Bab 5: Roman Bahagia

Yahya keluar dari rumah kepala desa setelah makan dan berpamitan. Ia mengendarai sepeda motor di tengah gelapnya malam. Lampu penerangan jalan yang hanya ada satu dalam radius 300 meter menyebabkan jalanan tampak gelap gulita. Hanya bulan di atas sana atau lampu senter yang ditenteng oleh para warga masih berkeliaran dengan setia menemani.

Penjagaan dari beberapa pemuda dengan membentuk pos jaga di rangkang-rangkang yang terdapat di banyak sudut menyebabkan Desa Krueng Lam Kareung ini terbilang cukup aman.

Dari atas motor netra Yahya seperti menangkap sosok Ilyas. Ia menepikan motor tersebut dan menyipitkan mata untuk memastikan. Sepupunya itu berjalan di belakang seorang gadis seperti mengiringinya.

“Yaaas… Ilyas!” Panggil Yahya. Pemuda ini membuka helm nya. Ilyas dan gadis tersebut menoleh. Yahya melihat wajah yang tidak asing.

Deg.

Netra Yahya dan Iqlima saling bertemu. Ia dan gadis yang berjalan bersama Ilyas itu baru saja siang tadi bertemu. Iqlima sedikit terkejut, ia tidak menyangka bisa melihat kembali orang yang telah menolongnya dan kakek. Refleks, ia menyentuh kartu nama yang berada dalam kantong roknya.

“Hemm… Gimana tadi? Sorry, aku temenin Iqlima pulang!” Kalimat dari Ilyas membuyarkan tatapan saling pandang mereka.

“It’s okay… Aku udah pamit sama pak Kecik” Iqlima tersenyum mendengar logat bicara Yahya.

“Pak Keu.. Chik maksudnya..” Celoteh Iqlima memperbaiki. Yahya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

“O iya, Kenalin. ini Iqlima. Calon istriku! Iqlima, ini sepupuku Yahya!” Ilyas dengan bangga memperkenalkan calon istrinya.

"Masya Allah... Baarakallah... Semoga niat baik kalian diberkahi oleh Allah SWT" Ucap Yahya mendo'akan.

"Aamiin yaa Rabbal 'alamiin" Ilyas mengaminkan.

"Iqlima, jangan lupa besok kita ke pantai Lampu'uk bersama teman relawan lain! " Lanjut Ilyas mengingatkan. Iqlima mengangguk lalu pamit untuk masuk ke dalam rumahnya yang memang terletak tidak jauh dari bahu jalan. Sebelum benar-benar masuk, ekor matanya sempat melirik Yahya yang membawa Ilyas hilang menembus pekatnya malam.

***

"Cukup Yas! Ummi katakan cukup! Ummi tidak akan menyetujuimu menikahi wanita yang tidak jelas asal usulnya itu! " Ucap Wirda tegas melalui sambungan telepon. Ibu dari Ilyas itu tetap kekeh tidak menyetujui niat baik anaknya. Hati Ilyas mencelos. Sudah beberapa bulan terakhir ia terus mencoba untuk membujuk ibunya, namun hasilnya masih tetap saja nihil.

"Mi, Iqlima itu gadis shaliha!" Lirih Ilyas hampir putus asa. Kalimat yang selalu ia ulang-ulang setiap kali membicarakan Iqlima.

"Shaliha saja tidak cukup, Ilyas! Kalau kamu kembali ke Jakarta hanya untuk membujuk Ummi merestui pernikahan kalian, lebih baik kamu tidak usah pulang! Ummi hanya mau kamu menikahi Aninditha Gayatri Rumi!" Tukas Wirda tanpa bisa dibantah. Wirda menutup pembicaraan sepihak. Ilyas hanya bisa menghela nafas dan memejamkan matanya. Betapa Wirda menepis segenap rasa rindu yang sudah setahun ini membuncah karena tidak bertemu Ilyas hanya karena bahasan pernikahan. Tiket pesawat yang sudah Ilyas pesan untuk kembali ke Jakarta terlepas dari genggaman dan jatuh ke lantai begitu saja.

Yahya yang sedari tadi mendengar percakapan antara ibu dan anak itu hanya bisa menaruh simpati. Ia menepuk-nepuk pundak lebar Ilyas mencoba membesarkan hatinya.

“Kau telah mendengar semuanya! Bro, aku harus bagaimana?” Tanya Ilyas sendu.

“Apa kau benar-benar mencintainya?” Yahya balik bertanya seduktif. Ilyas mengangguk.

“Kau tau persis bagaimana aku! Aku tidak akan memutuskan sesuatu kalau tidak benar-benar yakin. Sekarang aku harus melakukan apa? Apa aku nekad saja menikahi Iqlima tanpa restu Ummi? Bukankah dalam islam seorang laki-laki tidak membutuhkan wali untuk menikah?” Ucap Ilyas mengusap kasar wajahnya. Yahya menggeleng cepat.

“Surga mu berada di bawah telapak kaki Ummi. Jangan kamu buang surga itu hanya demi seorang wanita” Sahut Yahya menohok. Ilyas terenyak. Pemuda ini menoleh. Jawaban singkat Yahya adalah bukan jenis jawaban yang ingin ia dengar untuk saat ini, Ilyas butuh dukungan. Namun bagaimanapun ucapan Yahya memang benar adanya.

“Berbulan-bulan ini aku merindukan gadis itu. Ia memang berada didekatku, kami sering terlibat dalam kegiatan yang sama walau sering kali tanpa kata. Tapi aku tetap saja merindukannya. Salahku juga yang tidak bisa mengontrol perasaan. Hhhh Tidak ada obat dari sebuah kerinduan selain bertemu. Dan sekarang aku membutuhkan obat itu! Aku ingin sekali menikahinya!” Curhat Ilyas. Mata nya berubah merah. Yahya tercengang. Ilyas bukanlah tipe laki-laki yang mudah luluh dengan wanita. Jika sepupunya sudah sampai di tahap ini, berarti gadis tersebut memanglah istimewa.

"Apa kau mau mendengar sebuah saran? " Ilyas mengangguk.

“Saranku, coba lakukanlah upaya terakhir. Usaha semaksimal mungkin. Pulang lah, bicarakan kembali pada Ummi! Siapa tau dengan menatap dan bicara dari hati ke hati beliau bisa luluh. Apalagi Ummi sangat menyayangi mu. Terangkan siapa sebenarnya wanita yang kau pilih itu, apa keunggulannya dan berikan argumen yang kuat!” Ucap Yahya pada akhirnya. Ilyas berpikir sejenak lalu mengangguk-angguk. Saran dari sepupu sekaligus sahabatnya tersebut adalah yang paling realistis untuk saat ini walau perkataan Ummi di telepon tadi sedikit banyak membuat hatinya teriris.

“Aku butuh bantuanmu untuk merealisasikan ini semua” Seketika Ilyas melebarkan senyum nya penuh makna.

“Ah Sudah kuduga! Jangan suruh aku untuk menetap di sini selama kau pulang ke Jakarta!” Yahya memicingkan matanya.

“Please.. Hanya seminggu saja! Aku akan menghandle pekerjaanmu selama itu! Nanti aku juga akan memesankan tiket baru untukmu!” Yahya hanya bisa memijat pelipis mendengar permohonan Ilyas. Kembali ke Jakarta yang seharusnya dua hari lagi terpaksa ia tunda.

***

Iqlima membuka pintu kamar kakeknya. Ia bernafas lega ketika mengetahui kakek telah tidur. Baru saja ia akan menutup kembali pintu kamar tersebut namun suara panggilan kakek terdengar memenuhi telinga.

“Mengapa lama sekali? Darimana saja kamu?!” Tanya kakek bangkit.

“Tadi rumah pak Keuchik penuh tamu kek, Iqlima tidak sengaja bertemu Ustadz Ilyas di jalan. Kami mengobrol sebentar” Ucap Iqlima berkata jujur.

“Kamu itu perempuan. Jangan cepat luluh dengan sembarang laki-laki. Huk Huk Huk!”

“Kek, Iqlima ingin minta restu. Iqlima mau menikah dengan Ustadz Ilyas. Apa boleh jika Iqlima meminta untuk dinikahkan dengan laki-laki pilihan Iqlima?” Tanya Iqlima tiba-tiba. Ia menggenggam erat tangan kakek dengan bersimpuh di kaki tempat tidur. Matanya berair.

“Hhhhh Keras kepala mu itu persis Cut Afla, Ibumu. Kalau saja ibu mu yang berasal dari kalangan bangsawan Aceh itu tidak menikah dengan Taufiq, Ayahmu. Tentu Ia tidak akan mengalami penderitaan. Anakku membawa banyak penderitaan padanya” Kenang Kakek mengelus kepala Iqlima. Kesadaran beliau memang kadang hilang kadang muncul.

“Cut Afla itu orang berada, ayahnya kaya raya. Ia gadis jelita yang cerdas. Sayang sekali malah jatuh cinta pada anakku sampai rela di usir dari rumah. Andai ayahmu memiliki banyak uang, tentu tidak akan di pandang sebelah mata oleh keluarga ibumu. Andai aku juga berasal dari kalangan Teuku, tentu kata Cut sudah tersemat di depan nama mu menjadi Cut Iqlima. Ah walaupun pada ujungnya... keluarga ibu mu itu juga bangkrut. Aku yakin mereka pasti terkena karma! Hahahaha.. Huk Huk Hukum...” Lanjut kakek tertawa lalu terbatuk. Ada perasaan tidak nyaman di hati Iqlima ketika kakek membicarakan tentang keluarga ibu maupun kekurangan Ayah.

“Kakek yang sudah tua renta dan sebentar lagi akan masuk ke dalam kubur ini hanya tidak ingin penderitaan ibumu terulang padamu nak.. Kakek tidak ingin kau menikah dengan orang yang tidak mampu. Kakek ingin kamu hidup makmur dan layak… Huk Huk Huk…” Kakek menjeda kalimatnya.

“Hingga kau tidak perlu bersusah payah merajut tas sampai matamu sakit seperti yang kau lakukan sekarang. Ilyas itu hanya seorang perantau. Ia hanya teungku biasa.. Kakek tidak yakin ia akan bisa membuatmu bahagia. Kau akan terus menerus di pandang rendah dan akan menjadi sampah di masyarakat ini” Mata yang sudah mengerut itu berkaca-kaca. Mendengar apa yang kakeknya ucapkan membuat air mata Iqlima berhamburan. Kakek nya itu seperti mengalami rasa trauma akan status sosial mereka.

“Kakek…” Iqlima mengusap air mata nya.

“Iqlima akan sekolah setinggi mungkin. Iqlima akan meraih cita-cita. Entah ustadz Ilyas itu berasal dari keluarga berada atau tidak. Entah apa status sosial yang saat ini beliau sandang, Iqlima tidak memandang itu. Yang Iqlima tau beliau itu shalih, beliau sudah mau memperjuangkan Iqlima. Menerima cucu kakek yang penuh kekurangan ini. Itu sudah lebih dari cukup. Lagipula, Iqlima tidak ingin menggantungkan rejeki pada makhluk, rejeki Allah itu Maha Luas. Nantinya Iqlima juga ingin jadi wanita mandiri yang tidak ketergantungan pada laki-laki”

“Kek,, kakek mau kan merestui Iqlima dan Ustadz Ilyas?” Mata Iqlima dan kakek bertemu. Kakek diam tidak menjawab. Sampai pada akhirnya beliau menganggukkan kepala. Iqlima berhasil meluluhkan hatinya.

“Rabbii…..” Gadis itu menangis haru. Ia menghambur memeluk kakek. Roman-roman bahagia seperti akan menghampirinya.

***

Iqlima masuk ke dalam kamar. Gadis ini berwudhu’ dan melakukan shalat dua raka’at guna mengucapkan rasa syukur. Ia menangis tersedu-sedu di hamparan sajadah. Memohon ampunan dan ridha Allah swt. Mata lentik itu berubah sembab. Hidungnya merah berair. Ia mengakhiri ritual nya dengan membaca hamdallah. Iqlima hendak tidur, namun tangan nya tidak sengaja memegang sebuah kartu yang sejak tadi siang masih saja berada di dalam roknya. Iqlima mengambil dan memandang sekilas kartu nama tersebut.

Yahya El Fawwas Zakaria.

Entah mengapa ia merasa ada sedikit getaran ketika menyebutkan nama panjang pemuda itu. Namun wanita ini segera menepisnya. Mungkin getaran itu hanya berasal dari rasa Terima kasih karena telah menolongnya dan kakek semata. Iqlima tau bahwa sebentar lagi ia akan menjadi istri dari Ilyas. Iqlima sudah tidak boleh membawa laki-laki manapun ke dalam hati apapun alasannya.

Gadis ini pun langsung merobek kartu nama tersebut menjadi dua. Lalu ia meletakkannya ke sembarang tempat di laci meja.

***

Yuk dukung terus karya Alana dengan cara LIKE KOMEN VOTE, berikan HADIAHnya. Terima Kasih banyak ^^ Jazakumullah Khairal Jaza'. Semoga Allah memudahkan semua urusan kita ❤

IG @alana.alisha

***

Terpopuler

Comments

Siti Rihanah

Siti Rihanah

semangat lanjut

2023-10-25

0

Mey-mey89

Mey-mey89

semangat thorr

2022-11-24

1

Mey-mey89

Mey-mey89

semangat thorr. .

2022-11-24

1

lihat semua
Episodes
1 Bab I: Landing di Aceh
2 Bab II: Aksi Kakek
3 Bab III: Terpana
4 Bab 4: Membahas Pernikahan
5 Bab 5: Roman Bahagia
6 Bab 6: Sudut Pandang Yahya
7 Bab 7: Hati Yang Nelangsa
8 Bab 8: Tangis Yang Tertahan
9 Bab 9: Beginikah Surat Cinta Itu?
10 Bab 10: Sudah Sejak Lama!
11 Bab 11: Laa Ilaa Ha Illallah, Muhammad Rasulullah
12 Bab 12: Kobaran Api
13 Bab 13: Pelukan Erat Yahya
14 Bab 14: Terlibat Lebih Jauh
15 Bab 15: Visual Para Tokoh
16 Bab 16: Mengunjungi Iqlima
17 Bab 17: Membuka Luka Lama
18 Bab 18: Tidak Pernah Memimpikannya!
19 Bab 19: Menjadi Lebih Kuat
20 Bab 20 : Misi Baru Layla
21 Bab 21: Pernikahan Yang Telah Di Atur
22 Bab 22: Ini Negeri Syari'ah!!
23 Bab 23: Orasi Yang Berapi-api
24 Bab 24: JANGAN DI BACA, SALAH UPDATE, LANJUT BAB 25!!!
25 Bab 25: Bukan Pernikahan Impian
26 Bab 26: Ciuman Beberapa Detik
27 Bab 27: Hati Yang Memanjatkan Do'a
28 Bab 28: Tidak Bisa Menjanjikan Apapun!
29 Bab 29: Seribu Jurus, Seribu Nyawa
30 Bab 30: Beban Mental, Beban Moral!
31 Bab 31: Umpan Pancingan
32 Bab 32: Yahya Lupa Diri
33 Bab 33: Sampai Bertemu di Jakarta!
34 Bab 34: Gerbang Bustanul Jannah
35 Bab 35: Tugas Iqlima dari Hajjah Aisyah
36 Bab 36: Iqlima Iqlima Iqlima... Oh Iqlima!
37 Bab 37: Body Massage
38 Bab 38: Prahara di Taman Surga
39 Bab 39: Menerobos Pekatnya Malam
40 Bab 40: Tuduhan Yahya
41 Bab 41: Connecting Door
42 Bab 42: Hukuman Mu Di Mulai Dari Sekarang!
43 Bab 43: Yahya Yang Pertama
44 Bab 44: Pintar Berkata-Kata
45 Bab 45: Bintang Kejora
46 Bab 46: Berwajah Malaikat Berhati Iblis!
47 Bab 47: Romansa Picisan
48 Bab 48: Kita Mau Kemana?!
49 Bab 49: Pemilik Taman Surga?
50 Bab 50: Keturunan Ampon Polem Pasha
51 Bab 51: Candu
52 Bab 52: Mengunjungi Asrama Santriwati
53 Bab 53: Hari Patah Hati Se-Bustanul Jannah
54 Bab 54: Bukan Mafia Syari'ah
55 Bab 55: I believe in You! I Trust You!
56 Bab 56: Bukan Pencemburu?
57 Bab 57: Pelakon Drama
58 Bab 58: Perkataan Adalah Do'a
59 Bab 59: Tidak Bisa Mentolerir!
60 Bab 60: Bernilai Mahal
61 Bab 61: Laki-laki Yang Tidak Asing?
62 Bab 62: Wanita Gila!
63 Bab 63: Harga Diri Yang Tercabik
64 Bab 64: Penyesalan dan Kerinduan
65 Bab 65: Tekad, Nekad
66 Bab 66: Aku Marah Tapi Aku Rindu~
67 Bab 67: Status, Formalitas~
68 Bab 68: Mengikuti Jejak
69 Bab 69: Aku Bukan Pelampiasan~
70 Bab 70: Sebuah Keberanian~
71 Bab 71: Senyuman Yang Sangat Manis~
72 Bab 72: Iqlima Satu-Satunya!
73 Bab 73: Yahya Menyerah
74 Bab 74: Pelukan Hangat Seorang Ayah~
75 Bab 75: Sedikit Berkorban (1000 Macam Perasaan) !
76 Bab 76: Malam Pengantin
77 Bab 77: Menemukan Permata Yang Hilang~
78 Bab 78: Jauh Lebih Dalam~
79 Bab 79: Rona Yang Bertambah~
80 Bab 80: Tersimpan Rapat
81 Bab 81: Tidak Pernah Menyesalinya
82 Bab 82: Reaksi Tubuh
83 Bab 83: Lipatan Harapan~
84 Bab 84: Malam Yang Syahdu
85 Bab 85: Peristiwa di Hotel
86 Bab 86: Hingga Menjadi Abu~
87 Bab 87: Perasaan Yang Berkecamuk
88 Bab 88: Ingin Sejenak Menepi~
89 Bab 89: Peperangan, Bidak Catur
90 Bab 90: Takdir Yang Berpihak?
91 Bab 91: Antara Hak dan Batil
92 Bab 92: Pesakitan~
93 Bab 93: Kemenangan Yang Terasa Melambai-Lambai~
94 Bab 94: Pertunjukan Drama
95 Bab 95: Berjalan Lancar Tanpa Hambatan
96 Bab 96: Jauh Daripada Itu, Aku Merindukanmu!
97 Bab 97: Suara Melebihi Ekspektasi
98 Bab 98: Menyesali Setiap Hari, Menangisi Setiap Malam~
99 Bab 99: Pewaris Keluarga
100 Bab 100: Selamanya Akan Begitu
101 Bab 101: Lantai Yang Dingin
102 Bab 102: Sebuah Pengakuan
103 Bab 103: Ekslusif
104 Bab 104: Tumpah Ruah
105 Bab 105: Suara Menggelegar
106 106: Berlian Dan Perak
107 Bab 107: Pesan Dari Pesantren
108 Bab 108: Kekhawatiran Yang Banyak
109 Bab 109: Perasaan Yang Terusik
110 Bab 110: Kau Telah Gagal!
111 Bab 111: Harga Diri Yang Terluka
112 Bab 112: Pesan Yang Masuk
113 Bab 113: Andai Tidak Ada Iqlima Di Antara Kita
114 Bab 114: Seribu Nyawa!
115 Bab 115: Kembali ke Bustanul Jannah?
116 Bab 116: Panggilan Telfon Dari Nilam Bustanul Jannah
117 Bab 117: Raut Wajah Yang Berkali-kali Berubah
118 Bab 118: Wajah yang Begitu Dingin
119 Bab 119: Akan Tetap Memperkarakannya!
120 Bab 120: Perkataan Yahya yang Menyudutkan!
121 Bab 121: Senyuman Sehangat Mentari Pagi~
122 Bab 122: Serasa Mendidih
123 Bab 123: Semoga, kau bisa mengerti....
124 Bab 124: Antara Iqlima dan Layla
125 Bab 125: Aku Tidak Bisa Memaafkan nya!!
126 Bab 126: Cemas~
127 Bab 127: Tajam Menusuk
128 Bab 128: Dalam Kegelapan~
129 Bab 129: Kegaduhan di Tengah Malam
130 Bab 130: Tapi Mengapa?
131 Bab 131: Seperti Sungai Yang Bermuara~
132 Bab 132: Menepiskan Segala Perasaan~
133 Bab 133: Getaran di Dasar Sana
134 Bab 134: Perubahan Sikap~
135 Bab 135: Selamat Tinggal~~~
136 Bab 136: Gurat Cemas
137 Bab 137: Terlalu Banyak Hal
138 Bab 138: Menuju Aceh
139 Bab 139: Mereka Semua Melukaimu!
Episodes

Updated 139 Episodes

1
Bab I: Landing di Aceh
2
Bab II: Aksi Kakek
3
Bab III: Terpana
4
Bab 4: Membahas Pernikahan
5
Bab 5: Roman Bahagia
6
Bab 6: Sudut Pandang Yahya
7
Bab 7: Hati Yang Nelangsa
8
Bab 8: Tangis Yang Tertahan
9
Bab 9: Beginikah Surat Cinta Itu?
10
Bab 10: Sudah Sejak Lama!
11
Bab 11: Laa Ilaa Ha Illallah, Muhammad Rasulullah
12
Bab 12: Kobaran Api
13
Bab 13: Pelukan Erat Yahya
14
Bab 14: Terlibat Lebih Jauh
15
Bab 15: Visual Para Tokoh
16
Bab 16: Mengunjungi Iqlima
17
Bab 17: Membuka Luka Lama
18
Bab 18: Tidak Pernah Memimpikannya!
19
Bab 19: Menjadi Lebih Kuat
20
Bab 20 : Misi Baru Layla
21
Bab 21: Pernikahan Yang Telah Di Atur
22
Bab 22: Ini Negeri Syari'ah!!
23
Bab 23: Orasi Yang Berapi-api
24
Bab 24: JANGAN DI BACA, SALAH UPDATE, LANJUT BAB 25!!!
25
Bab 25: Bukan Pernikahan Impian
26
Bab 26: Ciuman Beberapa Detik
27
Bab 27: Hati Yang Memanjatkan Do'a
28
Bab 28: Tidak Bisa Menjanjikan Apapun!
29
Bab 29: Seribu Jurus, Seribu Nyawa
30
Bab 30: Beban Mental, Beban Moral!
31
Bab 31: Umpan Pancingan
32
Bab 32: Yahya Lupa Diri
33
Bab 33: Sampai Bertemu di Jakarta!
34
Bab 34: Gerbang Bustanul Jannah
35
Bab 35: Tugas Iqlima dari Hajjah Aisyah
36
Bab 36: Iqlima Iqlima Iqlima... Oh Iqlima!
37
Bab 37: Body Massage
38
Bab 38: Prahara di Taman Surga
39
Bab 39: Menerobos Pekatnya Malam
40
Bab 40: Tuduhan Yahya
41
Bab 41: Connecting Door
42
Bab 42: Hukuman Mu Di Mulai Dari Sekarang!
43
Bab 43: Yahya Yang Pertama
44
Bab 44: Pintar Berkata-Kata
45
Bab 45: Bintang Kejora
46
Bab 46: Berwajah Malaikat Berhati Iblis!
47
Bab 47: Romansa Picisan
48
Bab 48: Kita Mau Kemana?!
49
Bab 49: Pemilik Taman Surga?
50
Bab 50: Keturunan Ampon Polem Pasha
51
Bab 51: Candu
52
Bab 52: Mengunjungi Asrama Santriwati
53
Bab 53: Hari Patah Hati Se-Bustanul Jannah
54
Bab 54: Bukan Mafia Syari'ah
55
Bab 55: I believe in You! I Trust You!
56
Bab 56: Bukan Pencemburu?
57
Bab 57: Pelakon Drama
58
Bab 58: Perkataan Adalah Do'a
59
Bab 59: Tidak Bisa Mentolerir!
60
Bab 60: Bernilai Mahal
61
Bab 61: Laki-laki Yang Tidak Asing?
62
Bab 62: Wanita Gila!
63
Bab 63: Harga Diri Yang Tercabik
64
Bab 64: Penyesalan dan Kerinduan
65
Bab 65: Tekad, Nekad
66
Bab 66: Aku Marah Tapi Aku Rindu~
67
Bab 67: Status, Formalitas~
68
Bab 68: Mengikuti Jejak
69
Bab 69: Aku Bukan Pelampiasan~
70
Bab 70: Sebuah Keberanian~
71
Bab 71: Senyuman Yang Sangat Manis~
72
Bab 72: Iqlima Satu-Satunya!
73
Bab 73: Yahya Menyerah
74
Bab 74: Pelukan Hangat Seorang Ayah~
75
Bab 75: Sedikit Berkorban (1000 Macam Perasaan) !
76
Bab 76: Malam Pengantin
77
Bab 77: Menemukan Permata Yang Hilang~
78
Bab 78: Jauh Lebih Dalam~
79
Bab 79: Rona Yang Bertambah~
80
Bab 80: Tersimpan Rapat
81
Bab 81: Tidak Pernah Menyesalinya
82
Bab 82: Reaksi Tubuh
83
Bab 83: Lipatan Harapan~
84
Bab 84: Malam Yang Syahdu
85
Bab 85: Peristiwa di Hotel
86
Bab 86: Hingga Menjadi Abu~
87
Bab 87: Perasaan Yang Berkecamuk
88
Bab 88: Ingin Sejenak Menepi~
89
Bab 89: Peperangan, Bidak Catur
90
Bab 90: Takdir Yang Berpihak?
91
Bab 91: Antara Hak dan Batil
92
Bab 92: Pesakitan~
93
Bab 93: Kemenangan Yang Terasa Melambai-Lambai~
94
Bab 94: Pertunjukan Drama
95
Bab 95: Berjalan Lancar Tanpa Hambatan
96
Bab 96: Jauh Daripada Itu, Aku Merindukanmu!
97
Bab 97: Suara Melebihi Ekspektasi
98
Bab 98: Menyesali Setiap Hari, Menangisi Setiap Malam~
99
Bab 99: Pewaris Keluarga
100
Bab 100: Selamanya Akan Begitu
101
Bab 101: Lantai Yang Dingin
102
Bab 102: Sebuah Pengakuan
103
Bab 103: Ekslusif
104
Bab 104: Tumpah Ruah
105
Bab 105: Suara Menggelegar
106
106: Berlian Dan Perak
107
Bab 107: Pesan Dari Pesantren
108
Bab 108: Kekhawatiran Yang Banyak
109
Bab 109: Perasaan Yang Terusik
110
Bab 110: Kau Telah Gagal!
111
Bab 111: Harga Diri Yang Terluka
112
Bab 112: Pesan Yang Masuk
113
Bab 113: Andai Tidak Ada Iqlima Di Antara Kita
114
Bab 114: Seribu Nyawa!
115
Bab 115: Kembali ke Bustanul Jannah?
116
Bab 116: Panggilan Telfon Dari Nilam Bustanul Jannah
117
Bab 117: Raut Wajah Yang Berkali-kali Berubah
118
Bab 118: Wajah yang Begitu Dingin
119
Bab 119: Akan Tetap Memperkarakannya!
120
Bab 120: Perkataan Yahya yang Menyudutkan!
121
Bab 121: Senyuman Sehangat Mentari Pagi~
122
Bab 122: Serasa Mendidih
123
Bab 123: Semoga, kau bisa mengerti....
124
Bab 124: Antara Iqlima dan Layla
125
Bab 125: Aku Tidak Bisa Memaafkan nya!!
126
Bab 126: Cemas~
127
Bab 127: Tajam Menusuk
128
Bab 128: Dalam Kegelapan~
129
Bab 129: Kegaduhan di Tengah Malam
130
Bab 130: Tapi Mengapa?
131
Bab 131: Seperti Sungai Yang Bermuara~
132
Bab 132: Menepiskan Segala Perasaan~
133
Bab 133: Getaran di Dasar Sana
134
Bab 134: Perubahan Sikap~
135
Bab 135: Selamat Tinggal~~~
136
Bab 136: Gurat Cemas
137
Bab 137: Terlalu Banyak Hal
138
Bab 138: Menuju Aceh
139
Bab 139: Mereka Semua Melukaimu!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!