Awal pendakian merupakan tahapan yang sangat berat bagiku. Ibu terlihat bersemangat berjalan di depanku karena Ibu sudah beberapa kali mendaki gunung.
Malam itu....
Jarum jam berputar perlahan-lahan menuju angka 18.30. Belum ada tanda-tanda Ibu akan berubah. Malah ibu semakin sinis terhadapku.
"Ngapain coba, guru kamu mengadakan liburan individu segala?" kata Ibu dengan wajah cemberut sambil membuat api unggun.
Aku hanya diam saja dan tidak mau membahasnya.
"Ya gak tau Bu, ini kan tugas sekolah, dan semua siswa harus mengikutinya," kataku pura-pura gak tahu maksud dan tujuan liburan.
"Buang-buang waktu..." kata Ibu dengan membantingkan setangkai kayu.
"Tapi Bu, Caca bagahgia bisa liburan sama Ibu!" Aku mulai meninggikam Suaraku.
"Berani ya kamu melawan Ibu?" Ibu mulai emosi.
"Caca gak melawan Bu, Caca hanua menjelaskan," kataku mulai menangis.
"Terserah kamu! Nangis aja bisanya," Ibu langsung pergi memasuki tenda.
Setelah Ibu pergi aku langsung menangis sekeras-kerasnya, aku tak tahu harus dengan cara apa lagi agar Ibu bisa mengerti.
****
Waktu sudah menunjukan pukul 09.00 malam. Malam itu udara dingin sekali sampai-sampai badanku menggigil dan aku pergi kekamar mandi untuk mengambil wudlu karena sudah Adzan Isya.
"A'udzubillaahiminassaitoonirrozim, Bismillahirrohmannirrohim, Alif... Lamm mim..." setelah menunaikan Shalat Isya
aku Muroza'ah, karena memang sudah rutinitasku setelah menunaikan Shalat muroza'ah agar bisa tetap menjaga hafalanku.
Setelah melaksanakan Shalat Isya dan muro'zaah, aku langsing mengganti pakaianku yang baru untuk pergi jalan-jalan menyusuri indahnya gunung.
Puncak Gunung ini sangat sepi. Hanya beberapa pengunjung yang datang. Aku duduk di kursi di bawah pohon besar sambim memandangi gelang cantik yang melingkar di tanganku. Jam tanganku ini adalah pemberian dari Yusuf sang pujaan hati.
Dar...
Suara Petir tandanya akan turun hujan.
kerecek...kerecek...kerecek...
beberapa menit kemudian turunlah hujan membasahi bumi ini.
Aku berlari kearah tempat berteduh karena di tempat ku Shalat jauh dari tenda.
Tiba-tiba di sampingku ada seorang pemuda menyodorkan payung.
"Ka... Ka Satria..." aku keget dan heran kenapa Satria bisa ada di sini.
"Iya, Ini aku," sambil tersenyum.
"Ka... Ka Satria kenapa bisa ada di sini?" kataku seperti biasa aku selalu gugup kalau berada di dekat Satria.
"Kan kamu sendiri yang bilang kamu liburan di puncak Gunung, makannya aku susulin kamu ke sini!" kata Satria dengan santainya.
"I....iya ta... tapi bagaimana dengan Sekolah Kakak?!" kataku penasaran.
" Begini Raisa. Sebenarnya aku di beri tugas oleh Pak Andri untuk membantu kamu dekat dengan Ibumu,"
"Oh," aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Malam itu hujan sangat lebat sekali sampai-sampai aku tidak bisa kembali lagi ke tenda. Satria bahagia karena malam itu bisa duduk berduaan di sampingku.
"Akhirnya aku bisa berduaan dengan Raisa," batin Satria.
"Nih, minum...!" Satria menyodorkan minuman.
"Terimakasih Kak,"
"Sudah Raisa jangan terlalu di pikirkan! aku yakin setelah pulang dari sini Ibu kamu sudah berubah,"
"Iya, Kak," kataku sambil menundukan kepala.
"Aku punya sesuatu untukmu," Satria membuka tas. Mengambil sesuatu dari dalamnya.
"Jaket ini sengaja aku beli sebelum aku berangkat ke sini. Saat itu aku pertama kali membelikan seauatu untukmu," Satria menyerahkan Jaket itu padaku dengan penuh senyuman.
Aku menerima jaket yang di berikan oleh Satria. Kerna Satria sudah bela-belain jauh-jauh ke sini untuk memberikannya padaku.
"Masya Allah"
"Asal kamu mau berjanji setelah ini kamu jangan menyerah memperjuangkan tujuanmu dekat dengan Ibumu,"
"Terimamasih banyak, kak?"
Satria mengangguk.
Suatu ketika hujan pun berhenti. Aku bersama Satria mengambil air ke bawah gunung dekat jurang, Satria berinisiatif mengambil airnya dengan menggunakan tambang yang di belit ke ember, jadi aku tidak perlu repot-repit mengambil air kebawah.
Setelah mengambil air aku berjalan-jalan sebentar menyusuri gunung dan berfoto sebentar dengan menggunakan kamer yang di bawa Satria.
Waktu sudah menunjujakan pukul 11.00 malam. aku harus kembali ke tenda karena aku takut Ibu mencariku.
Bagai petir yang menyambar. Rasa sakit itu kembali di rasakan. Karena setelah aku kembali ke tenda Ibu tidak sekalipun menanyakan dari mana aku semalaman ini. Aku semakin terisak tidak kuasa menahan air mata dan aku pun pergi jauh dari tenda.
"Kenapa tuh anak?" kata Ibu bertanya pada Satria.
"Tante tau kenapa guru menyuruh Raisa untuk liburan?" kata Satria.
"Iya... karna ini adalah tugas dari sekolah,"
"Tante salah, guru menyuruh Raisa liburan karena Raisa ingin dekat dengan Tante! Raisa tiap hari mencurahkan isi hatinya pada Guru, hanya untuk bisa dekat lagi dengan tante. Tan?! Raisa ingin sekali seperti Kakaknya Rangga selalu Tante perhatikan," kemudian Ibuku tersentuh hatinya dengan semua perkataan Satria.
"Tante Harus bertemu dengan Raisa," kemudian Ibu pergi mencariku dengan terisak tangis.
Aku duduk dibawah sebuah pohon besar. Tangisanku meledak. Histeris. Rasanya diriku telah kehilangan keseimbangan. Aku ingin pergi ketempat dimana aku bisa teriak bebas. Dan bilang...! Ya Allah aku ingin Ibuku mempeehatikanku seperti Ibu memperhatikan Kak Rangga. hati ini terlalu sakit Ya Allah, aku mohon Ya Allah dengarkan Do'a ku ini,"
Air mata ini terus mengalir terisak-isak sambil melihat jam tangan di tanganku menunjukan pukul 23.000.
"Raisa...!"
"Raisa...!"
"Raisa...!" Ibu ku memanggil-manggil namaku dengan wajah penuh penyesalan dengan berteriak.
"Raisa...!"Tak berhenti memanggilku.
"Kamu di mana, Nak...?, maafkan Ibu Raisa!"
Dengan percikan hujan akhirnya Ibu menemukanku. kemudian langsung memelukku dengan erat, aku sempat keheranan kenapa Ibu menangis?.
"Ibu kenapa nangis...? Bilang sama Caca siapa yang berani bikin Ibu seperti ini?!" kataku dengan paniknya.
" Maafkan Ibu Caca...!" sambil menangis terus memeluku.
"Mi... Minta maaf untuk apa, Bu?." aku kaget belum mengerti.
"Maafkan Ibu jika selama ini Ibu kurang memperhatikan kamu!" mendengar kalimat ini aku sangat bahagia dan rasanya aku ingin terbang ke awang-awang dengan sejuta kebahagiaan yang aku dapat malam ini.
"Iya Bu, terimakasih ibu mau berubah untuk aku. Aku akan berusaha lebih baik lagi untuk menjadi anak yang ibu banghakan,"
" Maafkan Ibu Caca, maafkan Ibu...! Hikz...hikz...hikz."
Malam itu aku, Ibu dan Satria langsung membuat acara syukuran dalam rangka kebahagiaan keluargaku dan rasa terimakasihku kepada satria karena dia sudah membantuku mempersatukanku dengan Ibu.
Aku dan Satria menyalakan api unggun untuk memperhangat suasana. Aku tak menyangka Ibu bisa berubah secepat itu berekat bantuan Satria.
"Makasih ya Kak," kataku.
"Makasih buat apa?" balas Satria pura-pura tak mengerti.
"Makasih, berkat bantuan Kakak aku bisa damai sama Ibuku,"
"Beres."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
akun nonaktifkan
5 like dulu ya😚🎶
Mampir karyaku sekalian like backnya🥺
Pasti aku selalu mampir karyamu loh!😆
2020-07-24
0
Nurul Afifah
aku penggemar karya kakak kaka sehat?
2020-07-05
0
Hana Me
hadir di sini
2020-06-26
0