

Entah apa yang terjadi di masa lalu sehingga membuat Sabrina demikian tertekan hingga kehilangan kewarasannya. Bi Imah sama sekali tidak mau menjelaskannya, Alifia juga tidak memaksa. Tugasnya di sini hanya merawat Sabrina, menghindari semua pantangan yang telah disampaikan oleh Bi Imah, maka semuanya akan baik-baik saja.

Pada saat mendengar penjelasan Bi Imah, alih-alih merasa takut Alifia justru merasa simpati. Pasti sesuatu yang sangat buruk terjadi pada Sabrina hingga membuat kondisinya demikian memprihatinkan. Ditambah ia sempat tak sengaja mendengar Parto yang sedang menikmati sarapannya di dapur sambil bergosip dengan Bi Imah yang intinya jika semua hal yang terjadi di masa lalu tidak hanya mempengaruhi Sabrina, tapi Alardo juga. Bi Imah sempat bilang jika dulu saat remaja Alardo adalah laki-laki yang baik, ia sangat menyayangi ibu dan kakaknya. Selain itu ia juga ramah pada semua orang, termasuk pembantu, sopir, satpam, hingga tukang kebunnya. Namun kejadian di masa lalu mengubahnya menjadi laki-laki pemarah yang egois, ia juga gemar menyakiti hati perempuan, merusaknya lalu membuangnya. Alifia begidik mendengar bagian terakhir tersebut, sebelum akhirnya Parto dan Bi Imah terdiam menyadari kehadirannya.

"Kenapa kamu mau merawatku?" tanya Sabrina tanpa menoleh. Alifia tersenyum dari tempatnya.

"Bi Imah bilang Kak Rina akan suka sama aku, karena aku kecil. Nanti Kak Rina juga bakal mendandani aku dengan bandana-bandana koleksi kakak." Berlagaklah seperti anak kecil, seolah-olah kamu berharap ia akan memanjakanmu, Non Rina sangat menyukai anak kecil. Itu pesan Parto saat sarapan tadi. "Kak Rina mau 'kan dandanin aku. Setelah itu aku janji akan melindungi kakak dari siapapun. Tidak akan ada yang boleh menyakiti Kak Rina." Beri dia janji-janji untuk terus bersamanya dan kamu akan selalu melindunginya, Non Rina butuh itu. Lanjut Parto yang langsung disetujui oleh Bi Imah.

Sabrina menoleh untuk menatap Alifia, raut kosong itu kini diliputi kesedihan. "Tidak mau." Jawaban singkat itu sarat akan kesedihan.

"Kenapa? Bibi bilang Kak Rina akan suka sama aku."

"Karena kamu tidak mirip dengan Titian." Suara Sabrina bergetar, matanya sudah berkaca-kaca siap menumpahkan air matanya. Alifia sudah menduga akan jawaban itu, dan ia tidak tega tapi ia tetap melanjutkan sesuai yang diajarkan Bi Imah dan Parto tadi. Alifia semakin dibuat penasaran dengan masa lalu yang membuat Sabrina jadi seperti ini, tapi ia cukup tahu diri dengan menyimpan rasa penasarannya rapat-rapat.

"Kalau gitu kakak harus mendandani aku biar sama seperti Titian. Kak Rina mau ya. Aku mau secantik Titian, Bibi bilang Titian cantik seperti boneka itu." Ucapnya sembari menunjuk sebuah boneka Barbie yang ada di nakas di samping tempat tidur, sesuai ajaran Bi Imah. Sabrina hanya menatapnya lama tanpa menjawab, tapi itu sudah cukup bagi Alifia. Sabrina tidak mengamuk saat melihat orang asing saja sudah kemajuan yang sangat besar, tandanya ia menerima Alifia.

Rupanya awal pembicaraan yang menyangkut anak kecil berhasil mengambil hati Sabrina, sesuai prediksi Bi Imah dan Parto. Tidak sia-sia mereka mengajarkannya pada Alifia. Tidak seperti perawat-perawat terdahulu yang tidak mau dikasih tahu oleh mereka karena merasa pengalaman mereka dalam mengatasi orang-orang seperti Sabrina jauh lebih baik ketimbang mengikuti saran seorang pembantu dan sopir yang menurut mereka berlagak sok tahu. Alifia mempercayai Bi Imah dan Parto yang telah mengenal mereka sejak dulu, terutama Bi Imah yang sudah bekerja pada keluarga Alardo sejak Sabrina masih bayi. Sedangkan Parto yang merupakan anak Bi Imah juga sudah bekerja jauh sebelum ia menikah, sehingga nasehat mereka patut untuk di pertimbangkan.

Terdengar pintu diketuk dari luar, tak lama kemudia muncul kepala Alardo yang menyembul dari pintu yang terbuka sedikit. Ia tampak terkejut melihat Alifia duduk di bawah dengan senyum mengembang, sementara Sabrina tampak tenang duduk di atas kursi seperti sama sekali tidak merasa terganggu dengan keberadaan orang asing di dekatnya. Tidak biasanya.

"Rina, hari ini aku harus berangkat ke Hong Kong untuk beberapa hari ke depan. Kamu tidak apa-apa ku tinggal?" Alardo berjalan memasuki ruangan dan mendekat menghampiri mereka.

"Pergilah, ada adik kecil yang akan menemaniku di sini." Tidak hanya Alardo yang terperangah tidak percaya. Bi Imah yang hendak masuk membawakan minuman pun tertegun di ambang pintu kamar. Sabrina merespon ucapan Alardo begitu mudahnya. Biasanya ia harus dibujuk dengan rentetan kalimat lembut terlebih dahulu dan barulah ia akan menjawabnya, itupun singkat sekali. Mungkinkah gara-gara gadis kecil di sisinya yang masih memasang senyum manisnya itu? Alardo melirik Alifia sekilas dan sejenak ia terpukau dengan wajah polos tersebut. Kenapa begitu teduh dan menenteramkan?

Sementara Bi Imah berkaca-kaca penuh haru seolah kembali melihat Sabrina remaja sebelum peristiwa itu merenggut keceriaannya. ia benar-benar berharap pada Alifia untuk bisa merawat Sabrina dengan baik. Titip Non Rina ya, Neng kecil, batinnya sambil menyusut air mata yang mulai mengalir diam-diam menggunakan lengan bajunya, lalu melangkah mendekati mereka.

"Baiklah kalau begitu. Aku pergi. Jaga Rina dengan baik." Dengan enggan mata Alardo beranjak meninggalkan wajah imut Alifia dan berbalik sebelum ada yang menyadarinya. Namun ia sama sekali tidak sadar jika Bi Imah menangkapnya sekilas dan diam-diam berharap agar Alifia tidak termasuk dalam daftar wanita yang akan dikencani Alardo, lalu ditinggalkannya. Gadis itu terlalu baik untuk disakiti, terlalu polos. Meski baru mengenal Alifia tapi Bi Imah sudah bisa menilai karakter gadis tersebut. Apalagi setelah Alifia membantunya di dapur tanpa diminta, membuatkan menu sarapan sederhana berupa nasi goreng untuk mereka yang rasanya juara. Bi Imah bisa melihat ketulusan itu dari kedua matanya yang bulat jernih dan diam-diam ia langsung menaruh rasa sayang padanya. Gadis seperti itu tidak pantas jika harus terluka oleh majikannya yang begitu dendam pada semua perempuan.

Bi Imah sangat mengerti tatapan Alardo terhadap semua perempuan, kecuali terhadap Sabrina dan dirinya yang sudah dianggap sebagai sosok pengganti ibu bagi Alardo. Mata itu menatap Alifia dengan sorot tertarik. Meski Alardo berusaha menyembunyikannya, tapi Bi Imah adalah orang yang mengenalnya sejak bayi, sehingga sudah sangat hapal. Hal itu tidak boleh dibiarkan. Bi Imah harus melindungi gadis kecil tersebut dari majikannya selama ia menjadi perawat Sabrina.

"Jangan lupa belikan mainan lagi, adik kecil akan bermain bersama Titian. Jangan sampai mereka berebut mainan." Ujar Sabrina sembari beranjak dan memungut sebuah mobil-mobilan lalu memberikannya pada Alifia. "Ayo main! Titian akan mengajarimu cara menjalankan mobil ini, pegang remotnya dan nyalakan." Alifia menerima mobil-mobilan beserta remotnya dari Sabrina dengan senyuman. Bi Imah sudah memberitahunya akan kemungkinan ini. Dengan berlagak tidak tahu Alifia bertanya bagaimana cara menghidupkan tombol on-off, layaknya seorang ibu, Sabrina menngajarinya dengan telaten. Lalu saat mobil berhasil berjalan sambil mengedip-ngedipkan lampunya yang berwarna biru, Alifia bersorak gembira. Sabrina tertular dan mereka berdua tertawa bersama layaknya anak dan ibu.

Alardo urung meninggalkan kamar, ia justru terpaku menatap tawa dua wanita tersebut. Sudah sekian lama ia tidak melihat tawa lepas Sabrina.

Terpopuler

Comments

Cut SNY@"GranyCUT"

Cut SNY@"GranyCUT"

Linny kena goresan pisau atau pecahan kaca?

2023-03-18

0

Mariani Sitepu

Mariani Sitepu

Bagus Alifia.... Nisa mengambil Hati Sabrina semoga bisa sehat kembali

2020-04-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!