Karena baru hari pertama masuk sekolah setelah liburan panjang, sehingga belum ada kegiatan pembelajaran. Tapi mereka juga tidak diperbolehkan untuk pulang.
Mereka diperbolehkan melakukan aktifitas apapun asalkan tidak menganggu bapak ibu guru yang sedang rapat. Mendengar hal itu membuat Arzya memilih pergi ke perpustakaan sekolah.
Sesampainya diperpustakaan Arzya dan Dini disambut baik oleh petugas. Setelah memilih buku yang akan dibaca mereka duduk dimeja paling pojok. Karena menurut mereka tempat itu paling nyaman dan tenang untuk membaca.
Baru beberapa menit mereka duduk, Diva terlihat heboh sendiri. Diva menunjukkan majalan yang ia baca, didalam majalah itu terpampang foto sang ketos siapa lagi kalau bukan Arzan.
"Arzya, Za!" panggil Diva.
"Hmm?" tanpa menoleh kepada Diva.
"Liat sini bentar," ucap Diva sambil menarik lengan Arzya.
"Apa?" tanya Arzya singkat.
"Ganteng kan, kaya oppa-oppa korea gitu... siapa itu mirip Lee min Ho, ya kan?" kata Diva sambil menunjuk foto Arzan.
"Le mo nilo?" ulang Arzya.
"Lee min ho, Arzya! Bukan le le leminolo ah bodo amat apa itu, gue jadi belepotan gini," geram Diva.
"Le mo ni lo," ulang Arzya.
"Iyain udah," ucap Diva, "Liat kan mirip?"
"Gak tuh," jawan Arzya.
"Ah bodo susah ngomong sama lo, padahal ganteng gini dianggurin," kata Diva mendramatisir.
"Gak usah dibahas lagi, kaya gak ada topik lain aja," saut Arzya sedikit nggas.
"Kok lo sewot sih?" tanya Diva.
"Bukan gitu, gue males bahas si ketos itu!" ucap tegas Arzya.
"Kenapa?" pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Diva.
"Gak penting!" kata Arzya tegas.
Deg!
Detak jantungnya seakan berhenti saat itu juga, karena biasanya ia selalu dipuja-puja dan dibanggakan. Banyak dari mereka yang berebut ingin jadi pacar Arzan, tapi saat ini ia mendengar jika Arzan adalah sesuatu yang tidak penting untuk dibicarakan.
"Yang sabar ya, bos," ucap Daffin sambil mengusap punggung Arzan. Dia tahu jika Arzan sedang menahan amarahnya, karena tidak seharusnya ia marah pada gadis yang belum mengenalnya itu.
"Sial!" geram Arzan sambil memukul meja.
Brak!
"Ssuuuuutttt!" kata semua orang yang berada disebelah Daffin.
Arzya dan Diva tidak menyadari jika sejak tadi orang yang mereka bicarakan ada didepannya. Hanya saja mereka tidak bisa melihat karena meja itu tertutup oleh sekat kayu.
Sedangkan Daffin ia benar-benar tidak bisa menahan tawanya, ia memilih keluar dari perpustakaan untuk tertawa lepas.
"Tumben lo disini, Zan?" tanya teman satu kelas Arzan.
"Hmmm," saut Arzan karena moodnya sudah buruk.
"Lo kenapa, pms ya marah-marah aja dari tadi gue liat?" tanyanya lagi.
Pertanyaan itu membuat Arzan semakin kesal, tanpa menjawab pertanyaan itu Arzan memilih keluar dari perpustakaan karena jika terus bertahan disana Arzan akan semakin kebakaran jenggot.
"Yoo! Zan, muka lo kenapa ditekuk gitu?" tanya seseorang yang baru saja duduk disebelah Diva.
"Ada yang bilang gue gak penting, Mel. Jadinya mau pergi aja gue," ucap Arzan yang sudah jelas menyindir Arzya.
"Siapa yang bilang gitu? Mungkin dia buta, orang seperfek lo dibilang gak penting," kata Amel.
Jleb!
Perkataan Amel dan Arzan seolah ditujukan kepada Arzya, namun Arzya yang tidak peka atau yang pura-pura tidak dengar hanya bersikap biasa saja.
Lain halnya dengan Diva yang sudah terlihat panik, dia tidak ingin ada masalah dengan seniornya apalagi dengan anggota osis yang terkenal galak.
"Zya, pergi yuk!" ajak Diva, karena sejak tadi ia merasa ada sepasang mata yang menatap kearah mereka dengan tajam.
"Duluan aja, lagi seru." tolak Arzya.
Karena dia sedang asyik membaca sebuah novel bergenre teen romans, yang membuatnya penasaran jika belum membaca sampai akhir.
"Disini serem, Zya! Ayo balik aja, lo lanjutin nanti dikelas," bujuk Diva.
Diva merasakan udara disekitarnya semakin menipis berganti dengan hawa dingin dari seseorang yang terus mengawasi mereka berdua.
"A....pa?" tanya Arzya saat menoleh, ia melihat wajah ketos yang terlihat memerah. Arzan sedang menatapnya tajam, setajam silet.
"Lo tau kan maksud gue, ayo pergi," ajak Diva lalu menyeret lengan Arzya.
Arzya hanya bisa pasrah saja mengikuti langkah kaki Diva, ia tidak paham apa yang sedang terjadi. Yang jelas Arzya tahu jika dia berlama-lama didalam perpustakaan akan habis diterkam oleh macan.
"Stop, Va! Capek." rengek Arzya sambil mengatur nafasnya begitu juga dengan Diva.
"Hampir aja, hampir kita disidang dadakan," keluh Diva sambil memegangi dadanya.
"Lo kenapa gak bilang, sih?" tanya Arzya.
"Gue juga gak tau, Zya! Tau-tau itu ketos udah disamping gue lagi ngobrol sama temennya," kata Diva sambil mengatur nafasnya yang mulai stabil.
"Auranya beda, kaya mau makan kita hidup-hidup," lanjut Diva.
"Iya," saut Arzya.
"Lo juga sih, bisa-bisanya jelekin orang didepan orangnya langsung!" kata Diva sambil menggelengkan kepalanya.
"Mana gue tau, Va!" jawab Arzya.
Mereka berdua memutuskan untuk pergi ke kantin, karena rasa haus tidak bisa ditunda lagi.
Sedangkan Arzan masih diam didalam perpustakaan bersama Amel, Arzan merebahkan kepalanya diatas meja dengan tangan yang digunakan sebagai bantalan.
Amel tersenyum melihat Arzan yang memilih duduk disebelahnya, ada perasaan hangat yang menyeruak diantara relung nadinya. Bisa dikatakan Amel adalah pengagum rahasia, karena untuk saat ini dia hanya bisa mengagumi makhluk ciptaan-Nya yang begitu mempesona.
Amel dan Daffin sangat dekat dengan Arzan, mereka berdua sering menjadi tempat curhat Arzan. Dengan semua penat urusan osis atau hanya sekedar membahas para penggemarnya yang selalu bertambah.
"Zan, lo tidur?" tanya Amel.
"Hmm, capek hati gue," kata Arzan.
"Tumben, biasanya kan lo yang buat hati mereka capek menunggu kepastian!" Amel menatap punggung Arzan yang membelakanginya.
"Apa gue kena karma, ya?" tanya Arzan berbalik menatap Amel.
Arzan yang tiba-tiba berbalik membuat Amel panik, pasalnya wajah mereka sangat dekat hingga Amel mampu mempu mencium aroma khas Arzan.
Deg!
Deg!
Jantung Amel tidak bisa dikondisikan lagi, bahkan wajahnya terlihat memerah. Tatapan mata Amel yang sangat berbeda dari biasanya membuat Arzan bingung.
"Lo sakit, Mel?" tanya Arzan sambil menempelkan punggung tangannya pada jidat Amel.
"Gak panas kok, tapi pipi lo kenapa merah gitu?" tanya Arzan.
"Heh, Mel! Amel, lo jangan buat gue panik. Lo kesambet, ya?" tanya Arzan sambil mengguncangkan tubuh Amel.
"Eh, apa Zan?" tanya Amel setelah nyawanya kembali ketubuhnya.
"Bodoh lo, Mel! Kenapa lo bisa berpikiran kotor seperti itu," batin Amel mengutuk dirinya sendiri.
Ya, Amel meringa Arzan akan menciumnya seperti adegan didalam novel-novel romans yang biasa ia baca. Tapi nyatanya, semua itu tidak seindah haluan para penulis.
"Lo sakit, ya? Gue panggil-panggil gak nyaut, mana wajah lo merah gitu." Arzan menatap Amel dengan penuh rasa khawatir.
"Please, Zan! Jangan tatap gue dengan tatapan seperti itu, gue gak sanggup. Gue bisa salah paham sama sikap lo," batin Amel.
...----------------...
..."Cuma kamu yang bisa membuatku sangat kesal, tapi kamu juga yang sudah mencuri hatiku:)" ~Arzan eh~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
❤️⃟Wᵃf🍾⃝ʀͩᴏᷞsͧᴍᷠiͣa✰͜͡v᭄HIAT
semangat
2022-02-13
1
⸙ᵍᵏ 𝓓𝓲𝓲 𝓮𝓲𝓶𝓾𝓽
semangat
2022-02-13
1
✪⃟𝔄ʀ sⷡεͬɴͦɢͫᴏͦᴛ ʰᶦᵃᵗ🦈
bom like mndrat
2022-02-13
0