HAPPY READING
Akhirnya keluarlah deretan kata dari bibir mungil itu menceritakan awal Dini jadian dengan Harry. Anto hanya menatap Dini dengan tatapan yang tidak bisa ditebak artinya. Marahkah? Kecewakah? Bingungkah?
Adzan maghrib bergema. Anto berdiri dan mengajak Dini salat. Dia biasa dirumah itu jadi biasa juga salat disana. Hanya mbak Yam karena baru datang dari kampung jadi tidak kenal lelaki ini.
“Wah koq Tante enggak tau ada kamu Nto,” tegur maminya Dini saat dia hendak berwudhu. Di rumah Dini memang ada ruang khusus salat dan ada tempat wudhu.
”Seperti biasa ya, kamu jadi imam,” lanjut maminya Dini.
Anto hanya senyum sambil mengangguk seraya mencium tangan maminya Dini. “Saya wudhu dulu,” katanya.
Sehabis salat Dini dan Anto kembali ke teras.
“Trus kamu gimana?” tanya Anto sendu. Tidak ada semangat dalam wajahnya.
“Maz tu bingung, koq kamu dijadikan komoditi yang gampang dioper kayak gitu. Kalian enggak punya otak atau enggak punya perasaan sih. Kalau emang Robby sayang ama kamu kan harusnya dia pertahanin kamu. Bukannya ngelepasin kamu dengan dasar perikemanusiaan. Lagian aneh aja tuh si Harry, kenapa dia enggak bilang langsung ke kamu,” sambungnya kesal.
“Harusnya saat itu kamu dan Robby bicara dengan Harry. Kalian bilang Robby menyerahkan pacarnya buat Harry, tapi kamu menolak menjadi pacar Harry. Jadi kamu enggak terlibat dengan dua lelaki tak punya otak itu,” Anto makin kesal mendengar cerita itu. Andai saat itu Dini diskusi dengannya, tentu dia akan mencarikan jalan terbaik. Bukan seperti sekarang.
“Aku mau kamu segerakan tuntaskan proyek enggak jelasmu itu. Habis itu kamu enggak balik ke Robby, tapi ke aku,” tegasnya.
Dini hanya diam terpaku memikirkan kata-kata yang Anto barusan katakan. ‘Apakah harapanku akan segera terwujud? Dia cinta pertamaku, saat ini memintaku menjadi kekasihnya.’
Bahagia, haru dan bingung berkecamuk dalam pikiran Dini. Barusan Anto memaksanya menjadi kekasihnya, enggak ada romantis-romantisnya, cuma bilang habis ini kamu ga balik ke Robby, tapi ke aku.
“Dah Maz mainkan aja gitarnya, mainkan lagu pambers ya, yang judulnya terlambat sudah” pinta Dini manja. Anto emang bisa main gitar, walau enggak jago, karena di bandnya dia pegang drum.
Terlambat sudah kau datang padaku
Setelah kudapatkan penggantimu
Kini hatiku tertutup untukmu
Cukup sudah penderitaanku
Potongan awal lagu yang Anto mainkan dilantunkan Dini pelan. Dia tatap lelaki yang serius menatap jemarinya sendiri walau sesekali mengangkat wajahnya untuk menatap Dini yang duduk tepat didepannya.
Kini kau datang lagi padaku
Setelah kau siksa diriku
Terlambat sudah, terlambat sudah
Semuanya t'lah berlalu...
Apakah benar semua telah terlambat untuk cinta mereka? Apa sesudah ini cinta mereka bisa terjalin sesuai harapan mereka?
“Kamu nyindir aku De?” tanya Anto sambil menatap lekat mata gadis pujaannya itu.
”Emang aku yang bilang? Itu kan emang syair lagunya. Bukan kataku,” kilah Dini. Dia tak merasa menyindir. Karena memang itu yang dia rasakan. Anto datang setelah memporak porandakan cintanya. Walau ada sedikit yang tidak tepat.
Dikata-kata ‘semuanya telah berlalu’. karena sampai saat ini cintanya pada Anto masih tetap ada dan akan selalu ada.
“Ngerasa ya? Makanya kalau suka tu bilang, jangan dipendam gitu. ketika ditikung orang aja kalang kabut,” goda Dini.
“Kamunya aja yang enggak peka. Kayak anak kecil aja, nunggu kata-kata verbal buat tau cintaku. Kan dari perilaku az sejak kita kenal, kamu sudah tau. Ama siapa pun teman perempuanku Maz enggak pernah se care seperti ke kamu kan?” omel Anto keqi. Aura wajahnya sudah tak setegang ketika dia bilang sayang tadi.
“Ha ha ha ha … ya enggak gitulah Maz. Perempuan tu enggak mau ge er. Takutnya kita ngerasa cowoq naksir kita, cowoq sayang ama kita, nyatanya cuma dianggap ade’ kan sakit banget!” kilah Dini tak mau kalah.
PRASETYANTO POV
Capeknyaaaaa …
Tugas praktikum elektro baru saja aku selesaikan. Lelah teramat sangat. Aku rindu cinta kecilku yang sudah lama tak aku temui. Aku sibuk dengan aktivitas sekolahku. Aku Prasetyanto Soekarso masih duduk di kelas empat STM Pembangunan Jakarta. Salah satu sekolah kejuruan terbaik di Jakarta yang menggunakan waktu 4 tahun pendidikan. Bukan seperti tingkat SLTA umum yang hanya butuh tiga tahun saja. Jadi saat teman-teman seangkatanku sudah mulai kuliah, aku masih di jenjang SLTA. Masih setia dengan seragam putih abu-abu.
Aku ambil sekolah kejuruan karena kupikir lebih praktis, bisa lebih mudah cari kerja di banding lulusan SMA. Tapi ada sejarah lain yang membuatku makin yakin untuk masuk STM, yaitu janjiku pada cinta kecilku.
FLASHBACK ON
Minggu pagi jam sepuluh aku sudah di rumah gadis manis yang sejak kenal dia dua tahun lalu, enggak bisa lepas dari ingatanku. Dia tidak satu sekolah denganku. Dia baru tinggal di dekat rumah, tapi sekolahnya masih di ujung Selatan Jakarta. Gadis ini judes, smart, suka musik dan termasuk team folk song di tingkat sekolahnya sejak kelas satu SMP atau kalau sekarang disebut kelas tujuh, padahal umumnya anggota teamnya minimal kelas dua.
Dia jago baca dan membuat puisi bahkan sering ikut lomba baca puisi mewakili sekolahnya, dia kolektor perangko. Semua yang ada padanya tak dimiliki oleh teman-teman perempuan dilingkunganku. Dia memang beda dengan anak-anak di lingkungan kami.
Tak salah bila sejak kepindahannya ke sini dia langsung jadi primadona. Jangan bayangkan dia putih dan kalem, karena dia hitam manis dan galak, to the poin bila bicara, enggak peduli orang kesinggung atau enggak dengan pilihan kata yang di gunakannya.
Tapi itulah uniknya dia. Saat teman-temannya hobby pergi ke pesta buat jojing ke disko, dia lebih milih baca novel detektif Agatha Cristie atau dia juga suka baca cerita silat Khoo Ping Ho dan novel berat seperti tulisan NH Dini atau Marga T yang buat ukuran anak ABG terlalu berat.
Dia juga hobby camping karena dia pecinta alam, semua hal kecil tentang lingkungan selalu jadi obyek yang menarik di pikirannya. Dia memang beda dan itu membuatku jatuh cinta sejak mengenalnya saat usia kami baru13 tahun!
Saat ini aku janjian untuk belajar bersama mengingat kami duduk di kelas tiga SMP dan akan menghadapi ujian akhir tahun. Usia kami sudah 15 tahun.
Sehabis belajar kelompok dan teman-teman lain sudah pulang, aku menanyakan Dini mau melanjutkan ke mana setelah lulus nanti.
“Aku mau ke STM Mas. Aku suka ama praktek electro, kan sekarang di sekolah juga aku ambil extra pelajaran itu,” jawabnya mantab. Memang tadi dia sempat memperlihatkan hasil karyanya membuat rangkaian bel hasil karyanya.
Dia aktiv di pramuka sepertiku, tapi dia juga ambil kegiatan PMR, drama, dan karate. Apa sih yang enggak ingin dia geluti? Kursus menari Jawanya sudah dia hentikan begitu dia ambil latihan karate.
‘What?’
‘STM?’
‘Disana kan mayoritas cowoq semua! Wah enggak bisa dibiarkan nih. Akan tambah banyak kompetitorku merebut hatinya nanti,’ begitu pikirku kala itu.
“Kamu di SMA aja ya De, aku aja yang di STM,” jawabku. Entah kenapa aku lancang memanggilnya de’ seperti panggilan sayang untuknya dari keluarganya.
“Kenapa?” tanyanya.
‘Apa harus kujelaskan kalau aku cemburu? Tapi kan ga mungkin. Lalu aku harus bilang apa?’
“Di STM kan mayoritas laki-laki De, apa aman kamu sepanjang hari disana, aku enggak ingin kamu nanti tambah tomboy. Sekarang aja kamu enggak kayak anak ceweq kok” jelasku. Kuharap dia mau terima alasanku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 196 Episodes
Comments
Age Nairie
aku mampir membawa like n love untukmu 🥰
2022-03-02
1
Follow ig : tinatina3627
sudahnlike and favorite
2022-02-27
1