My Name Is VANYA
"Aku tidak mencuri Ibu. "
"Aku sungguh tidak mencuri. " Vanya terus saja menangis saat di pukuli oleh Ibunya.
"Paak, paaak. "
Sarah yang merupakan Ibu Vanya terus saja memukuli anaknya.
Tangan besar itu memukuli bahu bagian bawah Vanya dengan sangat keras.
"Ibu.. ini sakit." Air mata Vanya tidak henti-hentinya keluar membasahi pipi Vanya.
"Vanya mohon, tolong hentikan Ibu." Vanya terus saja menangis saat dia dipukuli oleh Ibunya.
"Sakit?"
"Sakit kau bilang ha? "
"Hatiku lebih sakit dari pukulan ini. "
"Kau benar-benar menghancurkan hatiku. "
"Keberadaanmu menghancurkan hidupku. " Ibu Vanya yang bernama Sarah pergi ke kamarnya untuk mengambil sebuah sapu lidi.
"Paak, paak. "
Dia kembali memukuli Vanya menggunakan sapu lidi.
"Kenapa kau tidak mati saja ha? "
"Hidupmu merupakan sebuah aib bagiku."
Sarah masih tetap memukuli Vanya.
"Ibu," Vanya Berusaha melihat wajah ibunya yang begitu brutal.
"Ini sangat sakit. Ini sakit sekali Ibu."
Tapi sarah tetap saja memukuli Vanya.
"Aw. "
"Sakit Ibu. " Vanya terus saja menangis.
Tetapi Ibunya tidak menghiraukan tangisannya.
"Ayah" Vanya mulai memanggil ayahnya.
"Ayah. " Vanya sesedukkan memanggil ayahnya.
Gadis kecil itu terlihat tidak sanggup dengan siksaan yang diberikan oleh Ibunya.
"Vanya mohon, pulanglah Ayah."
" Vanya tidak sanggup lagi. " Vanya memanggil-manggil Ayahnya yang sedang berada di luar kota di dalam hatinya.
"Anya mohon Ayah, pulanglah. " Vanya kemudian dengan suara pelan memanggil Ayahnya, yang kemudian hal itu didengar oleh Ibunya.
"Ayahmu tidak akan pulang hari ini. Dia sedang sibuk dengan istri pertamanya. "
Sarah terus saja memukuli Vanya. Sejenak dia menghentikan siksaan itu.
"Apakah kau mencuri HP itu? " Sarah bertanya kepada Vanya.
"Tidak Ibu, Vanya tidak mencurinya. "
"Jika kau tidak mencurinya kenapa HP itu berada di tanganmu? Kenapa Prima menuduhmu mencuri?"
" Kau benar-benar pembohong seperti Ayahmu. " Sarah kembali memukuli Vanya.
"Paaak. "
"Ah, sakit Ibu." Vanya merintis kesakitan karena terus saja dipukuli oleh Ibunya.
"Jika kau terus saja tidak mengakuinya. Ibu akan menguncikanmu di dalam kamar mandi ini. Kau tidur saja di dalam kamar mandi ini bersama tikus. " Sarah menutup pintu kamar mandi itu dengan keras, lalu menguncinya.
"Ibu, tolong jangan di kunci. "
Vanya meminta ibunya agar jangan menguncikannya di dalam kamar mandi itu.
Vanya berusaha memohon kepada Ibunya, meskipun dirinya dihiraukan oleh ibunya.
"Biarkan Vanya keluar Ibu."
"Di sini sangat gelap. Vanya takut kegelapan. " Vanya mengeluh kepada Ibunya, sambil melihat ke sekelilingnya.
Vanya pun kemudian menggedor-gedor pintu itu.
"Ibu. "
"Tolonglah Ibu. "
"Tolong bukakan pintu ini Ibu. "
"Vanya mohon Ibu. "
"Vanya sangat takut."
"Percayalah. Vanya benar-benar tidak mencuri."
"Tolong percaya sama Vanya Ibu. " Vanya terus saja memohon kepada Ibunya agar di bukakan pintu kamar mandi itu.
Kemudian terdengarlah suara Ibunya dari luar.
"Ibu sudah pernah bilang kepada kamu. jangan pernah mencuri Vanya."
"Jangan sekali-sekali mengambil milik orang lain. Karna milik orang lain itu bukan milik kita. "
"Meskipun kita ini miskin, kita tidak boleh mengambil milik orang lain. Ibu sudah merasakan bagaimana rasanya."
"Kamu itu benar-benar membuat Ibu malu. " Vanya mendengar Ibunya yang sedang marah-marah dari luar.
"Tapi Vanya benar-benar tidak mencuri Ibu. "
"Vanya tidak mencurinya. " Vanya berusaha menjelaskan kepada Ibunya Bahwa dia tidak pernah mencuri.
"Jangan berisik lagi."
"Kamu Tidur saja di dalam kamar mandi itu. " Sarah menyuruh Vanya untuk tetap tidur di dalam kamar mandi itu.
Gadis kecil yang malang itu hanya bisa pasrah sembari mengeluh di dalam kamar mandi yang gelap itu.
"Kenapa Ibu menghukumku seperti ini?"
"Apakah dia begitu sangat membenciku? " Vanya berbicara pelan. Air matanya terus saja mengalir membasahi pipinya.
Tiba-tiba perut Vanya berbunyi.
"Kruuuk. "
Vanya pun memegang perutnya.
"Ah, Vanya lapar sekali. "
Gadis mungil yang malang itu merasakan perutnya yang menusuk-nusuk karena dia merasa sangat lapar.
"Kruuk, " Perut Vanya terus saja berbunyi.
Vanya pun memanggil Ibunya.
"Ibu. "
Tetapi tidak ada sautan dari luar.
"Ibu" Vanya kembali memanggil Ibunya. Namun tetap saja tidak ada sautan dari luar.
"Ibuuu, Vanya lapar sekali. Vanya hanya makan satu kali dalam hari ini"
Yah, karena gadis kecil itu cuman makan saat sarapan pagi saja sebelum pergi ke sekolah hari itu.
"Vanya belum makan siang dan belum makan malam Ibu. " Vanya kembali mengeluh kepada Ibunya.
Tiba-tiba terdengarlah suara ibunya yang sembari berteriak.
"Kau mati saja,"
"Kau tidak usah makan hari ini. " Bu Sarah berteriak begitu keras dari luar dan dia tidak akan membiarkan Vanya makan hari itu.
"Tapi Bu,"
"Vanya lapar sekali."
" Tolong biarkan Vanya untuk makan Bu." Vanya memohon kepada Ibunya agar di izinkan untuk makan. Dan berharap, ibunya membukakan pintu untuknya.
"Tolong bukakan pintu ini Ibu. " Vanya menggedor-gedor pintu kamar mandi itu.
"Ibuuu. " Tapi Ibunya tidak menyaut dari luar.
"Ibu. " Vanya terus saja memanggil Ibunya.
"Ibu, Vanya mohon. "
"Tolong bukakan pintu ini. " Vanya terus saja menangis.
Tiba-tiba pintu kamar mandi itu di bukakan oleh Ibunya. Dia datang dengan membawa sebuah sapu lidi.
Vanya sangat kaget pada waktu itu.
Ditambah lagi, dia melihat Ibunya membawa sebuah sapu lidi.
Diwajah itu sangat jelas, bahwa Ibu Vanya sedang menyimpan rasa benci yang mendalam kepada Vanya.
Sarah menatap Vanya dengan tatapan begitu benci.
"Apa kau bilang? " Sarah bertanya kepada Vanya.
"Aku lapar Bu. " Vanya menjawab dengan suara yang agak gemetar.
Gadis mungil yang polos itu terlihat begitu ketakutan melihat kedatangan Ibunya.
"Lapar?"
"hah, " dengan cepat Sarah memukul Vanya dengan sapu lidi.
"Paaak. " Hal itu di ulang oleh Sarah berkali-kali.
"Paaak.. "
"Paaak. "
"Ini sangat sakit Ibu. " Vanya menyentuh lengan dan kakinya yang telah di pukul oleh Sarah.
Lengan dan kaki itu terlihat memerah.
Sejenak Sarah pun berhenti.
Dia menatap gadis mungil itu tanpa ada rasa kasihan.
Vanya pun mengeluhkan rasa sakitnya, meskipun sang Ibu tidak memperdulikannya.
"Ini sangat sakit," Vanya meringis kesakitan.
Lalu Sang Ibu mengeluarkan suaranya sembari bertanya.
"Apa kau masih lapar? " Sarah bertanya kepada Vanya dengan membesarkan kedua bola matanya.
Vanya hanya diam ketakutan. Dia hanya menatap wajah ibunya sebentar dan kemudian menundukkan kepalanya.
"Bagus," Sarah menganggukkan kepalanya.
"Kau sudah mengerti rupanya. " Sarah pun tersenyum sinis.
Ia keluar dengan membanting pintu kamar mandi itu, lalu menguncinya kembali dari luar.
"Kenapa Ibu sangat membenciku? " Vanya berbicara pelan, air matanya terus saja mengalir membasahi pipinya.
"Kruuuk. " Perut Vanya kembali berbunyi.
Vanya memegang perutnya.
Tak lama kemudian suara perutnya kembali berbunyi.
"Kruuuuk. "
Kepala Vanya terasa sakit dan dia merasa seperti ingin muntah karena terlalu lapar.
Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri.
"Tapiii.... " Vanya pun menghapus air matanya.
"Ah Vanya, tolong jangan menangis lagi. " Vanya berusaha menghapus kembali air matanya yang terus mengalir membasahi pipinya.
Vanya pun melihat ke arah keran.
Dia berfikir untuk meminum air keran saja untuk mengobati rasa laparnya.
"Vanya minum air keran saja. Mungkin dengan meminum air keran Vanya bisa mengobati rasa lapar ini. " Vanya berusaha berdiri untuk mengambil air minum ke sebuah keran itu.
Dia mengambil gayung dan menampung air yang mengalir dari keran itu.
Dengan wajah sedih, Vanya meminum air itu dengan menggunakan gayung.
*Semoga hari ini cepat berlalu Tuhan, Vanya ingin segera keluar dari tempat ini.
Bersambung*...
Bagi teman-teman yang baru membaca novel ini, tolong berikan masukan dan idenya ya.
soalnya Author masih tahap belajar dalam menulis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments