Hujan deras turun setelah Desa Hujan Selatan rata dengan bumi akibat kebaran dampak pertarungan. Mayat-mayat bertebaran dimana-mana bahkan ada satu mayat yang dalam keadaan sedang memeluk bayinya yang menagis kencang didalam hutan.
Lambat namun pasti, air mulai meninggi dan tak terasa setelah satu jam dengan hujan tak kunjung reda, banjir deras melanda hutan dibagian barat desa. Membuat mayat yang memeluk bayi itu mengapung dan terbawa arus. Namun anehnya, seakan masih dilindungi ibunya, bayi itu berada diatas mayat ibunya dan tubuhnya tidak terendam setetes pun air bahkan tetesan hujan pun seakan dihalang-halangi oleh dedaunan agar tidak mengenai sang bayi.
Banjir membawa mayat yang menjadi perahu untuk bayinya itu menuju sungai Benawan Solo dan mengapung mengikuti kemana hilir berada.
***
Pagi yang cerah di bantaran Benawan Solo. Sebuah gubuk sederhana berdiri ditepiannya. Gubuk itu tidak berlantai tanah tapi dibuat seperti panggung. Bukan tanpa alasan, ini karena ketika hujan dareah bantaran memang rawan banjir.
Sepasang suami istri duduk didepan teras. Tadinya mereka ingin pergi ke kebun mereka tapi tidak jadi karna banjir yang menghalangi jalan.
"Adinda, apa dirimu melihat itu?apakah itu seekor buaya yang ditumpangi seorang bayi?" kata sang suami.
"Kangmas Abimana, sepertinya yang ditunggangi bayi itu bukan buaya, mana mungkin buaya memakai pakaian." kata sang istri.
Abimana yang mendengar itu memilih untuk menaiki sampan kecil yang sudah mengapung disamping rumah mereka dan mulai mengayuh sampan itu setelah ikatannya terlepas. Dia mendekati bayi yang jaraknya masih cukup jauh dari gubuk panggungnya.
Sebenarnya dia adalah seorang pendekar Aatma yang sudah belajar ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi. Tapi karna suatu alasan dia tidak bisa memakainya. Abimana terkena racun yang berasal dari tanaman Padi Manis. Tanaman mirip padi yang biasa ditanam oleh petani tapi padi ini memiliki 7 tujuh warna yang berbeda.
Racun dari Padi Manis akan membuat korbannya kehilangan seluruh tenaga dalamnya dan apa bila korban adalah laki-laki, maka laki-laki itu akan kehilangan martabatnya sebagai pria dan tidak akan pernah memiliki keturunan. Ini membuat kondisi tubuh Abimana hanya sedikit lebih baik dari pria biasa kebanyakan.
Semakin dekat jarak antara sampan yang dinaiki Abimana dengan sesuatu yang ditumpangi bayi itu, semakin jelas pula wujud sesuatu yang bayi itu tumpangi. "Adinda! Cepat kemari!" Teriak Abimana dari atas sampannya.
Mendengar teriakan dari suaminya, sang istri segera menglirkan tenaga dalam ke kakinya, "apalagi yang kangmas temukan hari ini?" katanya seraya berjalan santai diatas air.
Jika wanita ini melakukan itu di tempat yang ramai, pasti akan sangat banyak orang yang akan terkejut. Sebab untuk melakukan hal tersebut, dibutuhkan tenaga dalam yang besar dan ilmu meringankan tubuh yang tinggi.
"Ah! Kau lambat sekali! Cepat kemari!" teriak Abimana setelah melihat istrinya yang berjalan santai kearahnya.
"Kenapa harus terburu-buru? Kita bahkan punya waktu seumur hidup ditempat ini!" balas sang istri sedikit berteriak. "Sebenarnya apa yang kau dapatkan dar-"
Kalimatnya terpotong saat melihat tunggangan sang bayi. Mayat seorang wanita. "Mungkin ini ibunya. Apa kau juga berbikr demikian, Maya? " kata Abimana.
"Aku rasa... Kamu benar, Kangmas" kata Maya, nama dari istri Abimana.
Bayi yang terdidur pulas dengan menyedot jari jempolnya sendiri, warna kulit dari bayi itu masih merah merona dan saat Maya memegangnya, kulitnya masih hangat dan halus. Ini membuat Maya terkejut, tidak seberti seseorang yang berendam didalam air. Apalagi Maya merasakan bayi ini memiliki tenaga dalam yang menandakan dantian bayi ini sudah terbuka.
"Dantiannya sudah terbuka!" kata Maya setengah berteriak.
Mendengar perkataan istrinya, Abimana hanya bisa melebarkan matanya. "Ini adalah berkah adinda! Kita selalu meminta anak yang berbakat dan jari ini Dewa tidak mengijinkan kita kekebun agar bisa menyelamatkan bayi ini!" Katanya dengan raut wajah yang begitu bergembira.
Sejak mereka menikah, mereka belum mendapatkan kesempatan untuk mendengar tangisan bayi dirumah mereka, karena racun padi manis sudah terserap ditubuh Abimana sebelum mereka menikah.
"Tapi, Kangmas. Bagaimana dengan tubuh wanita ini?" tanya Maya kedapa suaminya. Dia menatap kasihan kepada bayi yang ada dalam gendongannya. Masih kecil, tapi sudah ditinggal ibunya.
"Aku akan memguburkanya." Maya yang larut dengan pikirannya tidak sadar saat suaminya sudah menaikan tubuh mayat wanita keatas sampannya. "Sepertinya dia dibunuh. Kepalanya hilang. Kenapa aku baru sadar?"
"Coba kangmas periksa, aiapa tahu ada sesuatu yang bisa dijadikan acuan identitas dari wanita ini." Maya memberi saran. Karna dilihat dari pakaiannya sepertinya wanita ini seorang bangsawan atau anggota keluarga dari saudagar kaya. Yang menandakan wanita ini memiliki medali atau sesuatu yang bisa dijadikan identitas.
"Mungkin ini bisa membantu anak ini dimasa depan," kata Abimana sambil memegang kaling dengan liontin perak berukir kuda bersayap. "Ini seperti tanda pengenal dari Padepokan Lembah Siluman dan sepertinya dia dari paviliun kuda terbang."
"Sini berikan kepadaku, biar aku yang menyimpannya." kata Maya seraya merebut kalung itu dari tangan suaminya dan berlari menuju gubuk.
Abimana yang melihat tingkah laku istrinya hanya bisa menggelengkan kepala. Setelah itu dia kembali mengayuh sampannya ke arah tepian untuk mencapai daratan yang tidak terendam banjir.
"Hah... Aku lupa mengambil alat menggali," kata Abimana lemas dan memilih dayungnya untuk menggali sebuah lubang.
Cukup lama waktu yang dibutuhkan Abimana untuk membuat lubang yang dirasa cukup untuk mencegah hewan buas atau pun siluman memakan jasad wanita itu. Dan sekali lagi dia berusaha keras untuk menguburkan mayat itu. Seandainya praktinya tidak hilang, mungkin Abimana hanya perlu 1 menit untuk mengali dan menguburkan mayat wanita ini.
Sementara di gubuk, Maya dengan senyum merekah terus mengalirkan tenaga dalam kebayi yang digendongnya. Sungguh beruntung memang bayi itu terlahir dengan dantian yang terbuka, sehingga membuat Maya tidak perlu pusing dengan susu yang seharusnya bayi itu minum. Karna tenaga dalam adalah nutrisi terbaik untuk pendekar.
"Sebenarnya, apa yang terjadi kepadamu bayi kecil?" Maya melirik liontin ditangannya. Disana jelas jika anak ini memiliki hubungan dengan Padepokan Lembah Siluman. Sebuah Padepokan besar aliran netral yang berada di Kadipaten Londo.
"Hauh... Adinda ambilkan kangmasmu ini air!" teriakan terdengar dari depan gubuk. Sepertinya Abimana baru saja kembali setelah menguburkan mayat wanita itu. "Sepertinya anak itu juga memiliki hubungan dengan keluarga Cokroatmojo." kata Abimana menunjukkan sebuah medali bundar dengan ukiran matahari dan ditengahnya terdapat sebuah tombak.
"Sepertinya Kangmas benar, aku pernah melihatnya sekali saat ke kota Mojokerto dulu."
Dan terjadilah pembahasan panjang tentang asal-usul dari bayi yang sedang dalam gendongan Maya. Mereka melakukannya sampai matahari hampir tenggelam dan mungkin sampai gelap gulita jika sang bayi tidak menangis.
"Sepertinya kita tunda dulu tentang asal usul bayi ini. Menurut adinda siapa nama yang cocok untuk bayi ini?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Paimo 15
Benawan itu op thor
2021-06-13
0
Agus Priyanto S
desa kulon alas apa desa hujan selatan?
2021-03-28
0
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
orang2 yg menyerang tadi siapa? apa motif penyerangan? kenapa harus meratakan satu desa?
2021-02-15
0