“He...” Jingga berdiri di depan pintu. Menarik sudut bibirnya ke kanan dan ke kiri dua senti.
Semua mata manusia di kelas itu menatapnya. Gadis cantik yang tinggi semampai, berkulit kuning langsat, berambut panjang lurus di gerai sedikit berantakan karena berlari.
Meski bibir manisnya menurun dari Bunanya, tapi tubuh dan kulitnya menurun dari ayahnya. Jingga jauh lebih tinggi dan berisi dari Bunda Alya. Jingga bertubuh seperti model.
Jingga merupakan satu di antara 5 gadis yang berparas dan bertubuh menonjol di kampus itu, apalagi status sosialnya, semakin membuatnya populer di kalangan dosen dan mahasiswa. Apalagi otak cerdas ayahnya menurun padanya.
Jadi meski tersenyum memaksa karena takut dihukum Jingga tetap mempesona. Membuat mata yang memandangnya merasa tak jemu.
Tidak terkecuali, dosen tampan yang selalu mendengungkan anti KKN. Menjunjung tinggi keadilan dan kemandirian. Bahkan katanya dosen itu tidak suka pada mahasiswi atau mahasiswi yang minyi minyi banyak gaya.
Dosen itu pun menatap Jingga dari atas sampai bawah. Lalu memberikan tatapan sinis. Mukanya datar tapi tetap tampan.
“Mohon maaf Pak saya terlambat” tutur Jingga sopan.
Dosen itu diam kemudian menatap ke jam tangan yang menempel di tangan kekarnya dan di dinding. Lalu dengan gaya cool nya, dosen itu menggerakan lidah dan bibirnya, menoleh ke Jingga.
Buat mahasiswi yang duduk di bangkunya, itu pose termaskulin dari dosen mereka. Karisma ketampanannya justru terpancar saat wajahnya berekspresi geram dan marah.
“He...boleh saya masuk Pak?” tanya Jingga lagi polos dengan bibir imutnya.
“Kamu terlambat 40 detik” ucap dosen itu dingin.
“Ehm” Jingga kemudian menggigit bibirnya dan mengeratkan rahangnya.
“Eugh... dosen psikopath ini, pasti berulah. Ish, kenapa gue bisa lupa sih kalau sekarang jam nya dia,, si kembarrrrr, hhh!” batin Jingga bersiap diceramahi dosenya, semua ini gara-gara si kembar.
“Maaf Pak, 40 detik berarti belum ada satu menit kan Pak? Boleh saya duduk?” tanya Jingga lagi.
“Jingga kamu tahu? Jangan metang- mentang kamu anak orang kaya kamu bisa seenaknya. Dengan kamu berdiri di situ, bernegosiasi dan bercakap seperti ini, kamu menghabiskan berapa banyak waktu? Hah!” tutur Pak Rendi galak.
“Maaf Pak!” jawab Jingga menunduk. "Iyuh dasar, gue kan cuma tanya dan menyapa salah lagi!" batin Jingga.
“Kamu sudah hafal kan peraturan saya?” tanya Pak Rendi lagi.
“He.. iya Pak!” jawab Jingga nyengir.
“Seharusnya kamu tidak perlu minta ijin atau bertanya. Baca peraturan saya dengan teliti, lalu kamu tentukan sendiri hukuman yang mana yang mau kamu pilih” ucap Pak Rendi.
Jingga kemudian diam. Mengingat tata tertib Pak Rendi yang lebih tepatnya seperti aturan gila.
Jadi Pak Rendi sangat menghargai waktu. Dan tidak ada tolelir. Pak Rendi mau 15 menit sebelum jam kuliah di mulai, mahasiswanya sudah berkumpul semua.
Waktu 15 menit itu agar mahasiswa belajar, meriview mata kuliah sebelumnya. Selain itu mereka juga harus belajar dan mempersiapkan materi selanjutnya.
Fasilitas yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar juga harus ready sebelum beliau datang. Seperti LCD, laptop atau beberapa alat peraga. Intinya Pak Rendi datang harus sudah siap kuliah. Pak Rendi juga selalu mengadakan kuis sebelum memulai perkuliahan.
Adapun aturan main yang Pak Rendi terapkan terkait telat adalah telat ada tiga kategori. Telat ringan, telat sedang dan telat berat. Telat ringan 0-5 menit datang setelah Pak Rendi masuk kelas. Telat sedang 5- 15 menit. Dan telat berat lebih dari 15 menit.
Setiap kategori, Pak Rendi sudah membuat perjanjian dan kesepakatan sendiri dengan mahasiswanya. Itu juga sudah disetujui kedua belah pihak.
Meski terpaksa dari awal pertemuan mahasiswa dan dosen sudah membuat komitmen dan kesepakatan. Memang serumit itu Pak Rendi, tapi sebenarnya baik.
Hukumanya, kategori berat, mahasiswa, dianggap tidak berangkat, dan setinggi apapun nilai saat ujian, nilai yang akan dicetak di laporan akhir maksimal adalah C.
Meski di hari itu dilarang masuk kekelasnya, tapi mahasiswa harus menyalin dan membuat laporan mata kuliah hari itu dan melaporkan ke Pak Rendi. Entah dari mana sumbernya, jadi meski tidak berangkat mahasiswa harus tau matero hari itu.
Kategori sedang, mahasiswa boleh mengikuti kelas tapi di depan pintu. Nilai mereka juga dikurangi, intinya seberapapun nilainya jangan harap dapat nilai A kalau pernah terlambat lebih dari 5 menit dan tugasnya cukup maju ke depan dan meriview isi mata kuliah di depan teman- temanya.
Kategori ringan seperti Jingga, boleh masuk, nilai tidak dikurangi tapi akan ada tugas khusus dari Pak Rendi, dan tugasnya sesuai kemauan Pak Rendi. Setiap anak beda-beda sesuai mood Pak Rendi.
“Kenapa masih berdiri di situ? Kamu mau saya naikkan level terlambatmu?” tanya Pak Rendi karena Jingya masih tetap berdiri.
“He.. nggak Pak!” jawab Jingga.
Lalu Jingga masuk dan duduk di bangku favoritnya. Duduk di bangku nomer 2 dari belakang, mentok ke tembok yang menghadap ke jendela. Berdekatan dengan geng Jingga, Joana dan Amora.
Sahabat mereka pun melirik ke Jingga dengan tatapan tanda tanya. Tumben Jingga telat, datang telat di jamnya Pak Rendi adalah kesalahan besar.
Setelahnya perkuliahan dimulai, Pak Rendi pun mulai memberikan kuis setelahnya mereka melakukan praktikum di laborat anatomi. Selesai praktik masih dilanjut dengan ujian pasca praktik.
Dan semua mahasiswa mengumpulkan tugas termasuk Jingga. Saat Jingga hendak keluar bersama sahabatnya, dosen mereka pun menatap ke Jingga.
“Tugas hukumanmu, koreksi semua lembar jawab teman- temanmu dan masukan ke daftar nilai!” ucap dosen Jingga.
“Hoh?” Jingga melongo.
Jingga kira dengan Jingga masuk kuliah seperti biasa sudah aman.
Jingga pun menatap ke kedua sahabatnya. Sahabatnya pun hanya bisa menelan ludahnya. Daripada mereka dihukum juga, mereka menganggukan kepala memberi kode ke Jingga udah patuh aja.
Toh hukumanya cuma bantu koreksi jawaban teman- temanya. Jingga jadi tau nilai teman- temannya. Apalagi berdua dengan Pak Rendi teman- teman Jingga justru menamainya sebuah keberuntungan. Mereka malah berbisik menyemangati Jingga.
Tapi buat Jingga tetap saja itu menyebalkan.
“Kenapa diam?” tanya dosen Jingga.
“Baik Pak!” jawab Jingga.
Jingga pun duduk di meja dosen di gedung laborat. Teman- teman Jingga meninggalkanya. Jingga kini berhadapan dengan dosenya itu.
“Ini kunci jawabanya. Masukan ke format ini, setelah ini input ke sini!” tutur Pak Rendi memberikan kertas kunci jawaban dan format daftar nilai, Pak Rendi juga memberikan laptop tempat Jingga input akhir.
“Ya Pak!” jawab Jingga.
Sebenarnya ngesellin banget Jingga kan bukan asisten dosen, tapi memang mengenai aturan telat itu memang sudah disepakati mahasiswa. Sebagai anak baik. Ya sudah Jingga patuh saja.
“Di sini ada cctv, kerjakan tugasmu dengan benar, saya pantau kamu!” ucap Pak Rendi.
“Ya Pak!” jawab Jingga.
“Saya tahu kelasmu, sudah tidak ada mata kuliah. Jangan pergi sebelum saya kembali. Kerjakan semuanya!” ancam Pak Rendi.
“Ya Pak!”
Pak Rendi pun pergi meninggalkan Jingga.
“Hooh, gue kira bakal berduaan sama dosen sinting itu, syukurlah dia pergi” gumam Jingga menghela nafas.
Hampir aja Jingga mati kutu kalau harus berduaan dengan Pak Rendi, meski menurut teman- temanya berdua dengan Pak Rendi menyenangkan. Tepi menurut Jingga itu menyebalkan.
Hukuman untuk anak telat dengan kategori ringan itu beda- beda. Beberapa mahasiswa sebelumnya disuruh merangkum buku dalam hari itu juga selepas perkuliahan selesai. Sementara Jingga hanya mengkoreksi nilai.
Jingga pun mengerjakan tumpukan kertas di depanya dengan baik. Lembar demi lembar dia koreksi. Sesekali Jingga tersenyum, rupanya Jingga menikmati tugas dari dosenya itu. Jingga jadi tau jawaban teman- temanya.
Tapi seketika mata Jingga melotot. Dan membuatnya kesal.
“Lhoh kelas gue kan Cuma ada 25 anak, kenapa masih banyak banget?” gumam Jingga, di bawah lembar jawaban teman- teman kelasnya masih banyak lembar jawaban yang harus dikoreksi. Ternyata yang diberikan Pak Rendi bukan hanya lembar ujian kelasnya tapi ada 6 kelas.
“Hooh, selesai jam berapa ini?” keluh Jingga kesal, menghentakan kakinya kemudian meletakan kepalanya di meja.
“Buna... Baba...anak kalian di sini menderita. Aku mau tinggal sama Oma aja di luar negeri kalau begini” batin Jingga kesal, kenapa hidupnya melelahkan.
Jingga kangen Oma Rita yang sangat memanjakanya, hanya Omanya yang sangat memudahkan hidup Jingga.
“Aah” keluh Jingga lagi.
Lalu Jingga menegakkan duduknya, menyadari semakin lama dia mengeluh dan istirahat semakin lama dia pulang dan makan siang.
Jingga kemudian melanjutkan tugasnya lagi. Sampai tiba- tiba perutnya berbunyi. Jingga kan belum sempat sarapan karena adik- adiknya. Mata Jingga pun terasa lelah, tanganya kelu dan kepalanya mulai pening bermain dengan kata yang banyak.
Jingga kelaparan.
“Boleh kali ya? Gue pesen makanan ke anak- anak suruhbawa ke sini? Nggak ada orang ini” batin Jingga melihat ke sekeliling.
Jingga kemudian menelpon teman- temanya tapi ternyata teman- temanya sudah pulang. Mereka nge_date buat nonton bioskop.
Jingga pun hanya menelan ludahnya kesal, kenapa di saat teman- temanya happy- happy Jingga malah di ruang dosen sendirian disuruh mengerjakan pekerjaan yang bukan jatahnya.
“Telpon Bu Fitri aja kali!” batin Jingga berniat menelpon pengawal dari Babanya. Tapi tidak kunjung diangkat.
“Ah bodo ahh , gue mau ke kantin, gue laper!” batin Jingga tidak peduli Pak Rendi. Tapi baru saja Jingga mau berdiri Pak Rendi datang.
“Hah...ck!” Jingga hanya bisa menggerutu dan mengurungkan niatnya.
“Mau kemana kamu? Sudah selesai tugasmu?” tanya Pak Rendi.
“Ehm.. belum Pak, saya mau ijin ke kamar mandi!” jawab Jingga beralasan.
“Tuh kamar mandinya di situ!” jawab Pak Rendi menunjuk kamar mandi di dalam ruangan bukan keluar.
Jingga diam menatap ngeri melihat kamar mandi di dalam. Pikiran buruknya datang.
“He... nggak jadi Pak!” jawab Jingga menggaruk pipinya yang tidak gatal.
Jingga menatap pintu luar yang terbuka. Ingin sekali lari dan pergi dari situ. Sementara Pak Rendi memeriksa hasil koreksian Jingga.
“Masih ada dua kelas yang belum kamu koreksi!” ucap Pak Rendi enteng.
“Pak saya haus dan lapar, saya sudah koreksi banyak banget, 4 kelas lho Pak. Tidak ada kompensasi Pak, saya pulang sekarang ya Pak!” jawab Jingga dengan tatapan memelas.
Pak Rendi tidak menjawab dan hanya menatap Jingga dingin. Sebenarnya Jingga masuk kategori mahasiswa penurut, karena dia tidak kabur dan tetap melanjutkan pekerjaanya. Ada rasa iba di hati Pak Rendi, tapi entah kenapa, Pak Rendi tetap tidak mau memberi kompensasi.
“Kamu mau makan apa? Biar saya belikan!” ucap Pak Rendi sebagai ujud iba_nya.
“Hoh?” Jingga terbengong tidak percaya dosenya mau membelikan makanan untuknya, nggak salah?
Tapi hal itu justru membuat Jingga risih. Jingga diam tidak menjawab. Mood makan Jingga kan sesuai makanan yang dia lihat.
“Saya tidak menawarkan sesuatu untuk yang kedua kalinya. Selesaikan pekerjaanmu, jika kamu kabur kamu dianggap gagal mengerjakan tugas dan nilai kedisiplinanmu C” ancam Pak Rendi seenak jidat melihat Jingga diam. Jingga hanya menelan ludahnya.
“Iya saya selesaikan! Saya nggak jadi lapar Pak!” jawab Jingga kemudian duduk.
Pak Rendi diam kemudian pergi lagi. Jingga kemudian melanjutkan pekerjaanya. Dan setelah Jingga mengerjakan koreksian satu kelas Pak Rendi datang lagi.
“Makanlah!” tutur Pak Rendi memberikan sebungkus burger bermerek dari toko ternama.
Jingga menerimanya dengan tatapan heran. Meski diam ternyata dosenya sedikit perhatian.
“Ehm.. makasih Pak!” jawab Jingga.
Ternyata Pak Rendi juga membeli makanan yang sama. Lalu Pak Rendi duduk di kursinya, meski tanpa mengobrol mereka berdua makan bersama di ruang Pak Rendi itu.
Jingga makan sangat pelan dan hati-hati. Rasanya sangat tidak nyaman makan berdua dengan dosenya. Sementara Pak Rendi makan dengan santai dan lahap.
Setelah makanan habis, Pak Rendi memeriksa proposal penelitian dari mahasiswanya dan Jingga melanjutkan tugasnya.
“Ishh kenapa nggak pergi aja sih ini dosen” gerutu Jingga merasa kikuk berdua dengan dosenya.
Meskipun ada cctv, pintu dan jendela terbuka tetap saja Jingga risih. Sementara Pak Rendi sambil memeriksa proposal mahasiswanya sesekali mencuri pandang ke mahasiswa cantik di depanya itu. Entah apa yang ada di benak Pak Rendi.
Karena tidak nyaman, Jingga mempercepat pekerjanya. Menyalakan otaknya mode on agar cepat selesai dan pulang. Dan Jingga selesai.
“Ini Pak! Sudah selesai, saya boleh pulang kan?” ucap Jingga.
“Hmm ya!” jawab Pak Rendi tanpa menoleh.
“Makasih Pak, selamat siang” tutur Jingga pergi.
Pak Rendi masih tetap di posisi diamnya memeriksa beberapa proposal mahasiswanya. Jingga pun keluar ruangan. Dengan bernafas legaa.
“Haah...menyebalkan!” gerutu Jingga.
Tiba- tiba ponsel Jingga berdering.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 273 Episodes
Comments
Ummu Sakha Khalifatul Ulum
Itu ponsel Jingga berdering jangan2 pak Rendi telepon nyuruh Jingga balik lagi ke ruang annya 😂😂
Lanjut thor semangat 💪
2021-12-19
0
ILni Dien
pak dosen suka yaaa sama jingga 😁😁
2021-12-17
0
Dewi Purnomo
Dosennya perhatian juga ke Jingga....hehehe.
2021-12-17
0