Jingga pun mengangkat panggilan teleponya. Ternyata itu panggilan dari Babanya.
"Halo Ba"
"Sayang, Buna harus dirawat inap, karena setiap makanan yang masuk keluar, Bu Fitri jaga adik- adik, Baba jaga Buna, jadi telpon sopir baru!" tutur Baba Ardi.
Bu Fitri pengawal Jingga akhirnya punya tugas baru. Dan kini Jingga sendirian. Jingga kemudian tersenyum senang.
"Ya Ba!" jawab Jingga mengiyakan Babanya.
"Yes!" batin Jingga bahagia.
"Hoh. Ini kesempatan buat gue susul temen-temen" batin Jingga bersemangat.
Dari kemarin Jingga memohon pada Babanya agar bisa kuliah sendiri. Tidak diikuti Bu Fitri sang pengawal. Dan meski dengan jalan Bunanya sakit, Jingga mendapatkan kesempatan itu.
Sebenarnya bukan Jingga tidak kasian terhadap Bunanya. Tapi Jingga sudah hafal, semenjak hamil ketiga, sebelum usia kehamilan Buna Alya masuk ke trimester dua, Buna Alya akan bolak balik rumah sakit. Kata Baba dan Buna, hamilnya Buna yang paling mandiri adalah saat hamil Jingga.
Dari situlah Jingga jadi iri dan dendam. Salah sih sebenarnya. Tapi Jingga jadi merasa sejak dalam kandungan dipaksa mandiri, tidak diperhatikan. Tidak seperti adik-adiknya. Dan hari ini untuk pertama kalinya selama hampir 2, tahun hidup sebagai putri Baba Ardi. Jingga memutuskan untuk berbohong dan kabur.
Jingga langsung menelpon temanya Amora.
"Kalian dimana?" tanya Jingga ke sahabatnya Amoora.
"Gue di mall XX,"
"Gue susul kalian ya!" ucap Jingga.
"Lo sama pengawal Lo? Jangan deh!" jawab teman Jingga menolak.
Selama ini setiap Jingga jalan dengan teman-temanya dibuntuti pengawal. Teman-teman Jingga jadi tidak nyaman. Dan mereka tidak mau jalan dengan Jingga lagi. Hal itu membuat Jingga sangat tertekan dan kesal. Jingga malu dikatai putri pingitan.
"Enggak kok!" jawab Jingga.
"Masa? Emang kamu berani lawan Babamu yang over protektif itu?" tanya Amora lagi.
"Sungguh aku sendirian. Aku susuk kalian ya!"
"Demi apa? Lo beneran nggak ada pengawal?" tanya Amopra lagi masih nggak percaya.
"Astaga. Iya. Aku beneran. Buruan kasih tau aku aku harus naik kendaraan apa aja biar sampai ke situ? Sebelum sopir baru babaku dateng," tutur Jingga meminta temanya memberi tahu angkutan umum apa yang harus dia naiki.
Baba Jingga sangat paranoid jika putrinya naik kendaraan umum. Ponsel Jingga dilarang menginstal aplikasi online. Baba Jingga tidak mau Jingga seperti Bunanya yang kemana-mana sendiri. Jadi Jingga meski sudah besar tidak tahu jalan ataupun tempat- tempat main.
"Oke. Lo naik mobil angkutan yang warnanya merah ya. Bilang aja lo mau turun ke Mall XX. Itu mobil lewat depan mall. Kita tunggu di depan gedung biokop ya!" tutur Amoora.
"Oke" jawab Jingga semangat.
Jingga menutup teleponya dan berjalan riang keluar dari area kampus. Saat Jingga berjalan mobil min cooper warna kuning lewat dan berhenti.
Jingga pun menoleh dan dibuat salah tingkah. Jingga tahu siapa pemilik mobil itu.
"Ngapain sih Pak Rendi berhenti segala", batin Jingga mengencangkan tali tas punggungnya.
"Nggak dijemput?" tanya Pak Rendi membuka kaca mobil.
Semua penduduk kampus kelas Jingga tau kalau Jingga putri pingitan yang selalu diantar jemput dengan mobil mewah bergonta ganti merek dan warna.
"Nggak, kenapa memangnya Pak?" tanya Jingga.
"Tumben. Apa Babamu kehabisan stok sopir?" tanya Pak Randi.
"Ehm" Jingga berdehem keras menunjukan ekspresi kesal dan tidak menjawab.
Ada angin apa? Tiba-tiba dosen killer dan galak ini kepo terhadap urusan pribadi Jingga.
"Kalau memang iya. Naiklah, biar kuantar!" celetuk Pak Rendi tanpa Jingga kira. Jingga pu langsung melotot tidak percaya, seorang Pak Rendi menawarkan tumpangan ke Jingga.
"Iyuuh banget barengan sama Pak Rendi" batin Jingga bergidik. Jingga kan kesel minta ampun sama Pak Rendi.
"Maaf Pak. Saya ada janji, dengan teman saya. Terima kasih" jawab Jingga menolak.
"Beneran? Memang siapa? Apa Babamu nggak marah?" tanya Pak Rendi lagi membuat Jingga semakin kesal.
"Kenapa Pak Rendi seakan- akan tahu banyak tentang Baba Jingga, sok ikut campur lagi"
"Baba saya udah kasih ijin kok. Pak Rendi tidak usah khawatir. Silahkan Pak Rendi jalan aja" ucap Jingga lagi menolak.
"Saya ingin memastikan siapa temanmu itu" ucap Pak Rendi lagi.
"Iiih ini kenapa dosen jadi lebih rempong dari Baba sih!" gerutu Jingga menghembuskan nafasnya.
Lalu Jingga melihat mobil carry merah butut yang mirip dengan angkot terparkir di depan kampus. Jingga ingat apa kata Amoora. Angkot warna merah.
Karena kesal dengan Pak Rendi yang ternyata bawelnya melebihi Baba Ardi, Jingga berniay mau kabur ke mobil carry itu.
"He... maaf ya Pak. Atas dasar hak apa bapak mau memastikan dengan siapa saya pergi. Bapak bukan Baba saya. Saat di luar kampus kita tidak hubungan apapun yang mendasari bapak boleh tau kegiatan saya. Permisi!" jawab Jingga ke Pak Rendi yang membuat Pak Rendi tersenyum smirk.
Jingga kemudian berjalan cepat meninggalkan Pak Rendi dan langsung masuk ke mobil Carry itu. Pak Rendi dari dalam mobil masih memperhatikan Jingga. Melihat mobilnya bututu ada kelegaan di raut wajah Pak Rendi.
"Sepertinya bukan mobil anak yang membahayakan" batin Pak Rendi kemudian dan mengikuti mau Jingga untuk pergi.
"Hoh. Dia pergi juga. Aneh sekali dosen itu. Kenapa dia jadi sangat kepo dan bertindak seolah mengenalku?" guman Jingga memastikan mobil Pak Rendi pergi.
Kemudian Jingga duduk dengan mengibas- ibas kan tangan. Mobil tidak ada Acnya, memang pintu dan kacanya terbuka tapi tetap saja panas. Entah kemana pemilik mobil itu. Jingga duduk dengan santai karena mengira itu mobil angkutan.
"Aneh banget, biasanya kan mobil angkutan ramai dan ada keneknya ya? Ini kenapa ditinggalin. Apa lagi cari penumpang ya?" batin Jingga mulai merasa ada yang aneh dengan mobil yang dia masuki.
Karena tekadnya yang ingin merasakan main dan jalan dengan bebas. Jingga sabar menunggu. Jingga duduk dengan tenang.
"Apa aku naik taxi aja ya?" batin Jingga melihat taxi berseliweran.
"Tapi kata Baba bahaya. Kalau naik taxi seorang diri. Kalau di dalam taxi si sopir berbuat jahat dan senonoh aku tidak bisa banyak berontak. Kata Baba lebih aman naik angkot atau Bus yang ramai" batin Jingga lagi ingat kata-kata Babanya.
Entah semua hal Babanya akan selalu berfikir kemungkinan terburuk mengenai Jingga. Meski pun kata Baba baikan angkot, bus atau kereta. Baba Ardi juga masih tetap melarang Jingga naik. Semua beralasan, keamanan Jingga.
"Hari ini aku akan merasakan naik angkot. Tapi kenapa tak sesuai ekpektasiku" batin Jingga mulai lelah menunggu.
Lalu dari arah gang kecil samping tembok kampus terlihat seorang laki - laki bertubuh tinggi kekar dan berotot memanggul karung. Karena tumpuan berat di karungnya Jingga tidak melihat wajahnya. Apalagi sepertinya laki-laki itu memakai topi.
Jingga menelan salivanya, dan mulai dheg-dhegan. Pria itu mendekati Jingga. Dan bruk.
"Aaaaak" Jingga berteriak kaget karena pria itu menjatuhkan karung berat di depan Jingga.
"Kau siapa?" pekik lelaki itu menengadahkan mukanya setelah meletakan barang itu. Dia tidak kalah kaget ada perempuan cantik nyasar di mobilnya.
Jingga pun melotot bingung. Kemudian mereka saling tatap. Jantung Jingga kemudian berdegub kencang.
Tampak keringat menetes di wajah pria bertopi itu.Tapi entah kenapa laki-laki itu terlihat sangat maco dan keren buat Jingga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 273 Episodes
Comments
Diemond 32
Duh dosennya ada rasa nih🤩🤩
2022-03-11
0
TUTIK SETIANI
waduh
2022-01-05
0
Irma Kirana
siapa laki-laki itu🥰🤣🤣
2021-12-22
0