Iqlima tengah merajut tas dari benang poli ketika kakek memanggilnya. Tas rajut ini adalah pesanan yang tengah di gemari oleh masyarakat. Tangan berbakat Iqlima dalam menarik ulur benang dengan pola yang sudah ditentukan menyebabkan nya memperoleh pundi-pundi yang ia tabung untuk melanjutkan sekolahnya ke Perguruan Tinggi. Selain itu, Ia juga membelikan vitamin dan obat-obatan untuk kesehatan kakek.
Beruntung, Ibu Iqlima dulunya adalah guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri. Jadi untuk biaya makan sehari-hari didapatkan dari uang pensiuan sang Ibu yang diberikan oleh negara sampai Iqlima berusia 25 tahun.
"Ada apa memanggil Iqlima, Kek? " Iqlima menghampiri kakek yang tengah mengunyah ranup yang terbuat dari pinang, gambir dan cengkeh yang dibalut dengan daun sirih.
"Umur kakek tidak lama lagi... Huk Huk Huk"
" Astaghfirullah... Kenapa kakek masih saja bicara yang tidak-tidak...?" Mata Iqlima mulai basah kembali.
"Ah sudahlah.. Kakek sedang tidak ingin bicara padamu! Tolong antarkan surat ini ke rumah pak Keuchik! "
"Ini surat apa kek?! " Iqlima mengernyitkan kening.
"Jangan banyak bertanya! Antarkan saja! " Titah kakek tanpa bisa dibantah.
Iqlima mengamati surat yang kakek berikan. Surat bersegel yang rasanya ingin sekali ia intip apa isinya. Tangan nya mulai membuka ikatan segelnya.
"Jangan dibuka! Surat itu bukan untukmu! Cepat Antarkan! " Suara serak kakek mengagetkan Iqlima. Gadis ini pun beranjak mengganti pakaian dan memakai kerudungnya.
***
Iqlima berjalan menuju rumah pak Keuchik ditemani oleh sinar rembulan. Ia tetap melangkah walau ragu. Iqlima khawatir kakek akan berulah lagi. Kakeknya bukan lah orang yang sakit jiwa, hanya saja akhir-akhir ini penyakit Demensia kakek sering kali kambuh. Dalam hal ini gadis muda yang masih berusia 18 tahun itu tidak tau harus melakukan apa.
Pikirannya kembali melayang pada pemuda baik hati yang menolongnya dan kakek tanpa pamrih. Yahya El Fawwaz Zakaria. Iqlima bergumam sambil meraba saku bajunya. Kartu nama pemuda itu masih ia bawa serta sejak diberikan siang tadi. Ada perasaan haru yang diiringi oleh kekaguman. Baru sekali bertemu, tapi kebaikan dan ketulusannya terus terngiang-ngiang. Iqlima jadi bertanya-tanya, siapa pemuda yang enggan dipanggil bapak itu.
Langkah kaki Iqlima terhenti seketika. Ia melihat rumah pak Keuchik tampak ramai. Ada anak-anak berusia 5 tahunan menarikan tarian ranup lampuan. Pertanda ada tamu yang hadir. Iqlima urung melangkah. Ia berpikir sejenak.
"Iqlima! " Suara panggilan membuat Iqlima terkejut. Ia berbalik arah.
"Ustadz Ilyas? Kenapa disini? "
"Mengantar temanku yang baru datang tiba di desa ini! Kamu sendiri, kenapa malam-malam sendirian di sini?"
"Oh, hmh ini... Aku mau mengantar surat ke rumah pak Keuchik, tapi lagi ramai. Mungkin besok saja" Sahut Iqlima.
"Aku akan mengantarkan mu pulang"
"Bukankah Ustadz lagi ada kesibukan? Aku bisa pulang sendiri kok" Wajah Iqlima mengarah ke rumah pak Keuchik.
"Kamu itu... Jangan biasakan keluar malam-malam sendirian" Ilyas mulai melangkah, Iqlima mengikuti langkah tersebut.
"Aku sudah biasa kok"
"Kalau ada orang jahat gimana? Walau kampung sendiri, kita tidak tau kan isi hati manusia! Apalagi malam-malam begini!" Ucap Ilyas membebel. Ia berjalan 2 langkah lebih unggul di depan Iqlima. Gadis itu terdiam.
"Iqlima... Bolehkah aku meminta waktumu sekitar 10 menit untuk bicara? Kita duduk di warung itu! " Ilyas berbalik menghadap Iqlima menunjuk ke tempat ramai dengan pencahayaan yang cukup. Gadis itu mengangguk.
"Assalamu'alaikoom... " Ilyas menyapa ramah mengangkat kedua tangannya ke atas menyapa warga yang duduk santai menikmati kopi di kedai.
"Waalaikumsalam Teungku... Piyoh-piyooh! Silahkan!" Warga begitu menghormati Ilyas. Berbeda dengan Iqlima, beberapa pasang mata melihatnya dengan tatapan tidak suka. Gadis ini menyadari nya.
"Iqlima, mau minum apa? "
"Air Mineral saja. Hmh, Ustadz...sebaiknya pembicaraan kita harus lebih dipercepat! " Ucap Iqlima.
"Tentang menikahimu... "
Deg.
"Aku akan kembali ke Jakarta meminta restu Ummi"
"Ka... kapan Ustadz ke Jakarta? "
"3 hari lagi" Sahut Ilyas.
"Apa Ustadz benar-benar yakin? Apa memang sudah dipikirkan dengan baik? "
"Aku tidak pernah bercanda dengan ucapanku... apalagi tentang pernikahan" Ucap Ilyas. Netra mereka bertemu. Iqlima langsung menunduk malu.
"Apa yang membuat Ustadz yakin? "
"Semua hal tentangmu yang aku ketahui membuatku yakin" Sahut Ilyas mantap.
"Ustadz tidak mengenalku dengan baik! " Kali ini Iqlima memberanikan diri menatap wajah Ilyas.
"Sekarang memang belum, insya Allah setelah menikah. Kita akan pacaran setelah menikah. Ketika itu Insya Allah aku akan mengenalmu dengan baik. Untuk saat ini, cukup aku mengetahui bahwa kamu adalah wanita cerdas yang shaliha, pengajar al-Qur'an dan takut akan Tuhan!" Ucap Ilyas mantap. Iqlima tersipu. Ini adalah pertama kalinya ia berbicara intens dengan Ilyas. Biasa mereka hanya sekedar bertegur sapa. Berkomunikasi juga seringnya melalui Nyakwa Nong, asisten masak untuk para relawan.
"Setelah aku mengantongi restu Ummi, aku akan melamarmu pada kakek"
"Apa Ustadz tidak pernah mendengar rumor tentangku? Hmh maksudku... apa tidak pernah mendengar hal buruk tentang ku dari orang-orang di kampung ini? Tentang kelakuan kakek, tentang aku yang tinggi hati, tentang...."
"Sssssttttt.... Aku lebih percaya pada penglihatan ku. Aku juga sudah cukup dewasa untuk menilai... "Sahut Ilyas. Ekor matanya melihat ke arah sekumpulan orang yang terus mengawasi mereka.
"Ini untukmu... " Ilyas menyodorkan sesuatu.
"Apa ini? "
"Buka saja... " Titah Ilyas. Iqlima membukanya dan mengerutkan kening ketika melihat sebuah handphone android keluaran terbaru. Tahun 2016.
"Kita akan komunikasi dengan handphone itu setibanya aku di Jakarta" Lanjut Ilyas. İqlima tampak berfikir.
"Maaf, aku tidak bisa menerima nya"
"Kenapa? "
***
Yahya tengah duduk di depan berbagai macam makanan yang di hidang oleh para asisten dari kediaman pak Keuchik. Yahya melirik ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Ilyas. Sepupunya itu pamit sebentar mengambil kamera namun sudah lebih dari setengah jam belum juga kembali.
Berbagai jenis makanan Aceh menggugah selera ada di hadapan Yahya dan para Relawan lain. Ada menu Ayam Tangkap, yaitu Ayam goreng berempah yang di lengkapi oleh daun temurui (salam koja) juga daun pandan yang digoreng kering, ada Mie Aceh, Kuah Masam Keu'eung (Kuah Asam Pedas) dan masih banyak lagi menu lainnya. Para relawan lain sudah menyantap lebih dulu makanan mereka.
"Mohon maaf,, menu ala kadar nya" Ucap Pak Keuchik.
"Barakallah Pak... Ini sudah lebih dari cukup. Saya pribadi sangat tersanjung disambut begini meriah. Padahal persiapannya tidak lebih dari setengah hari" Sahut Yahya. Sambutan hangat kepala desa itu di luar ekspektasi nya.
Yas, dimana? Kenapa belum kembali? Yahya mengirimkan pesan pada Ilyas.
Bentar, Maaf banget... nanti ku jemput. Kebetulan ketemu calon istri. Sekarang kami lagi technical meeting. Balas Ilyas.
Sepasang mata mengintip dari ruang tengah. Ia melihat para relawan dari balik jendela berkaca riben. Matanya mencari seseorang yang sama sekali belum dilihatnya.
"Rani, Kamu kenapa berdiri di situ? Mengintip itu ga baik!"
"Ustadz Ilyas kok ga ada ya Mak? " Tanya Rani pada ibunya, gadis ini masih terus mengamati.
"Tadi ada kok, mungkin pamit pulang lebih dulu" Sahut ibu. Rani mendengus kecewa.
"Mak, orang yang disambut sama Abu itu yang terlibat dalam proyek yayasan ya? Sepertinya bukan orang Aceh... Ganteng ya mak!"
"Iya, Yahya namanya. Kenapa? Kamu tertarik ya? Ga jadi sama Teungku Ilyas?" Tanya Cut Meutia, Ibunya Rani perhatian.
"Tadi sore Rani dengar aksi Bang Yahya nolongin Iqlima mak... Wuii... Viral... banyak yang kagum... Apa boleh kalau Rani ikut kagum juga mak? Ah... Kalau Teungku Ilyas itu.... sukanya sama Iqlima mak..." Gadis berusia 24 tahun itu menunduk sedih.
"Lah... ya boleh dong sayang... kamu berhak kagum dengan siapapun... asal jaga hati kamu, jangan sampai zina hati... kalau sebatas kagum ya manusiawi..." Sahut bu Cut Meutia.
"Terus terus... kalau Rais bagaimana? Mamak lihat pemuda Aceh itu juga ga kalah menawan. Baru lulus Master dari UGM Jogya... Katanya mau juga mau mengabdi di kampus Unsyiah"
"Yach... Mamak ketinggalan berita... Bang Rais juga sukanya sama Iqlima... Huh....!" Kali ini Rani terlihat kesal.
"Ya wajar juga banyak yang suka sama Iqlima.. Walau kakeknya ngeselin, tapi Iqlima itu beda.. Anak nya berkarakter.. Seorang gadis pejuang.. Dia yatim piatu... hidupnya penuh ujian. Tapi masya Allah nak... Iqlima itu selalu ikhlas menjalaninya tanpa mengeluh. Semoga kalau kelak Iqlima menikah, gadis itu bisa bahagia...Mengingat ujiannya sudah begitu banyak. Ah... Mamak pun kalau ada anak laki-laki, mau juga mamak jodohkan sama Iqlima" Sahut ibu Cut Meutia memuji-muji Iqlima panjang lebar.
"Entahlah mak, Mamak ini jadi bela-belain Iqlima daripada mendukung Rani. Yasudah, Rani mau berdiam diri di dalam kamar.. biar sekalian saja satu dunia suka sama Iqlima!!" Ucap Rani bersungut. Ia benar-benar melangkah ke kamar. Jengkel.
"Eh tunggu nakk... sini konsultasi dulu sama mamak... mungkin nanti bisa kita negosiasi kan sama Abu untuk jodohkan kamu sama Yahya! " Ucap Bu Cut setengah bercanda... beliau mengejar Rani sampai ke depan pintu kamar yang duluan menutup rapat itu. Bu Cut Meutia tersenyum menggeleng.
Entah Ustadz Ilyas atau Bang Rais... Siapapun itu... semoga bisa membahagiakan Iqlima... Ucap batin Rani mendoakan dari balik pintu.
***
Yuk dukung terus karya Alana dengan cara LIKE KOMEN VOTE, berikan HADIAHnya. Terima Kasih banyak ^^ Jazakumullah Khairal Jaza'. Semoga Allah memudahkan semua urusan kita ❤
IG @alana.alisha
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 139 Episodes
Comments
Dini Junghuni
masya Allah rani n ibunya baik hati sepertinya 😍
2022-05-05
1
Black Swan 🖤
wah
2022-04-01
1
Afazra Denomay
ya bnar aku percaya dengan pa yg aku lihat bukan yg di dengar dr mulut" org yg hnya suka nyiyir jaa😏😏
2022-03-21
1