Sudah tiga hari sejak kedatangan dokter istana. Leticia tidak makan karena tidak nafsu. Judith terkadang mampir ke kamar Leticia. Melihat ibunya terlihat lesu, ia mendekatinya, duduk di samping ibunya.
"Ibu tidak makan?" tanya Judith tiba-tiba.
Leticia baru sadar keberadaan Juith. Ia berbohong. "Ibu masih kenyang, Judith." Ia tidak ingin anaknya merasa khawatir.
"Tapi, aku tidak pernah lihat ibu makan beberapa hari ini." Judith mulai memegang tangan Leticia yang mengurus.
Leticia diam. Putri yang disayanginya mencemaskan dirinya. Ia tidak dikhawatirkan. Ia ingin putrinya memikirkan kesehatan dan kebahagian dirinya sendiri.
Tidak mendengar jawaban ibunya Judith melanjutkan, "Apakah ibu sakit?"
"Ibu tidak terluka ataupun sakit, Sayang." Leticia menaruh tangan kecil Judith ke dahinya. Suhu tubuhnya normal.
"Kalau begitu apakah sakitnya tidak terlihat? Yaitu di sini." Judith menunjuk dadanya. Ia pantang menyerah menanyai ibunya. Anak sekecil ini bisa mengetahui perasaan orang yang disayanginya.
Leticia membuka matanya lebar-lebar. Mata Leticia terasa panas. Ia menggigit bibirnya. Ia berusaha untuk tidak menangis di depan anaknya.
"Semoga ibu cepat sembuh. Jangan lupa untuk makan." Judith memeluk ibunya. Berharap ibunya akan ceria kembali.
"Baik, terima kasih, Sayang." Leticia membalas pelukan Judith. Ia menahan air matanya yang akan keluar. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan anaknya.
Perasaan Leticia lebih baik daripada sebelumnya. Tanpa anak laki-laki, ia masih memiliki putrinya yang lucu dan manis. Putri yang menyayangi ibunya.
Judith melepas pelukannya. Ia mencium pipi ibunya. Leticia pun membalas mencium pipi Judith. Leticia tersenyum. Senyumnya sejak tiga hari ini.
Judith berpamitan untuk pergi belajar bersama gurunya. Tak lama Braun datang.
Raut wajah Braun tampak serius. Senyum Leticia tiba-tiba lenyap. Pasti pembicaraan serius lagi. Ia tidak bisa mengabulkan permintaan Braun mengenai pewaris tahta. Kemungkinan terburuk Leticia akan dibuang. Ia sudah mempersiapkan hatinya.
"Kudengar kamu tidak makan beberapa hari ini, Sayang."
"Saya sedang tidak nafsu makan, Braun."
Leticia tahu bahwa pembicaraan ini bukan tentang dirinya yang sedang bersedih atau dirinya yang sedang mogok makan. Tidak ada nada khawatir dalam ucapan suaminya.
"Sebelumnya aku minta maaf Sayang. Aku akan menikah lagi."
Mata Leticia terbelalak. Leticia tahu Braun akan menyerah padanya. Namun, tidak pernah terpikirkan olehnya bahwa Braun akan menikah lagi.
"Dengan siapa, Braun?" Bibirnya bergetar mengatakan hal itu.
"Aku akan menikahi putri Marquiss Nien. Di samping memiliki anak laki-laki, aku juga butuh dukungan politik dari kaum bangsawan." Braun menghapus jarak antara dirinya dan Leticia. Ia berusaha memegang bahu Leticia.
Leticia menghindar dengan berbalik. Air matanya mengalir. Pada akhirnya kebahagian yang ia dambakan tidak akan terwujud.
Ia menghela napas panjang, berusaha mengatur hatinya. "Baiklah, jika itu yang Anda inginkan, Braun."
"Terima kasih atas pengertianmu, Sayang."
Terdengar suara pintu dibuka dan ditutup kembali, tak lama setelah Braun menyelesaikan ucapannya.
Entah berapa lama lagi ia harus menitikkan air mata. Bisa-bisa air matanya mengering. Leticia tidak dapat membahagiakan suaminya. Terlebih ia harus melihat suaminya dimiliki oleh wanita lain.
***
Leticia tidak datang pada pernikahan Braun dan Charlotte. Ia tidak sanggup melihat suaminya menikahi wanita lain. Wanita yang mungkin dapat menghadiahkan hal yang diinginkan suaminya.
Leticia ditemani oleh Judith. Ia memeluk Judith sepanjang hari untuk menghibur dirinya sendiri. Putri kecil yang selalu menyayanginya. Putri yang tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya.
Leticia hanya bisa menjaga perasaan putrinya agar tidak terluka seperti perasaannya. Braun pasti masih menyayangi putrinya. Ia harus bertahan demi putrinya.
Selang beberapa bulan setelah pernikahan Braun dan Charlotte, Charlotte hamil. Kebahagiaan terpancar dari wajah kedua orang ini. Leticia hanya bisa cemburu melihatnya.
Sejak saat itu pula, Braun tidak pernah datang ke istana Leticia. Mungkin karena Braun terlalu sibuk mengurus pekerjaannya dan menjaga Charlotte beserta calon bayinya. Ia menyediakan segalanya bagi istri keduanya, sama seperti ketika Leticia mengandung. Braun pasti sangat berharap anak yang dilahirkan Charlotte adalah laki-laki.
Para pelayan istana menggosipkan Leticia yang diduakan oleh Kaisar. Leticia disebut bodoh. Kaisar bebas melakukan apapun bahkan dapat beristri lebih dari satu. Leticia hanya dianggap sebagai permaisuri pajangan saja. Kaisar lebih menyayangi permaisuri kedua. Permaisuri kedua lebih pintar dan baik daripada Leticia. Tentu saja Leticia mengabaikan mereka.
Leticia hanya berharap ucapan mereka tidak benar. Masih ada rasa cinta meskipun hanya setitik di hati Braun untuknya. Itulah yang diyakini Leticia.
***
Hari kelahiran anak Charlotte telah tiba. Braun berjaga di luar kamar Charlotte dengan gelisah. Sama seperti menunggu kelahiran anak pertamanya.
Judith yang penasaran ingin melihat adiknya. Ia duduk diam di dekat dinding luar kamar Charlotte melihat ayahnya mondar-mandir.
Sedangkan Leticia menunggu di kamarnya sendirian. Judith sudah mengajaknya melihat bayi Charlotte yang akan lahir. Leticia menolaknya.
Salah satu pelayan mendatangi kamar Leticia. Ia menyampaikan kabar kelahiran anak Charlotte. Ternyata seorang laki-laki. Anak itu akan menjadi Putra Mahkota. Selesai menyampaikan kabar, pelayan tersebut kembali bekerja.
Dengan ingin kebahagiaan suaminya telah lengkap. Bukan dirinya yang memberikan kebahagiaan tetapi wanita lain. Artinya kebahagiaan keluarganya telah lengkap meskipun harus ada kehadiran orang ketiga.
Leticia mendengar suara ketukan pintu lagi. Ia melihat Judith yang mengintip dari celah pintu yang terbuka. Judith segera menceritakan kelahiran adiknya yang lucu kepada Leticia. Leticia hanya tersenyum, melamun mendengar cerita putrinya.
"Apakah ibu tidak senang?" Pertanyaan Judith membuyarkan lamunan Leticia.
"Ibu ikut berbahagia jika Ayahmu berbahagia, Sayang." Benar ia ikut bahagia meskipun ada rasa iri kepada Charlotte.
"Kalau begitu kenapa ibu tidak ikut melihat Louis?" tanya Judith lagi.
Louis adalah nama anak Charlotte yang baru lahir. Ia ingin melihat anak laki-laki Braun. Ia ingin melihat anak laki-laki yang mirip suaminya. Anak yang tidak mungkin ia dapatkan lagi. Namun, ia tidak ingin merusak kebahagian mereka berdua dengan menangis karena tidak sanggup melihat mereka bahagia.
"Ibu hanya ingin sendirian, Sayang. Lain kali, kita akan melihat Louis bersama," jawab Leticia.
"Baik." Judith tersenyum gembira. Ia memeluk Leticia.
"Ibu jangan bersedih lagi. Judith akan selalu ada untuk Ibu," lanjut Judith.
"Terima kasih, Sayang." Leticia membalas pelukan Judith.
Putrinya adalah satu-satunya penyemangat hidupnya saat ini. Ia akan melakukan apapun demi putrinya.
Ke depannya, ia berharap putrinya dan Louis bisa akur. Ia akan memberikan hadiah kepada Louis. Anak sekecil itu tidak salah apapun. Braun dan Charlotte juga tidak salah. Mereka hanyalah mengutamakan kesejahteraan kerajaan. Braun tidak berselingkuh. Leticia menyetujui pernikahan mereka walaupun tidak datang ke sana. Semua itu Leticia lakukan demi kebahagiaan Braun dan keluarganya. Meskipun harus mengorbankan kebahagiaannya sendiri.
Namun, ia percaya suaminya akan kembali meyanyanginya. Tidak, ia akan berusaha menarik perhatian suaminya. Meskipun tidak dapat memberikan pewaris takhta yang sah, ia masih seorang permaisuri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Rieanty
tak s,sederhana itu leticia k,nyataan nya
2022-01-15
2
IG: Saya_Muchu
Aku sudah fav ya thor, ayo saling dukung karya satu sama lain, dan semangat update.
2021-12-30
1