Di sudut rumah besar keluarga Gunawijaya, di dalam ruang yang didekor sedemikian rupa sehingga terlihat seperti galeri hello kitty, Jingga duduk termenung.
Dipandanginya undangan dari temenya. Sahabat Jingga akan mengadakan party untuk ulang tahunya. Jingga diundang tapi dengan syarat, tanpa pengawal.
Jingga kemudian melempar undangan itu kesal. Lalu berbaring kembali ke tempat tidurnya. Padahal pagi itu Jingga sudah mandi dan berdandan rapi. Rasanya Jingga tak punya semangat, lesu bosan dan tak bertenaga.
Selain Bunanya tidak ada yang bisa mematahkan pendapat Babanya. Tapi bahkan Babanya selalu menempel Bunanya, entah kenapa begitu? Jingga sendiri heran. Baba dan Bunanya kan sudah tua, hidup bertahun-tahun, selain untuk bekerja Babanya tidak beranjak dari Bunanya.
"Huuft gimana caranya aku bisa dateng ke partinya Faya?" gumam Jingga berfikir.
Sekali saja Jingga ingin tau dunia luar. Jingga ingin bergaul seperti teman-temanya. Berdandan, berfoto ria dan menikmati musik.
Selama ini Babanya selalu melarang Jingga berfoto dengan selain anggota keluarganya. Apalagi bermain media sosial, entah apa alasanya menurut Jingga ayahnya sangat katrok.
Tapi heranya Baba Jingga tidak melarang Amer dan Ikun. Bahkan Si Amer dan Si Ikun begitu populer di Intagram. Mereka menjadi si kembar idola yang followernya banyak karena ketampanan dan kepintaranya.
“Thok...thok..." lamunan Jingga dibuyarkan suara ketukan pintu.
"Iya siapa?" tanya Jingga.
"Non Jingga, Tuan dan Nyonya sudah menunggu di bawah Non!” panggil Bu Ida asisten rumah tangga di rumah itu.
“Oh ya, Bu” jawab Jingga malas.
Dengan langkah berat dan malas, Jingga keluar dari kamarnya yang berada di lantai 3 rumah itu. Jingga keluar dan turun menggunakan lift.
Rutinitas pagi di keluarga itu adalah, di ruang tengah yang terhampar luas, ada satu tembok yang terpasang lcd. Sebelum melakukan aktivitas apapun, ayah Jingga menyempatkan video call bersama anak- anaknya. Tidak terkecuali dengan Nila yang sedang sekolah dan belajar di pesantren modern di Mesir.
****
Di ruang tengah
“Buna is my mine!” teriak Biru mendorong Hijau dari paha Bunanya
“No! Buna, punya Iyau” jawab Hijau tidak mau turun dari pangkuan Bunanya.
“Bunaa! Iyu pengen duduk di pangkuan Buna juga, suruh Iyu turun!” rengek Biru mau dipangku Bunanya juga.
Masih dengan menahan pusing di kepalanya dan mual di perutnya. Bunda Alya tersenyum ke kedua anaknya, lalu Buna memindahkan Hijau di salah satu pahanya dan menepuk paha yang satu nya.
“Biru kemarilah Nak. Biru dan Hijau semua anak Buna, nggak boleh rebutan atau bertengkar begitu. Buna tidaak suka, kemari, semua Buna pangku. Sini!”
Lalu Biru mendekat. Hijau duduk di paha kanan dan Biru di sebelah kiri.
“Nah begini kan bisa! Janji jangan bertengkar lagi ya!”
“Oke Buna!” jawab Biru
“Ya Buna!” jawab Hijau.
"Kalau bertengkar lagi, nggak ada yang boleh dekat-dekat Buna. Buna nggak mau punya anak nakal dan suka bertengkar" tutur Buna lagi.
"Jangan gitu Buna. Iyau anak baik kok"
"Iya Buna Iyu juga anak baik"
"Oke berjanjilah. Kalau mau jadi anak Buna kalian harus baik dan kompak nggak boleh bsrtengkar!"
"Siap Buna" jawab Hijau dan Biru bersama.
“Cium Buna dong!” ucap Buna memegang kedua pipinya.
Lalu dengan kompak ke dua anak kembar itu mencium pipi Bunanya dengan gemas. Ya itulah keramaian setiap hari di rumah besar itu.
Jingga kemudian turun dan menghampiri Buna dan adik- adiknya.
“Pagi Bun!” sapa Jingga lalu mencium tangan ibunya.
“Pagi Kakak!” jawab Buna. Sementara kedua adik kembarnya hanya diam.
"Sapa Kakak dong Nak" tutur Buna.
"Nggak mau Kak Jingga nakal suka marahin Biru dan Hijau" jawab Biru.
"Ya soalnya kalian nakal" jawab Jingga.
"Tuh kan Buna. Kak Jingga ngatain kita berdua nakal" adu Hijau tidak terima.
"Kan emang kalian nakal" ejek Jingga.
"Nggak! Kita anak Buna kita nggak nakal. Kita anak baik" bantah Hijau cemberut.
"Jingga, Hijau, Biru. Kenapa malah bertengkar sih?" lerai Buna.
"Bun Jingga mau minta tolong" ucap Jingga.
"Ya Sayang, katakan ada apa?" jawab Buna.
Belum Jingga mengutarakan niatnya. Baba Jingga yang tadi menerima telepon dari bawahanya di depan teras masuk. Jingga kemudian menelan salivanya tidak jadi bicara.
"Ramai amat anak-anak Baba?" tutur Baba Ardi. Lalu mendekat ke Jingga.
"Kuliah sampai jam berapa Kak?" tanya Baba Ke Jingga.
"Cuma ada dua mata kuliah Ba, dzuhur sudah pulang" jawab Jingga.
"Bagus pulang cepat ya!"
"Ya Ba"
"Hijau Biru, turun dari Buna kasian paha Buna pegal. Sini sama Baba!" tutur Baba Ardi.
Kalau Babanya sudah bertitah anaknya pun langsung nurut dan tidak ada yang berani membantah. Lalu mereka turun.
Dan Baba Ardi melakukan panggilan grup keluarga anak-anaknya. Lalu mereka bertatap muka melalui video. Saling bertanya kabar, Baba Ardi pun mengumumkan kehamilan Buna mereka.
"What? Baba? Buna are you oke? Apa Buna baik-baik saja? Buna kan soo old Ba?" ketiga anak Ardi berespon sama seperti Jingga ke kedua orang tuanya.
Kenapa Baba mereka tega membiarkan ibunya hamil lagi di usia yang memasuki kepala lima. Memang 4 kali lahiran, dua kali hamil kembar dan dua kali hamil tunggal ibu mereka melahirkan secara normal.
Tapi tidak memungkiri semenjak kehamilan ketiga fisik Buna Alya sangat lemah. Pada saat hamil Nila, Buna hampir setiap bulan masuk rumah sakit. Dan saat hamil Hiju_Biru 3 bulan pertama Buna mereka pucat pasi seperti mayat hidup.
Amer (Merah) dan Ikun (Kuning) langsung sangat khawatir terhadap ibunya. Bahkan mereka juga sama dengan Jingga marah ke Babanya.
"Buna baik-baik saja Nak. Kalian jangan khawatir" jawab Alya ke anak-anaknya.
"Baba jangan kerja terus. Buna lagi hamil jaga Buna Ba!" seru Ikun ke Babanya.
"Ya, Buna kalian sehat dan baik-baik saja tidak usah khawatir" jawab Baba Ardi.
"Baba selalu bilang begitu. Udah tahu Buna udah tua. Nggak KB. Pokoknya kalau Buna sakit, Nila marah sama Baba" ucap Nila yang sangat sayang Bunanya.
"Nila nggak boleh bilang begitu sama Baba, doakan Buna sehat yaa!" tutur Buna Alya.
"Iyau, Iyu. Nggak boleh nakal lhoo kalau Buna sakit!" sambung Amer.
Sementara Hijau dan Biru yang masih balita tidak peduli.
"Kak Jingga bantu Buna ya! Jagain Hijau dan Biru. Baba kan kerja terus. Maaf Nila belum libut" celetuk Nila menyindir Babanya.
"Iya Kak Jingga! Jaga Buna, kalau ada apa-apa sama Buna kabari Amer secepatnya! Amer pulang ke Indonesia akhir semester"
"Iya Kak Jingga. Pokoknya aku padamu Kak Jingga" ucap adik Jingga lagi.
"Hoh?" Jingga justru menelan ludahnya dan melongo lalu mengernyitkan matanya ke Babanya.
Kenapa adik-adiknya justru membebankan keadaan ibunya ke Jingga. Kan Babanya yang hamilin Bunanya.
"Sudah-sudah, kalian kenapa malah jadi ngeremehin Baba dan Buna. Udah Baba tutup teleponya" jawab Baba Ardi mengakhiri video bersama anak-nya itu.
Setelah selesai Babanya pun menyuruh mereka sarapan pagi.
"Dengar kan adik-adikmu Jingga. Selama Baba kerja bantu Buna jaga adik-adikmu, selesai kuliah langsung pulang!" tutur Baba Ardi lagi.
"Tapi Buna nggak apa-apa Ba. Biar Jingga kuliah dengan tenang" sahut Buna yang baik hati mencoba mengerti posisi Jingga.
"Adik-adik kan ada suster Ba?" jawab Jingga mau minta ijin main sama temanya.
"Kamu kan tau sendiri Biru dan Hijau nggak mau sama suster" jawab Babanya.
"Hemmm" Jingga cemberut semakin memedam niatnya buat ijin.
Lalu mereka ke meja makan. Belum sempat makan. Saat Jingga hendak mengambil makananan, tiba-tiba Buna Jingga langsung mual hebat dan berlari ke kamar mandi.
Biru dan Hijau yang belum tahu banyak hal hanya bingung. Babanya langsung menyusul membantu Bunanya. Dan Jingga hanya bisa menghela nafas dan menggigit bibirnya.
Setelah ini jika Babanya tiba-tiba ada meeting penting, bukan hanya Jingga harus menunda main. Tapi Jingga akan dipaksa bolos oleh Babanya. Jingga pasti disuruh jagain Buna dan adik-adiknya.
"I'am not baby sister Ba!" batin Jingga kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 273 Episodes
Comments
Susi Sidi
inikan cuman cerita fiksi aja.. dalam kenyataan keluarga konglomerat mah so pasti tiap anak punya baby sisters nya.. 😁😁
2023-03-03
0
MeiSudarmini Soegi
Babanya kelewat perkasa...
😇🤣😙😂
2022-06-29
0
MeiSudarmini Soegi
Ida, masih setia yaaa...
🥰
2022-05-13
0