Aku pernah mencurahkan segala sakit yang kurasa ini kepada Guruku ( Pak Andri ) sambil menahan air mataku, yah! Sudah seharusnya seorang Guru menjadi tempat keluh kesah muridnya, dan pada umumnya mereka akan mencoba mengerti, menenangkan dan memberikan solusi.
"Pak, apa kehadiranku di dunia ini adalah kesalahanku? Sehingga banyak orang yang menghinaku, beginilah ku kubur semua yang ada pada diriku," aku mencurahkan semuanya kepada Pak Andri.
"Kamu salah Raisa, kamu jangan hanya memikirkan yang menghinamu saja, tapi kamu harus melihat bahwa di luar sana masih banyak yang menyayangimu, yang memujimu bahkan memperhatikanmu," Pak Andri memberiku saran.
"Tapi Pak! Bukan hanya orang lain yang menyakitiku tetapi orang tua ku sendiri pun selalu menyakitiku bahkan aku tak pernah sekalipun Ibu ku memperhatikan aku, aku ingin dekat Pak sama keluarga ku seperti mereka dekat dengan Kakak ku," aku menjelaskan kepada Pak Andri sambil menangis terisak-isak.
"Oke, sekarang Bapak mengerti," Pak Andri berkata sambil berpikir sejenak dan tarik napas.
"Sepertinya kamu butuh liburan,"
" Li... li... liburan, Pak?" tanyaku dengan wajah kaget dan sedikit keheranan.
"Iya,"
"Ta... ta... tapi, Pak!" aku tarik napas sebentar.
"Apa hubungannya ceritaku dengan liburan?" sambungku dengan penasaran.
"Iya karena agar kamu bisa dekat dengan keluargamu lagi. Nanti Bapak akan telepon Ibu kamu untuk menemani kamu liburan maka dengan itulah kamu akan bisa dekat lagi dengan keluargamu,"
"Tapi Pak!" kataku memotong pembicaraan Pak Andri.
"Kenapa Raisa...?" sambung Pak Andri.
"Apakah Ibu Saya mau?" aku tak yakin dengan rencana Pak Andri.
" kamu serahkan saja kepada Bapak...!" sambil tersenyum.
Kring...kring...kring...
Suara telepon di rumahku berbunyi kemudian Ibu mengangkatnya.
"Halo..."
"Ia, halo..."
"Bisa bicara dengan Ibunya Raisa?!"
"Iya... saya sendiri?" ibu keheranan kenapa Pak Guru bisa menelepon Ibu, pikirannya karena aku ada masalah di sekolah.
"Begini Bu, kami selaku pihak sekolah mengadakan liburan Individu secara bergilir dan kebetulan minggu ini adalah gilirannya Raisa," kata Pak Andri memberi informasi liburan kepada ibu.
"Iya... terus apa yang harus saya lakukan, Pak?" kata Ibu.
"Tugas Ibu adalah menemani Raisa! Karena liburan ini adalah liburan Individual bersama keluarga dalam rangka agar murid-murid SMA Bandung bisa lebih dekat dengan keluarga..." kata Pak Andri terus membujuk Ibu.
"Baik, tapi saya tidak punya uang untuk menemani Raisa liburan,"
"Oh, tidak-tidak! Bu soal biaya itu sekolah yang tanggung, karena ini adalah perogram sekolah," kata Pak Andri menjelaskan kepada Ibu dan akhirnya Ibu pun terbujuk untuk mau menemaniku liburan.
Hatiku berubah menjadi bahagia dan rasanya ingin cepat-cepat pergi liburan dan menjadi keluarga yang selayaknya.
"Nah... Raisa mulai besok dan tiga hari ke depan kamu bisa pergi liburan!" kata Pak Andri dengan penuh kasih sayang.
"Terimakasih Pak, Bapak memang Guru terhebat yang pernah Raisa kenal."
Setelah berbicara dengan pak Andri, aku langsung kembali masuk kedalam kelas untuk melanjutkan belajar.
Setelah masuk ke kelas ternyata guru Bahasa Indonesia Izin karena ada urusan keluarga, jadi kelas kosong. Aku, Delia dan Astuti jadi asyik ngerumpi.
"Eh... Del, Tut?" kataku.
"Apa?" jawab Delia dan Astuti kompak.
"Curhat donk!" kataku.
"Ia Donk, hehehe..." balas Delia dan Astuti kompak.
"Ih, udah kayak acara Mamah dan Aa aja, hahahaha..."kata Delia sambil terbahak-bahak.
"Tadi aku mencurahkan hati aku ke Pak Andri," tarik napas sebentar.
"Terus! Terus!" kata Astuti penasaran dengan kelanjuyannya.
"Aku menceritakan semua isi hatiku pada Pak Andri," tarik napas lagi.
"Ya terus apa kelanjutannya, Ca?!" Delia dan Astuti di bikin penasaran.
"Setelah semuanya aku ceritakan, Pak Andri menyuruhku untuk LI - BU - RAN!, LIBURAN!" sambil berteriak.
"Hah! Liburan!" kata Delia dan Astuti kompak.
"Iya liburan! dan besok aku dan Ibu berangkatnya," balasku.
Tak lama kemudian bel berbunyi tanda istirahat.
"Del, Tut... aku duluan ya? Gak kuat mau ke kamar mandi." kataku buru-buru.
Ketika aku keluar dari kamar mandi, aku langsung mengambil wudhu untuk melaksanakan Shalat Dzuhur. Saat aku mengambil widhu, terdengarlah suara Adzan di angkasa membuat hati menjadi lebih tenang. Setelah aku mengambil wudhu aku langsung bergegas ke masjid.
Aku tak sengaja bertemu Satria, di masjid waktu mau Shalat Dzuhur, disaat aku melihat Satria, ternyata Satria sudah memperhatikanku dari tadi. Aku yang tak sengaja melihat Satria tentu saja malu dan membuatku salah tingkah, dan kepalaku sepontan mengarah ke pandangan lain.
Satria tersenyum melihat tingkah laku aku yang salah tingkah.
"Raisa... Raisa..." gumam Satria sambil geleng kepala dan tersenyum nakal.
"Duh, kenapa aku bisa nengok ke Satria Sih?" batinku sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal.
Setelah melaksanaman Shalat Dzuhur aku langsung pergi ke kantin untuk makan siang karena perut sudah lapar.
Sesampainya di kantin, Delia dan Astuti sudah menungguku di meja dan sudah memesankan makanan untukku, karena Delia dan Astuti udah tahu makanan kesukaanku.
Tak lama kemudian Satria datang menghampiriku dengan percaya diri.
"Raisa..." kata Satria menyapaku lalu duduk di kursi samping Delia.
"Iya, Kak," balas aku simple.
"Jutek amat..." ledek Satria.
"Ada apa ya kak?" tanyaku kesal.
"Ya mau ngobrol sama kamu lah...!" Sambung Satria.
"Udah Sat mending kamu pergi deh!" kata Delia menyuruh Satria pergi.
Siang itu bel pun berbunyi tandanya pulang. Aku pun terburu-buru karena ingin cepat pulang, aku pulang sambil lari-lari sampai terjatuh.
Brug...
Diriku terjatuh di tangga depan gerbang sekolahan dan buku-buku yang aku bawah pun berjatuhan.
"Sini, aku bantu!" suara laki-laki menghampiriku kemudian aku menoleh kepadanya.
"Eh, Kak Satria..."sambil tersenyum malu. Satria membantuku membereskan buku yang aku bawa dan membantuku berdiri.
"Buru-buru amat..." kata Satria.
"Iya, kak," jawabku sambil menunduk tidak berani menatapnya.
"hati-hati dong, gimana? Ada yang sakit?" tanya Satria perhatian.
"Enggak kak, permisi aku buru-buru! Assalamuallaikum," kataku buru-buru pergi.
"Waalaikumsalam." Satria menjawab salamku dengan penuh senyuman dan tidak berhenti melihatku sampai aku naik angkot.
"Kamu semakin cantik saja, Raisa." Gumamnya.
Setelah aku naik angkot Satria langsung menemui Delia karena dia penasaran kenapa aku buru-buru pergi. Di sebuah perpustakaan Delia sedang mencari buku, kemudian Satria menghampiri Delia.
"Del..." Satria Ngos-ngosan.
"Iya, Sat..." Delia kaget kenapa Satria menghampirinya.
"Itu si Raisa kenapa buru-buru pulang? Gak pulang sama kamu?" tanya Satria kepo.
"Aku belum tahu Sat, aku belum ketemu dia lagi,"
"Yasudah! Aku minta nomor Handphone nya aja..."
"Oke deh..."
Uhh dasar Delia. Kenapa dia memberikan nomorku ke Satria.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Papi Suho❤️💦
mampir juga ya ke ceritaku.
"Jiwa baru Zhuge Liying".
2020-07-29
0
melniss
wkwkwk Delia emng ya iseng banget anaknya.. wkwkw
2020-07-06
0
Nurul Afifah
gimana kabarnya?
2020-07-05
0