Part 2

Jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam saat Alifia meletakkan piring terakhirnya yang baru saja dibilasnya dari bak cuci ke rak piring. Detaknya yang keras mengisi suasana sepi warung makan yang terletak di pinggir jalan tersebut, kontras dengan suasana jalan raya di depannya yang ramai oleh lalu-lalang kendaraan. Ibu kota tidak pernah sepi seperti di kampung-kampung, sebagian penduduknya tetap beraktifitas tanpa mengenal waktu. Bahkan toko-toko di seberang jalan masih buka dan belum ada tanda-tanda akan segera ditutup, tempat karaoke juga terlihat semakin banyak pengunjungnya. Hanya warung makan Bu Minah satu-satunya yang sudah menarik rolling door untuk mengakhiri jualannya hari ini yang belakangan memang sangat sepi pengunjung.

Setelah mengeringkan tangan dengan sebuah lap, Alifia bergegas menghampiri pemilik warung makan yang sudah berbaik hati mempekerjakan dirinya itu dan membantu membersihkan meja. Bu Minah adalah sosok yang sangat berjasa selama dua tahun Alifia tinggal di Jakarta, bahkan ia sudah menganggapnya seperti Ibu kandungnya sendiri.

"Lif," panggil Bu Minah tanpa melepaskan fokusnya pada meja yang sedang dilapnya dengan menggunakan kain kusam . "Ibu harus ngomong ini sama kamu meski rasanya berat sekali. Belakangan warung selalu sepi, Ibu tidak sanggup menggaji kamu lagi. Mulai besok kamu boleh mencari pekerjaan lain untuk biaya kuliahmu." Bu Minah menghela napas sedih, sementara Alifia memaksakan sebuah senyuman. "Maafkan Ibu, Lif. Sedandainya Ibu adalah orang berada, Ibu sudah pasti akan membantu semua biaya kuliahmu." Sesal Bu Minah.

"Bu, jangan mengkhawatirkan saya. Insya Allah selalu ada jalan asal kita mau usaha. Saya akan mencoba untuk mencari pekerjaan lain." Dan, malam itu adalah malam terakhir Alifia bekerja di warung makan Bu Minah.

Malam itu juga setelah warung ditutup, Alifia berjalan kaki menyusuri trotoar untuk kembali ke kontrakannya yang terletak tak jauh dari sana. Pikirannya berkelana memikirkan bagaimana caranya agar ia lekas mendapat uang untuk biaya kuliahnya. Kemarin Pak Jaka juga sudah menagih uang kontrakannya yang sudah nunggak dua bulan.

Dua tahun sudah berlalu semenjak ia meninggalkan pesantren Al Furqon untuk melanjutkan pendidikannya sekaligus mencari Ibu kandungnya yang hingga saat ini belum juga ditemukan. Masih jelas dalam ingatan Alifia saat ia menjual satu-satunya harta peninggalan Neneknya, yaitu rumah kecil yang dulu ditempatinya bersama sang Nenek saat ia kecil sebelum almarhum Kyai Jalaludin mengangkatnya menjadi anak, sebagai bekal ia pergi ke Jakarta.

Namun, Jakarta bukanlah kota yang ramah, berbeda jauh dengan tempat tinggalnya di Magelang. Di sini kebutuhan serba mahal, sehingga tidak heran dalam dua tahun tabungannya sudah sangat menipis. Padahal Alifia selalu berhemat, ia juga punya pekerjaan paruh waktu. Dan sekarang ia kehilangan pekerjaannya karena Bu Minah sudah tidak sanggup menggajinya lagi.

Alifia benar-benar harus mencari pekerjaan secepatnya jika tak ingin kuliahnya putus di tengah jalan dan terancam jadi gelandangan. Alifia melangkahkan kakinya menyeberangi jalan raya, pikirannya berkecamuk sehingga ia tak dapat menghindar saat sebuah mobil melaju dengan kencang ke arahnya. Hanya dalam hitungan detik ia merasakan tubuhnya terpental dan melayang, sebelum akhirnya terhempas dengan sangat keras pada aspal dan ia kehilangan kesadarannya.

****

Hentakan musik DJ berdentum dengan keras membuat puluhan muda-mudi semakin bersemangat menggerakkan tubuh mereka mengikuti irama musik. Asap rokok bertebaran dimana-mana memenuhi ruangan remang-remang tersebut. Bau alkohol yang menyengat sudah menjadi aroma khas salah satu klub terbesar di ibu kota itu.

Alardo duduk di sofa dengan santai sambil menyesap minumannya perlahan, manikmati rasa pahit yang mulai membakar tenggorokannya. Ia mengabaikan beberapa wanita yang mendekatinya sambil meliukkan tubuhnya berusaha menggoda. Biasanya Alardo akan dengan senang hati menyambut mereka, membuatnya bahagia sebelum kemudian mencampakkannya. Namun, malam ini pengecualian, ia sama sekali tidak berminat untuk mengencani salah satu dari mereka.

Berkali-kali Alardo menepis tangan-tangan nakal yang menggerayangi tubuhnya dengan kesal. Ia datang ke klub langganannya hanya sekedar untuk menghilangkan kekacauan pikirannya. Minum lalu pulang. Alardo memang suka minum, namun tidak membiarkan dirinya sampai mabuk. Alardo tidak sudi dikuasai apapun di dunia ini termasuk minuman. Sehingga ia hanya duduk santai dengan mengangkat sebelah kakinya ke atas paha tanpa berniat meladeni wanita-wanita dengan berpakaian nyaris telanjang yang sejak tadi mengelilinginya.

Menyaksikan Sabrina kumat beberapa hari yang lalu membuat kemarahannya memuncak. Rasa dendamnya terhadap aktris cantik Mardova Lawalata semakin berkobar, hanya saja ia merasa belum saatnya untuk menghancurkan perempuan itu. Alardo kembali menyesap minumannya untuk menyembunyikan kegeraman hatinya. Netra hitamnya semakin menggelap menyorot penuh kebencian.

Jari-jari lentik dengan kuku bercat merah menyala itu lagi-lagi menggeryangi tubuhnya, kali ini semakin berani dengan membuka kancing kemeja Alardo dan menyusupkan tangannya membelai dada keras miliknya. Tubuh-tubuh beraroma parfum mahal dan campuran asap rokok itu juga semakin menempel erat padanya. Sesekali menggesek-gesekkan payudaranya yang bulat penuh pada tubuh Alardo. Laki-laki tersebut mendengus muak, semua perempuan memang menjijikkan! Batinnya.

Dengan sekali sentakan tubuh yang menempel padanya bagaikan lintah itu langsung terjungkal dan menubruk meja. Alardo berdiri sambil menepuk-nepuk tubuhnya seolah ingin menghilangkan sisa kotoran menjijikkan bekas wanita tersebut. Setelah meletakkan gelas minumannya dengan sedikit kasar, ia melangkah lebar meninggalkan klub tanpa memedulikan jeritan histeris wanita tadi.

"Ya ampun, Lisa. Sudah berapa kali aku bilang, Alardo hanya mengencani wanita satu kali. Percuma kamu menggodanya lagi, dia sudah tidak tertarik padamu." Cetus wanita berpakaian bikini sambil membantu Lisa berdiri.

"Kita lihat saja nanti. Akan kubuat dia takluk padaku!" maki Lisa sambil mengurut pinggangnya yang menabrak meja. Sementara temannya tertawa meremehkan.

"Alardo takluk padamu? Ck, mimpimu terlalu ketinggian."

Alardo mengabaikan suara-suara di belakangnya dan tetap melanjutkan langkahnya menuju pintu keluar dan langsung masuk ke dalam mobilnya. Tak lama kemudian mobilnya sudah berbaur dengan keramaian jalan raya.

Matanya agak sedikit berat, padahal ia yakin seratus persen hanya sedikit minum. Bahkan gelasnya masih terisi separuh tanpa berniat untuk menghabiskannya setelah Lisa-wanita yang pernah dikencaninya sekali-itu terus-terusan mengganggunya. Alardo memang tidak pernah mengencani wanita lebih dari satu kali. Ia hanya mau menikmati mereka sekali, setelah itu membuangnya seperti sampah yang menjijikkan.

Meskipun demikian, semua wanita berlomba-lomba menarik perhatiannya, walau tahu akhirnya hanya akan dicampakkan. Siapa yang tidak terpesonya padanya? Alardo sangat tampan, ia seorang pengusaha muda yang sukses dengan kekayaan yang tidak akan habis tujuh turunan. Dapat menarik hati laki-laki itu adalah sebuah kebanggaan yang tak terkira. Sayangnya hingga saat ini belum ada satu pun wanita yang mampu memikat hatinya. Alardo hanya suka bermain-main dengan wanita, menikmati tubuhnya sekali dan berganti lagi ke wanita lainnya.

Alardo mempercepat laju mobilnya untuk segera sampai ke rumah dan tidur. Tubuhnya sangat lelah dan mengantuk. Ia menyetir dengan mata berat saat tiba-tiba seorang wanita menyeberang jalan. Alardo membanting setir ke kanan untuk menghindari tabrakan, namun sayangnya mobilnya tetap menyentuh tubuh penyeberang jalan tersebut.

Alardo mengumpat dengan keras saat melihat sosok yang ditabraknya itu terpental. Buru-buru ia menepikan mobilnya kemudian turun menghampiri sosok yang sudah terbujur di atas aspal tersebut. Lalu-lalang kendaraan masih terus berjalan tanpa ada satu pun yang peduli dan menolong.

Alardo mengusap wajahnya dengan frustasi. Kalaupun ia kabur sudah pasti tidak akan ada yang meneriakinya. Tapi hati kecilnya menolak untuk mangkir dari tanggung jawab. Meski ia seorang ******** yang selalu mematahkan hati wanita, tapi ia bukan jenis orang yang tega meninggalkan seseorang yang ditabraknya begitu saja. Dengan cepat Alardo berjongkok untuk meraih tubuh kecil yang terkapar tersebut. Matanya menangkap wajah rupawan terbungkus hijab cokelat susu. Darah mengalir dari keningnya dan merembes ke pipinya yang putih bersih. Kedua matanya terpejam memperlihatkan bulu mata yang panjang dan lentik. Tubuh mungil itu terlihat begitu rapuh dalam rengkuhan Alardo.

Dengan hati-hati Alardo membawanya ke dalam mobil, ia harus secepatnya tiba di rumah sakit. Seumur hidupnya, Alardo tidak akan pernah tenang jika gadis tersebut sampai meninggal gara-gara dirinya.

Terpopuler

Comments

Mhmmd Rifat

Mhmmd Rifat

lanjut Thor, penasaran dengan ceritanya 🤔

2021-02-13

0

Mariani Sitepu

Mariani Sitepu

Jd penasaran sama ceritanya Thor... penuh tantangan mau tahu gimana gitu

2020-04-30

0

Abizar

Abizar

Lanjut terus Thor. ☺️ Jangan lupa mampir dan like novel aku ya.

2020-04-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!