Bab 4: Membahas Pernikahan

Iqlima tengah merajut tas dari benang poli ketika kakek memanggilnya. Tas rajut ini adalah pesanan yang tengah di gemari oleh masyarakat. Tangan berbakat Iqlima dalam menarik ulur benang dengan pola yang sudah ditentukan menyebabkan nya memperoleh pundi-pundi yang ia tabung untuk melanjutkan sekolahnya ke Perguruan Tinggi. Selain itu, Ia juga membelikan vitamin dan obat-obatan untuk kesehatan kakek.

Beruntung, Ibu Iqlima dulunya adalah guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri. Jadi untuk biaya makan sehari-hari didapatkan dari uang pensiuan sang Ibu yang diberikan oleh negara sampai Iqlima berusia 25 tahun.

"Ada apa memanggil Iqlima, Kek? " Iqlima menghampiri kakek yang tengah mengunyah ranup yang terbuat dari pinang, gambir dan cengkeh yang dibalut dengan daun sirih.

"Umur kakek tidak lama lagi... Huk Huk Huk"

" Astaghfirullah... Kenapa kakek masih saja bicara yang tidak-tidak...?" Mata Iqlima mulai basah kembali.

"Ah sudahlah.. Kakek sedang tidak ingin bicara padamu! Tolong antarkan surat ini ke rumah pak Keuchik! "

"Ini surat apa kek?! " Iqlima mengernyitkan kening.

"Jangan banyak bertanya! Antarkan saja! " Titah kakek tanpa bisa dibantah.

Iqlima mengamati surat yang kakek berikan. Surat bersegel yang rasanya ingin sekali ia intip apa isinya. Tangan nya mulai membuka ikatan segelnya.

"Jangan dibuka! Surat itu bukan untukmu! Cepat Antarkan! " Suara serak kakek mengagetkan Iqlima. Gadis ini pun beranjak mengganti pakaian dan memakai kerudungnya.

***

Iqlima berjalan menuju rumah pak Keuchik ditemani oleh sinar rembulan. Ia tetap melangkah walau ragu. Iqlima khawatir kakek akan berulah lagi. Kakeknya bukan lah orang yang sakit jiwa, hanya saja akhir-akhir ini penyakit Demensia kakek sering kali kambuh. Dalam hal ini gadis muda yang masih berusia 18 tahun itu tidak tau harus melakukan apa.

Pikirannya kembali melayang pada pemuda baik hati yang menolongnya dan kakek tanpa pamrih. Yahya El Fawwaz Zakaria. Iqlima bergumam sambil meraba saku bajunya. Kartu nama pemuda itu masih ia bawa serta sejak diberikan siang tadi. Ada perasaan haru yang diiringi oleh kekaguman. Baru sekali bertemu, tapi kebaikan dan ketulusannya terus terngiang-ngiang. Iqlima jadi bertanya-tanya, siapa pemuda yang enggan dipanggil bapak itu.

Langkah kaki Iqlima terhenti seketika. Ia melihat rumah pak Keuchik tampak ramai. Ada anak-anak berusia 5 tahunan menarikan tarian ranup lampuan. Pertanda ada tamu yang hadir. Iqlima urung melangkah. Ia berpikir sejenak.

"Iqlima! " Suara panggilan membuat Iqlima terkejut. Ia berbalik arah.

"Ustadz Ilyas? Kenapa disini? "

"Mengantar temanku yang baru datang tiba di desa ini! Kamu sendiri, kenapa malam-malam sendirian di sini?"

"Oh, hmh ini... Aku mau mengantar surat ke rumah pak Keuchik, tapi lagi ramai. Mungkin besok saja" Sahut Iqlima.

"Aku akan mengantarkan mu pulang"

"Bukankah Ustadz lagi ada kesibukan? Aku bisa pulang sendiri kok" Wajah Iqlima mengarah ke rumah pak Keuchik.

"Kamu itu... Jangan biasakan keluar malam-malam sendirian" Ilyas mulai melangkah, Iqlima mengikuti langkah tersebut.

"Aku sudah biasa kok"

"Kalau ada orang jahat gimana? Walau kampung sendiri, kita tidak tau kan isi hati manusia! Apalagi malam-malam begini!" Ucap Ilyas membebel. Ia berjalan 2 langkah lebih unggul di depan Iqlima. Gadis itu terdiam.

"Iqlima... Bolehkah aku meminta waktumu sekitar 10 menit untuk bicara? Kita duduk di warung itu! " Ilyas berbalik menghadap Iqlima menunjuk ke tempat ramai dengan pencahayaan yang cukup. Gadis itu mengangguk.

"Assalamu'alaikoom... " Ilyas menyapa ramah mengangkat kedua tangannya ke atas menyapa warga yang duduk santai menikmati kopi di kedai.

"Waalaikumsalam Teungku... Piyoh-piyooh! Silahkan!" Warga begitu menghormati Ilyas. Berbeda dengan Iqlima, beberapa pasang mata melihatnya dengan tatapan tidak suka. Gadis ini menyadari nya.

"Iqlima, mau minum apa? "

"Air Mineral saja. Hmh, Ustadz...sebaiknya pembicaraan kita harus lebih dipercepat! " Ucap Iqlima.

"Tentang menikahimu... "

Deg.

"Aku akan kembali ke Jakarta meminta restu Ummi"

"Ka... kapan Ustadz ke Jakarta? "

"3 hari lagi" Sahut Ilyas.

"Apa Ustadz benar-benar yakin? Apa memang sudah dipikirkan dengan baik? "

"Aku tidak pernah bercanda dengan ucapanku... apalagi tentang pernikahan" Ucap Ilyas. Netra mereka bertemu. Iqlima langsung menunduk malu.

"Apa yang membuat Ustadz yakin? "

"Semua hal tentangmu yang aku ketahui membuatku yakin" Sahut Ilyas mantap.

"Ustadz tidak mengenalku dengan baik! " Kali ini Iqlima memberanikan diri menatap wajah Ilyas.

"Sekarang memang belum, insya Allah setelah menikah. Kita akan pacaran setelah menikah. Ketika itu Insya Allah aku akan mengenalmu dengan baik. Untuk saat ini, cukup aku mengetahui bahwa kamu adalah wanita cerdas yang shaliha, pengajar al-Qur'an dan takut akan Tuhan!" Ucap Ilyas mantap. Iqlima tersipu. Ini adalah pertama kalinya ia berbicara intens dengan Ilyas. Biasa mereka hanya sekedar bertegur sapa. Berkomunikasi juga seringnya melalui Nyakwa Nong, asisten masak untuk para relawan.

"Setelah aku mengantongi restu Ummi, aku akan melamarmu pada kakek"

"Apa Ustadz tidak pernah mendengar rumor tentangku? Hmh maksudku... apa tidak pernah mendengar hal buruk tentang ku dari orang-orang di kampung ini? Tentang kelakuan kakek, tentang aku yang tinggi hati, tentang...."

"Sssssttttt.... Aku lebih percaya pada penglihatan ku. Aku juga sudah cukup dewasa untuk menilai... "Sahut Ilyas. Ekor matanya melihat ke arah sekumpulan orang yang terus mengawasi mereka.

"Ini untukmu... " Ilyas menyodorkan sesuatu.

"Apa ini? "

"Buka saja... " Titah Ilyas. Iqlima membukanya dan mengerutkan kening ketika melihat sebuah handphone android keluaran terbaru. Tahun 2016.

"Kita akan komunikasi dengan handphone itu setibanya aku di Jakarta" Lanjut Ilyas. İqlima tampak berfikir.

"Maaf, aku tidak bisa menerima nya"

"Kenapa? "

***

Yahya tengah duduk di depan berbagai macam makanan yang di hidang oleh para asisten dari kediaman pak Keuchik. Yahya melirik ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Ilyas. Sepupunya itu pamit sebentar mengambil kamera namun sudah lebih dari setengah jam belum juga kembali.

Berbagai jenis makanan Aceh menggugah selera ada di hadapan Yahya dan para Relawan lain. Ada menu Ayam Tangkap, yaitu Ayam goreng berempah yang di lengkapi oleh daun temurui (salam koja) juga daun pandan yang digoreng kering, ada Mie Aceh, Kuah Masam Keu'eung (Kuah Asam Pedas) dan masih banyak lagi menu lainnya. Para relawan lain sudah menyantap lebih dulu makanan mereka.

"Mohon maaf,, menu ala kadar nya" Ucap Pak Keuchik.

"Barakallah Pak... Ini sudah lebih dari cukup. Saya pribadi sangat tersanjung disambut begini meriah. Padahal persiapannya tidak lebih dari setengah hari" Sahut Yahya. Sambutan hangat kepala desa itu di luar ekspektasi nya.

Yas, dimana? Kenapa belum kembali? Yahya mengirimkan pesan pada Ilyas.

Bentar, Maaf banget... nanti ku jemput. Kebetulan ketemu calon istri. Sekarang kami lagi technical meeting. Balas Ilyas.

Sepasang mata mengintip dari ruang tengah. Ia melihat para relawan dari balik jendela berkaca riben. Matanya mencari seseorang yang sama sekali belum dilihatnya.

"Rani, Kamu kenapa berdiri di situ? Mengintip itu ga baik!"

"Ustadz Ilyas kok ga ada ya Mak? " Tanya Rani pada ibunya, gadis ini masih terus mengamati.

"Tadi ada kok, mungkin pamit pulang lebih dulu" Sahut ibu. Rani mendengus kecewa.

"Mak, orang yang disambut sama Abu itu yang terlibat dalam proyek yayasan ya? Sepertinya bukan orang Aceh... Ganteng ya mak!"

"Iya, Yahya namanya. Kenapa? Kamu tertarik ya? Ga jadi sama Teungku Ilyas?" Tanya Cut Meutia, Ibunya Rani perhatian.

"Tadi sore Rani dengar aksi Bang Yahya nolongin Iqlima mak... Wuii... Viral... banyak yang kagum... Apa boleh kalau Rani ikut kagum juga mak? Ah... Kalau Teungku Ilyas itu.... sukanya sama Iqlima mak..." Gadis berusia 24 tahun itu menunduk sedih.

"Lah... ya boleh dong sayang... kamu berhak kagum dengan siapapun... asal jaga hati kamu, jangan sampai zina hati... kalau sebatas kagum ya manusiawi..." Sahut bu Cut Meutia.

"Terus terus... kalau Rais bagaimana? Mamak lihat pemuda Aceh itu juga ga kalah menawan. Baru lulus Master dari UGM Jogya... Katanya mau juga mau mengabdi di kampus Unsyiah"

"Yach... Mamak ketinggalan berita... Bang Rais juga sukanya sama Iqlima... Huh....!" Kali ini Rani terlihat kesal.

"Ya wajar juga banyak yang suka sama Iqlima.. Walau kakeknya ngeselin, tapi Iqlima itu beda.. Anak nya berkarakter.. Seorang gadis pejuang.. Dia yatim piatu... hidupnya penuh ujian. Tapi masya Allah nak... Iqlima itu selalu ikhlas menjalaninya tanpa mengeluh. Semoga kalau kelak Iqlima menikah, gadis itu bisa bahagia...Mengingat ujiannya sudah begitu banyak. Ah... Mamak pun kalau ada anak laki-laki, mau juga mamak jodohkan sama Iqlima" Sahut ibu Cut Meutia memuji-muji Iqlima panjang lebar.

"Entahlah mak, Mamak ini jadi bela-belain Iqlima daripada mendukung Rani. Yasudah, Rani mau berdiam diri di dalam kamar.. biar sekalian saja satu dunia suka sama Iqlima!!" Ucap Rani bersungut. Ia benar-benar melangkah ke kamar. Jengkel.

"Eh tunggu nakk... sini konsultasi dulu sama mamak... mungkin nanti bisa kita negosiasi kan sama Abu untuk jodohkan kamu sama Yahya! " Ucap Bu Cut setengah bercanda... beliau mengejar Rani sampai ke depan pintu kamar yang duluan menutup rapat itu. Bu Cut Meutia tersenyum menggeleng.

Entah Ustadz Ilyas atau Bang Rais... Siapapun itu... semoga bisa membahagiakan Iqlima... Ucap batin Rani mendoakan dari balik pintu.

***

Yuk dukung terus karya Alana dengan cara LIKE KOMEN VOTE, berikan HADIAHnya. Terima Kasih banyak ^^ Jazakumullah Khairal Jaza'. Semoga Allah memudahkan semua urusan kita ❤

IG @alana.alisha

***

Terpopuler

Comments

Dini Junghuni

Dini Junghuni

masya Allah rani n ibunya baik hati sepertinya 😍

2022-05-05

1

Black Swan 🖤

Black Swan 🖤

wah

2022-04-01

1

Afazra Denomay

Afazra Denomay

ya bnar aku percaya dengan pa yg aku lihat bukan yg di dengar dr mulut" org yg hnya suka nyiyir jaa😏😏

2022-03-21

1

lihat semua
Episodes
1 Bab I: Landing di Aceh
2 Bab II: Aksi Kakek
3 Bab III: Terpana
4 Bab 4: Membahas Pernikahan
5 Bab 5: Roman Bahagia
6 Bab 6: Sudut Pandang Yahya
7 Bab 7: Hati Yang Nelangsa
8 Bab 8: Tangis Yang Tertahan
9 Bab 9: Beginikah Surat Cinta Itu?
10 Bab 10: Sudah Sejak Lama!
11 Bab 11: Laa Ilaa Ha Illallah, Muhammad Rasulullah
12 Bab 12: Kobaran Api
13 Bab 13: Pelukan Erat Yahya
14 Bab 14: Terlibat Lebih Jauh
15 Bab 15: Visual Para Tokoh
16 Bab 16: Mengunjungi Iqlima
17 Bab 17: Membuka Luka Lama
18 Bab 18: Tidak Pernah Memimpikannya!
19 Bab 19: Menjadi Lebih Kuat
20 Bab 20 : Misi Baru Layla
21 Bab 21: Pernikahan Yang Telah Di Atur
22 Bab 22: Ini Negeri Syari'ah!!
23 Bab 23: Orasi Yang Berapi-api
24 Bab 24: JANGAN DI BACA, SALAH UPDATE, LANJUT BAB 25!!!
25 Bab 25: Bukan Pernikahan Impian
26 Bab 26: Ciuman Beberapa Detik
27 Bab 27: Hati Yang Memanjatkan Do'a
28 Bab 28: Tidak Bisa Menjanjikan Apapun!
29 Bab 29: Seribu Jurus, Seribu Nyawa
30 Bab 30: Beban Mental, Beban Moral!
31 Bab 31: Umpan Pancingan
32 Bab 32: Yahya Lupa Diri
33 Bab 33: Sampai Bertemu di Jakarta!
34 Bab 34: Gerbang Bustanul Jannah
35 Bab 35: Tugas Iqlima dari Hajjah Aisyah
36 Bab 36: Iqlima Iqlima Iqlima... Oh Iqlima!
37 Bab 37: Body Massage
38 Bab 38: Prahara di Taman Surga
39 Bab 39: Menerobos Pekatnya Malam
40 Bab 40: Tuduhan Yahya
41 Bab 41: Connecting Door
42 Bab 42: Hukuman Mu Di Mulai Dari Sekarang!
43 Bab 43: Yahya Yang Pertama
44 Bab 44: Pintar Berkata-Kata
45 Bab 45: Bintang Kejora
46 Bab 46: Berwajah Malaikat Berhati Iblis!
47 Bab 47: Romansa Picisan
48 Bab 48: Kita Mau Kemana?!
49 Bab 49: Pemilik Taman Surga?
50 Bab 50: Keturunan Ampon Polem Pasha
51 Bab 51: Candu
52 Bab 52: Mengunjungi Asrama Santriwati
53 Bab 53: Hari Patah Hati Se-Bustanul Jannah
54 Bab 54: Bukan Mafia Syari'ah
55 Bab 55: I believe in You! I Trust You!
56 Bab 56: Bukan Pencemburu?
57 Bab 57: Pelakon Drama
58 Bab 58: Perkataan Adalah Do'a
59 Bab 59: Tidak Bisa Mentolerir!
60 Bab 60: Bernilai Mahal
61 Bab 61: Laki-laki Yang Tidak Asing?
62 Bab 62: Wanita Gila!
63 Bab 63: Harga Diri Yang Tercabik
64 Bab 64: Penyesalan dan Kerinduan
65 Bab 65: Tekad, Nekad
66 Bab 66: Aku Marah Tapi Aku Rindu~
67 Bab 67: Status, Formalitas~
68 Bab 68: Mengikuti Jejak
69 Bab 69: Aku Bukan Pelampiasan~
70 Bab 70: Sebuah Keberanian~
71 Bab 71: Senyuman Yang Sangat Manis~
72 Bab 72: Iqlima Satu-Satunya!
73 Bab 73: Yahya Menyerah
74 Bab 74: Pelukan Hangat Seorang Ayah~
75 Bab 75: Sedikit Berkorban (1000 Macam Perasaan) !
76 Bab 76: Malam Pengantin
77 Bab 77: Menemukan Permata Yang Hilang~
78 Bab 78: Jauh Lebih Dalam~
79 Bab 79: Rona Yang Bertambah~
80 Bab 80: Tersimpan Rapat
81 Bab 81: Tidak Pernah Menyesalinya
82 Bab 82: Reaksi Tubuh
83 Bab 83: Lipatan Harapan~
84 Bab 84: Malam Yang Syahdu
85 Bab 85: Peristiwa di Hotel
86 Bab 86: Hingga Menjadi Abu~
87 Bab 87: Perasaan Yang Berkecamuk
88 Bab 88: Ingin Sejenak Menepi~
89 Bab 89: Peperangan, Bidak Catur
90 Bab 90: Takdir Yang Berpihak?
91 Bab 91: Antara Hak dan Batil
92 Bab 92: Pesakitan~
93 Bab 93: Kemenangan Yang Terasa Melambai-Lambai~
94 Bab 94: Pertunjukan Drama
95 Bab 95: Berjalan Lancar Tanpa Hambatan
96 Bab 96: Jauh Daripada Itu, Aku Merindukanmu!
97 Bab 97: Suara Melebihi Ekspektasi
98 Bab 98: Menyesali Setiap Hari, Menangisi Setiap Malam~
99 Bab 99: Pewaris Keluarga
100 Bab 100: Selamanya Akan Begitu
101 Bab 101: Lantai Yang Dingin
102 Bab 102: Sebuah Pengakuan
103 Bab 103: Ekslusif
104 Bab 104: Tumpah Ruah
105 Bab 105: Suara Menggelegar
106 106: Berlian Dan Perak
107 Bab 107: Pesan Dari Pesantren
108 Bab 108: Kekhawatiran Yang Banyak
109 Bab 109: Perasaan Yang Terusik
110 Bab 110: Kau Telah Gagal!
111 Bab 111: Harga Diri Yang Terluka
112 Bab 112: Pesan Yang Masuk
113 Bab 113: Andai Tidak Ada Iqlima Di Antara Kita
114 Bab 114: Seribu Nyawa!
115 Bab 115: Kembali ke Bustanul Jannah?
116 Bab 116: Panggilan Telfon Dari Nilam Bustanul Jannah
117 Bab 117: Raut Wajah Yang Berkali-kali Berubah
118 Bab 118: Wajah yang Begitu Dingin
119 Bab 119: Akan Tetap Memperkarakannya!
120 Bab 120: Perkataan Yahya yang Menyudutkan!
121 Bab 121: Senyuman Sehangat Mentari Pagi~
122 Bab 122: Serasa Mendidih
123 Bab 123: Semoga, kau bisa mengerti....
124 Bab 124: Antara Iqlima dan Layla
125 Bab 125: Aku Tidak Bisa Memaafkan nya!!
126 Bab 126: Cemas~
127 Bab 127: Tajam Menusuk
128 Bab 128: Dalam Kegelapan~
129 Bab 129: Kegaduhan di Tengah Malam
130 Bab 130: Tapi Mengapa?
131 Bab 131: Seperti Sungai Yang Bermuara~
132 Bab 132: Menepiskan Segala Perasaan~
133 Bab 133: Getaran di Dasar Sana
134 Bab 134: Perubahan Sikap~
135 Bab 135: Selamat Tinggal~~~
136 Bab 136: Gurat Cemas
137 Bab 137: Terlalu Banyak Hal
138 Bab 138: Menuju Aceh
139 Bab 139: Mereka Semua Melukaimu!
Episodes

Updated 139 Episodes

1
Bab I: Landing di Aceh
2
Bab II: Aksi Kakek
3
Bab III: Terpana
4
Bab 4: Membahas Pernikahan
5
Bab 5: Roman Bahagia
6
Bab 6: Sudut Pandang Yahya
7
Bab 7: Hati Yang Nelangsa
8
Bab 8: Tangis Yang Tertahan
9
Bab 9: Beginikah Surat Cinta Itu?
10
Bab 10: Sudah Sejak Lama!
11
Bab 11: Laa Ilaa Ha Illallah, Muhammad Rasulullah
12
Bab 12: Kobaran Api
13
Bab 13: Pelukan Erat Yahya
14
Bab 14: Terlibat Lebih Jauh
15
Bab 15: Visual Para Tokoh
16
Bab 16: Mengunjungi Iqlima
17
Bab 17: Membuka Luka Lama
18
Bab 18: Tidak Pernah Memimpikannya!
19
Bab 19: Menjadi Lebih Kuat
20
Bab 20 : Misi Baru Layla
21
Bab 21: Pernikahan Yang Telah Di Atur
22
Bab 22: Ini Negeri Syari'ah!!
23
Bab 23: Orasi Yang Berapi-api
24
Bab 24: JANGAN DI BACA, SALAH UPDATE, LANJUT BAB 25!!!
25
Bab 25: Bukan Pernikahan Impian
26
Bab 26: Ciuman Beberapa Detik
27
Bab 27: Hati Yang Memanjatkan Do'a
28
Bab 28: Tidak Bisa Menjanjikan Apapun!
29
Bab 29: Seribu Jurus, Seribu Nyawa
30
Bab 30: Beban Mental, Beban Moral!
31
Bab 31: Umpan Pancingan
32
Bab 32: Yahya Lupa Diri
33
Bab 33: Sampai Bertemu di Jakarta!
34
Bab 34: Gerbang Bustanul Jannah
35
Bab 35: Tugas Iqlima dari Hajjah Aisyah
36
Bab 36: Iqlima Iqlima Iqlima... Oh Iqlima!
37
Bab 37: Body Massage
38
Bab 38: Prahara di Taman Surga
39
Bab 39: Menerobos Pekatnya Malam
40
Bab 40: Tuduhan Yahya
41
Bab 41: Connecting Door
42
Bab 42: Hukuman Mu Di Mulai Dari Sekarang!
43
Bab 43: Yahya Yang Pertama
44
Bab 44: Pintar Berkata-Kata
45
Bab 45: Bintang Kejora
46
Bab 46: Berwajah Malaikat Berhati Iblis!
47
Bab 47: Romansa Picisan
48
Bab 48: Kita Mau Kemana?!
49
Bab 49: Pemilik Taman Surga?
50
Bab 50: Keturunan Ampon Polem Pasha
51
Bab 51: Candu
52
Bab 52: Mengunjungi Asrama Santriwati
53
Bab 53: Hari Patah Hati Se-Bustanul Jannah
54
Bab 54: Bukan Mafia Syari'ah
55
Bab 55: I believe in You! I Trust You!
56
Bab 56: Bukan Pencemburu?
57
Bab 57: Pelakon Drama
58
Bab 58: Perkataan Adalah Do'a
59
Bab 59: Tidak Bisa Mentolerir!
60
Bab 60: Bernilai Mahal
61
Bab 61: Laki-laki Yang Tidak Asing?
62
Bab 62: Wanita Gila!
63
Bab 63: Harga Diri Yang Tercabik
64
Bab 64: Penyesalan dan Kerinduan
65
Bab 65: Tekad, Nekad
66
Bab 66: Aku Marah Tapi Aku Rindu~
67
Bab 67: Status, Formalitas~
68
Bab 68: Mengikuti Jejak
69
Bab 69: Aku Bukan Pelampiasan~
70
Bab 70: Sebuah Keberanian~
71
Bab 71: Senyuman Yang Sangat Manis~
72
Bab 72: Iqlima Satu-Satunya!
73
Bab 73: Yahya Menyerah
74
Bab 74: Pelukan Hangat Seorang Ayah~
75
Bab 75: Sedikit Berkorban (1000 Macam Perasaan) !
76
Bab 76: Malam Pengantin
77
Bab 77: Menemukan Permata Yang Hilang~
78
Bab 78: Jauh Lebih Dalam~
79
Bab 79: Rona Yang Bertambah~
80
Bab 80: Tersimpan Rapat
81
Bab 81: Tidak Pernah Menyesalinya
82
Bab 82: Reaksi Tubuh
83
Bab 83: Lipatan Harapan~
84
Bab 84: Malam Yang Syahdu
85
Bab 85: Peristiwa di Hotel
86
Bab 86: Hingga Menjadi Abu~
87
Bab 87: Perasaan Yang Berkecamuk
88
Bab 88: Ingin Sejenak Menepi~
89
Bab 89: Peperangan, Bidak Catur
90
Bab 90: Takdir Yang Berpihak?
91
Bab 91: Antara Hak dan Batil
92
Bab 92: Pesakitan~
93
Bab 93: Kemenangan Yang Terasa Melambai-Lambai~
94
Bab 94: Pertunjukan Drama
95
Bab 95: Berjalan Lancar Tanpa Hambatan
96
Bab 96: Jauh Daripada Itu, Aku Merindukanmu!
97
Bab 97: Suara Melebihi Ekspektasi
98
Bab 98: Menyesali Setiap Hari, Menangisi Setiap Malam~
99
Bab 99: Pewaris Keluarga
100
Bab 100: Selamanya Akan Begitu
101
Bab 101: Lantai Yang Dingin
102
Bab 102: Sebuah Pengakuan
103
Bab 103: Ekslusif
104
Bab 104: Tumpah Ruah
105
Bab 105: Suara Menggelegar
106
106: Berlian Dan Perak
107
Bab 107: Pesan Dari Pesantren
108
Bab 108: Kekhawatiran Yang Banyak
109
Bab 109: Perasaan Yang Terusik
110
Bab 110: Kau Telah Gagal!
111
Bab 111: Harga Diri Yang Terluka
112
Bab 112: Pesan Yang Masuk
113
Bab 113: Andai Tidak Ada Iqlima Di Antara Kita
114
Bab 114: Seribu Nyawa!
115
Bab 115: Kembali ke Bustanul Jannah?
116
Bab 116: Panggilan Telfon Dari Nilam Bustanul Jannah
117
Bab 117: Raut Wajah Yang Berkali-kali Berubah
118
Bab 118: Wajah yang Begitu Dingin
119
Bab 119: Akan Tetap Memperkarakannya!
120
Bab 120: Perkataan Yahya yang Menyudutkan!
121
Bab 121: Senyuman Sehangat Mentari Pagi~
122
Bab 122: Serasa Mendidih
123
Bab 123: Semoga, kau bisa mengerti....
124
Bab 124: Antara Iqlima dan Layla
125
Bab 125: Aku Tidak Bisa Memaafkan nya!!
126
Bab 126: Cemas~
127
Bab 127: Tajam Menusuk
128
Bab 128: Dalam Kegelapan~
129
Bab 129: Kegaduhan di Tengah Malam
130
Bab 130: Tapi Mengapa?
131
Bab 131: Seperti Sungai Yang Bermuara~
132
Bab 132: Menepiskan Segala Perasaan~
133
Bab 133: Getaran di Dasar Sana
134
Bab 134: Perubahan Sikap~
135
Bab 135: Selamat Tinggal~~~
136
Bab 136: Gurat Cemas
137
Bab 137: Terlalu Banyak Hal
138
Bab 138: Menuju Aceh
139
Bab 139: Mereka Semua Melukaimu!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!