"Vanya, apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu jahat sekali. " Dua orang guru menghampiri Prima, mereka melihat dengan jelas bahwa Vanya telah mendorong Prima.
"Dia mendorongku Buk. " Prima merengek kepada Bu Guru.
Bu Guru memeriksa tubuh Prima untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja. Ternyata pada waktu itu, tubuh Prima tidak tergores sedikit pun.
"Vanya, Prima ini sepupu kamu. Kenapa kamu mendorong Prima?" Bu Guru yang bernama Bu Ema bertanya kepada Vanya.
"Dia yang mendorongku duluan Buk, dia membuat makananku terbuang. " Vanya menunjuk Prima.
"Lihatlah makanan ini. " Vanya memperlihatkan makanannya yang kotor.
"Dia juga membeberkan kepada teman-teman lain bahwa aku mencuri HP Gamenya. Aku tidak mencuri sama sekali. Dia mengatakan aku pencuri dan anak pelakor. " Dengan mata berlinang Vanya menceritakan semuanya kepada Bu Ema. Hal itu di saksikan oleh beberapa Teman Vanya yang mendukung Prima.
Seorang Guru sebelah Buk Ema terlihat berbisik ke telinga Buk Ema. Dia merupakan Guru olahraga yang bernama Buk Yaya.
Setelah itu, Buk Yaya mulai menceramahi Vanya.
"Dia hanya mengatai kamu, tidak membuatmu terluka atau pun mati. " Bu Yaya dengan bodohnya berkata seperti itu karena dia lebih menyayangi Prima yang merupakan siswi juara di dalam kelas.
Dengan paksa Bu Yaya menarik tangan Vanya yang membiru.
"Ah, sakit Buk. " Vanya mengeluh kepada Bu Yaya.
"Jangan manja deh kamu, gini aja kok sakit. " Bu Yaya membesarkan bola matanya.
Dengan terpaksa Vanya hanya diam menahan sakitnya dan harus ikut bersama Bu Yaya ke dalam kantor.
....
"Sekarang jelaskan apa yang terjadi?" Bu Ema bertanya kepada Vanya terlebih dahulu.
"Prima mendorongku terlebih dahulu Buk. Dia mengatakan aku pencuri. " Vanya menjawab pertanyaan Bu Ema.
"Benarkah Prima? " Buk Ema bertanya kepada Prima.
"Aku tidak sengaja menyenggol Vanya, Buk. " Prima menjawab pertanyaan Buk Ema.
"Kau berbohong, kau sengaja menyenggolku sehingga aku terjatuh dan makananku juga ikut jatuh. Aku tidak punya uang untuk membeli makanan lagi. Gara-gara kau aku dimarahi oleh Ibuku sehingga tubuhku seperti ini. " Vanya memperlihatkan luka di tubuhnya termasuk tangannya yang membiru.
Bu Yaya yang melihat hal itu hanya terdiam tanpa berkata apapun.
Begitu juga dengan Bu Ema yang lumayan kaget melihat tubuh Vanya yang membiru dan banyak luka.
"Emang apa yang di lakukan Prima, Vanya? " Bu Ema bertanya kepada Vanya.
"Dia menuduhku mencuri HP Gamenya, sehingga Ibuku mempercayainya dan menghukumku seperti ini. " Vanya terlihat tegas mengatakan hal itu.
"Kamu kalau bicara yang sopan Vanya. " Bu Yaya mulai ikut campur.
"Kamu pantas mendapatkannya karena kamu anak durhaka, lihat saja gaya bicaramu. " Bu Yaya menyudutkan Vanya.
Saat itu Vanya hanya terdiam.
Lalu Bu Ema bertanya kepada Prima.
"Apakah benar yang dikatakan Vanya, Prima. ? "
"Mmm, tapi Vanya memang mencuri HP Gameku Buk. Aku melihat dengan mata kepalaku. Saat itu aku datang ke rumahnya mengantarkan sup buatan Nenek. Aku melihat dia sedang memainkan HP Gameku. Aku langsung merebut HP Game itu dan membawa sup yang aku bawa tadi pulang lagi. Dia benar-benar seorang pencuri. " Prima menatap Vanya dengan tatapan tidak suka.
"Sebelumnya dia pernah ingin meminjam HP Gameku kepadaku. Tapi Ibuku tidak mengizinkannya Buk, makanya aku tidak meminjamkan kepada dia. Aku yakin dia dendam kepadaku, sehingga dia mencuri HP Gameku. Vanya itu adalah seorang yang sangat pendendam. " Prima berusaha menyudutkan Vanya.
"Vanya, Prima sudah ada buktinya. Kamu memang mencuri HP Gamenya. " Bu Ema mulai menyimpulkan.
"Tapi aku benar-benar tidak mencurinya Buk, Vanya bersumpah. Vanya bukan seorang pencuri seperti yang dikatakan Prima." Vanya berusaha membela diri.
"Kalau kamu tidak mencuri, kenapa HP Games itu berada di tanganmu?" Bu Ema kembali bertanya kepada Vanya.
Saat itu Vanya hanya terdiam.
"Kenapa kamu diam? berarti kamu benar-benar mengambil HP Games Vanya?" Bu Ema sekarang mulai menyudutkan Vanya.
"Tidak Buk, aku menemukan HP itu di dalam laci Prima. Aku mengambil HP itu dan berniat mengembalikannya kepada Prima. Tapi aku penasaran dengan HP itu karena aku belum pernah mencoba HP Game itu. Ibuku tidak mau membelikanku HP Game itu. Jadi aku menggunakan kesempatan untuk mencoba HP yang berada di tanganku untuk sementara. " Vanya menundukkan kepala ke lantai.
"Itu tandanya kau memang pencuri Vanya. " Bu Yaya menyimpulkan.
"Kalau kau berniat mengembalikan HP itu, pasti kau kembalikan. Bukan mencobanya! " Bu Yaya menatap Vanya dengan tatapan tidak suka.
"Sudah jelek, bodoh, pencuri lagi. " Bu Yaya mengatai Vanya dengan suara pelan. Hal itu masih terdengar oleh Vanya dengan jelas.
Saat itu hati Vanya terasa hancur. Dia merasa seperti orang yang telah di injak-injak. Harga dirinya saat ini tidak ada lagi.
"Aku kira semua guru sangat baik, ternyata tidak semua guru yang mempunyai sifat baik. " Vanya berbicara di dalam hatinya.
"Vanya, sekarang kamu minta maaf kepada Prima. " Bu Ema menyuruh Vanya untuk meminta maaf kepada Prima.
"Tapi aku tidak melakukan kesalahan Buk. " Vanya tidak mau meminta maaf.
"Lakukan saja permintaan Ibuk, setelah itu keluarlah dan pulang lebih awal. " Bu Ema menyuruh Vanya untuk pulang lebih dulu.
Dengan terpaksa Vanya meminta maaf kepada Prima.
"Maafkan aku Prima. " Vanya meminta maaf dan menyulurkan tangannya.
"Iya. " Hanya perkataan itu yang keluar dari mulut Prima.
"Kamu boleh keluar Vanya. " Bu Ema menyuruh Vanya untuk keluar.
Vanya pun keluar dari tempat itu. Vanya sangat heran, kenapa ia di usir begitu saja sedangkan Prima masih berada di dalam. Vanya pun merasa penasaran dengan apa yang mereka bicarakan.
"Buk, Vanya itu memang pencuri. Di tambah Ibunya seorang pelakor. Ibunya merebut suami orang lain. Makanya hasilnya seperti Vanya. " Prima berusaha menjelek-jelekkan Vanya. Meskipun sebenarnya, dilubuk hati terdalam ada rasa kasihan terhadap Vanya.
"Benar Bu Ema. Saya juga mendengar hal itu. Makanya saya sangat membenci Vanya. " Bu Yaya bersekongkol dengan Prima. Dia sangat membela Prima, karena wajah Prima lebih cantik dari pada Vanya.
Sedangkan Vanya ini memiliki kulit yang hitam dan berbadan kurus seperti anak yang tidak terurus.
Saat itu Vanya mendengar semuanya. Vanya memperlihatkan wajahnya ke kantor dan menatap mereka yang sedang membicarakan dia.
Air mata Vanya mulai mengalir. Ia dengan wajah sedih menghapus air matanya.
"Yah, mereka semua sama saja. " Vanya berbicara di dalam hatinya.
Ketiga orang itu hanya terdiam melihat Vanya.
"Terima kasih hinaanya. " Vanya agak berteriak, lalu pergi dari kantor dan berlari ke kelas untuk mengambil tasnya.
Aku akan katakan ini semua kepada Ayah. Aku ingin pindah dari sekolah ini.
Vanya berlari pulang sambil menangis.
Vanya membuka pintu dan masuk ke dalam kamarnya. Saat itu saudaranya yang bernama Aldi ada di rumah dengan teman-temannya. Mereka semua telah cabut dari sekolah dan memilih menonton flm di rumah Aldi.
Vanya membanting pintu dengan keras.
"Apa yang di lakukan bocah itu? " Aldi pergi ke kamar Vanya.
Dia mencari gadis mungi itu, yang ternyata sedang duduk di tepi kasur.
Aldi mendekati Vanya dan dia langsung menampar Vanya. Membuat darah mengalir dari bibir Vanya.
Air mata Vanya semakin deras keluar.
"Sudah puas? "
Vanya masih terlihat santai meskipun air matanya terus saja mengalir.
"Sudah puas hah? " Vanya berteriak kepada Aldi.
Aldi kembali memukul Vanya sehingga membuat Vanya terjatuh. Dia juga menjambak rambut Vanya.
"Kau ingin mati ha? " Aldi bertanya sambil menarik rambut Vanya.
"Bunuh saja aku, aku berjanji akan mengatakan semuanya kepada Ayah. " Dengan suara lantang Vanya mengatakan hal itu kepada Aldi.
Aldi menatap wajah Vanya.
"Coba saja kalau kau berani. " Aldi mengancam Vanya.
"Aku tidak peduli lagi. aku sudah lelah dengan semua ini. " Vanya tidak peduli lagi dengan apa yang di ucapkan Aldi.
Aldi pun keluar dari kamar Vanya dan dia membanting pintu kamar Vanya dengan sangat keras.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments