Bagian 4: Embrio

...

Tepat pada hari ini Rima akan menjalani pemindahan embrio ke rahimnya. Sudah sejak pagi tadi Evan menemaninya sebelum Rima melakukan pemindahan. Padahal ada Lusi, tetap saja Evan ingin dirinya ikut mengawasi Rima. Bahkan Erlang yang menggantikan pekerjaannya untuk hari ini. Dia tidak bisa tenang ketika melihat Rima memasuki ruangan khusus yang berisi Rima dan beberapa orang lainnya di ruangan itu.

Sesekali dia melirik jam yang lama sekali berlalu. Sesekali dia duduk dan melihat ponselnya yang memperlihatkan wajah istrinya itu. Foto terakhir mereka bersama.

Padahal pemindahan Embrio itu baru akan berlangsung.

"Rida dan Nenek doakan yang terbaik untukku..." ucap Rima dalam hati.

"Sus, tolong beri anastesi pada pasien dahulu. Pastikan pasien benar-benar tidak merasa kan sakit." pinta Lusi sembari memakai baju hijau khas ruang operasi agar lebih steril.

Dua perawat itu mengangguk dan bergegas melaksanakan perintah Dokter. Rima yang sudah sedia dengan hanya berlapiskan baju steril hanya bisa manut saja. Semuanya terjadi dengan tiba-tiba. Sedikit mengejutkannya.

"Maaf ya Bu. Kakinya ditekuk sedikit. Nah, ya begitu..."

Perawat itu meletakkan atas penyangga diantara kaki Rima. Hingga tereksposlah bagian inti dari dirinya itu. Rima merasa sangat malu. Wajahnya memerah. Tidak pernah dia seperti ini. Jadi dia malu sekali.

Lampu ruangan itu pun hanya terpusat pada dirinya. Membuat keadaan ruangan ini semakin menegangkan.

"Bagaimana Rima? Masih merasakan sakit?" tanya Lusi mendekat sembari mencubit kaki Rima.

Kini Lusi terlihat sangat berbeda. Kini dia benar-benar terlihat seorang Dokter dengan baju hijau, sarung tangan dan masker yang ia pakai.

"Tidak, Dok." jawab Rima pelan.

Lusi bisa melihat bahwa Rima sangat takut sekali. Kini dia harua mencari cara agar Rima sedikit teralihkan.

"Rima itu saya lihat sangat bagus sekali kulit wajahnya. Kamu sering perawatan dimana Rim?" tanya Lusi mengalihkan fokus Rima sementara.

"Saya gak perawatan, Dokter. Ibu saya dulu ajarin saya untuk merawat wajah dengan baik."

"Wah, saya bisa minta resepnya dong,"

"Tidak ada yang luar biasa, Dokter. Saya hanya rajin membersihkan wajah saja."

Perlahan tanpa Rima sadari Lusi sudah menjalankan treatmentnya. Entah apa nama alat-alatnya yang jelas perawat itu sudah siap sedia membantu Lusi. Alat itu berguna untuk membuka bagian inti Rima agar memudahkan sesuatu untuk masuk ke dalamnya.

Semua dilakukan dengan sangat hati-hati dan steril. Agar semua berjalan dengan lancar.

"Sus, tolong ambil tabung embrionya ya."

"Baik, Dok."

Perawat itu membawakan tabung embrio pada Lusi. Rima ikut melirik-lirik namun payah. Dia hanya memperhatikan layar usg yang sedikit mengarah padanya.

"Rileks ya Rima. Ini tidak akan sakit."

Rima hanya bisa menurut dan memang dia tidak merasakan sakit sejauh ini. Ternyata itu hanya sebuah tabung tipis. Namun, di dalam tabung itu terdapat dua embrio. Secara perlahan tabung tipis itu pun dimasukkan dan embrio diletakkan di dinding rahim.

Berkat hormon progesteron yang telah disuntikkan sebelumnya itu akan memudahkan embrio untuk menempel dan tumbuh dengan baik disana.

"Sudah selesai. Tidak sakit kan, Rima?" tanya Lusi.

"Sudah selesai, Dokter? Syukurlah. Rima kira masih akan lama."

"Iya. Tapi jangan banyak bergerak dulu ya."

Dokter Lusi pergi dari tempatnya. Lalu, dia membiarkan perawat-perawat itu menyelesaikan pekerjaannya. Mereka melepas peyangga kaki Rima dan masih menyangga bokongnya. Agar rahimnya lebih tinggi agar embrionya bisa beradapatasi dahulu.

"Semoga berhasil ya Rima. Saya akan tunggu kabar selanjutnya. 2 minggu lagi kamu kesini lagi. Nanti, kita akan cek kamu hamil atau tidak."

"Begitu--ya Dokter. Saya kirain saya sudah hamil sekarang."

"Belum, Rima. Meskipun embrio sudah dipindahkan itu bisa saja gagal. Maka dari itu kita lihat 2 minggu ke depan. Embrio ini berkembang atau tidak di rahim kamu. Saya sangat berharap ini berhasil."

Lusi menyemangati Rima agar membuatnya optimis. Rima menganggukkan kepalanya. Dia kira dia sudah hamil ternyata belum.

Tak berapa lama dari itu, Rima dibawa kembali ruang inapnya. Tentunya dengan pengawalan ketat. Mereka menyiapkan berbagai cara untuk menyembunyikan identitas Rima. Bahkan Euis yang bekerja di rumah sakit dimana Rima dirawat tidak mengetahui bahwa temannya itu berada disana.

"Rima, bagaimana? Sakit?" tanya Evan setibanya mereka di kamar inap Rima.

"Tidak, Pak."

"Syukurlah. Kamu jangan banyak gerak dulu ya Rima."

Evan segera menemui Lusi dan berbincang di luar sebentar. Sedang, Rima masih berbaring dengan posisi yang sama sebelumnya.

"Sus, saya disuntik lagi?" tanya Rima ketika seorang perawat mendatanginya dan menyiapkan suntikan baru.

"Iya, Bu."

"Suntiknya di mana, Dok?" tanya Rima penasaran.

Perawat itu menunjukkan sedikit dibawah pusat pusatnya. Lalu, Rima disuntik disana secepatnya. Kini, waktunya beristirahat.

...

Sudah 2 malam ini Rima berada di rumah sakit. Erlang dan Evan berjaga bergantian. Mereka masih dikawal ketat oleh beberapa pengawal yang berjaga di depan. Perawat juga bergantian menjaga dan melayani keperluan Rima jika ingin makan dan jika ada kebutuhan lain. Lusi juga terus memantau keadaan Rima.

Hari ini Rima akan segera pulang kembali ke apartemennya. Namun, hari ini Evan tidak menemaninya. Dikarenakan Evan mendadak harus pergi keluar kota. Jadi, Erlang menggantikan peran Evan hari ini. Benar-benar Rima diperlakukan sangat istimewa.

"Terima kasih, Pak. Saya bikin repot." ucap Rima berterima kasih saat dia diangkat Erlang menuju kursi roda.

"Tidak. Kamu tidak merepotkan." balas Erlang segera mendorong kursi roda Rima keluar dari kamar.

Begitu keluar, mereka dikawal oleh pengawal yang berjaga di depan. Mereka tidak membiarkan seorang pun melirik ke arah mereka. Bahkan ketika sampai di parkiran, Erlang mendorong kursi roda Rima masuk ke dalam mobil.

Erlang memakaikan seat belt Rima dan memerintahkan supir untuk menjalankan mobil. She is like a queen.

"Oh ya, saya lupa. Ponsel kamu disimpan oleh Pak Evan. Nanti, pasti beliau kembalikan padamu." gumam Erlang yang duduk di samping Rima.

"Iya, Pak. Saya bahkan gak keinget sama ponsel saya."

"Jangan panggil, Pak. Erlang saja. Umur kita tidak terlalu jauh."

Rima menangpi perkataan Erlang dengan diam saja. Mana mungkin dia memanggil Erlang dengan sebutan nama.

"Kamu ada makanan yang tidak disukai, Rima?" tanya Erlang sebagai catatan untuk Evan nantinya.

"Saya suka apa saja, Pak--"

"Erlang." potong Erlang

"Saya suka semuanya, Pak--Erlang. Saya tidak suka makanan yang setengah matang. Saya lidahnya kampung, Pak-- eh..."

Informasi yang penting. Erlang akan melaporkannya pada Evan nanti.

"Kamu sejauh ini masih baik-baik saja kan? Maksud saya kamu tidak merasa stress setelah pemindahan kemarin?"

"Sejauh ini masih baik-baik saja. Saya tidak ada keluhan."

Tak berlangsung lama kemudian mereka akhirnya sampai di basement apartemen dimana Rima tinggal. Pintu mobil langsung segera dibuka dan membantu Erlang untuk menurunkan kursi roda Rima.

"Mas Evan sudah kembali ya?" tanya Erlang melihat satu mobil yang ia kenal jelas terparkir tidak terlalu jauh dari mobilnya.

"Benar, Pak! Pak Evan baru saja sampai, Pak!"

"Baiklah."

Erlang mendorong kursi roda Rima memasuki lift. Lantai 5. Apartemen Rima berada disana. Segeralah mereka menuju kesana. Begitu keluar dari lift ternyata Erlang dan Rima sudah ditunggu oleh Evan.

Evan menunggu mereka disana.

"Pak..." sapa Rima pada Evan yang muncul.

"Apa kabar, Rima?" balas Evan mengambil alih kursi roda itu.

"Kabar baik, Pak."

Dia memberi kode pada Erlang untuk gantian. Kini, gilirannya yang menemani Rima. Evan menekan kode pengamanan apartemen Rima lalu dia mendorong kursi roda untuk masuk. Aroma wewangian langsung tercium begitu masuk. Membuat orang di dalamnya semakin nyaman.

"Kamu mau berbaring di kamar atau mau di ruang tengah?" tanya Evan.

"Di kamar saja, Pak."

Evan menurut dan membawa Rima ke kamar. Evan membantu Rima untuk berbaring di tempat tidurnya.

"Lusi mengatakan pada saya, kalau hasilnya keluar 2 minggu lagi. Menyatakan kamu positif hamil atau tidak. Saya harap ini berhasil. Saya sangat tidak sabar."

Evan mengambil tempat duduk di pinggir tempat tidur Rima. Di dalam pikirannya hanya terpikirkan akan sosok bayi yang nantinya akan lahir.

"Benar, Pak. Dokter Lusi juga mengatakan itu pada saya."

"Untuk 3 bulan pertama kamu tidak boleh banyak keluar dulu ya Rima. Di apartemen saja dulu. Kalau pun ingin pergi keluar, perginya dengan saya atau dengan Erlang saja. Mengerti?"

"Baik, Pak. Saya mengerti."

Evan mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Dia memberikan ponsel baru pada Rima. Ponsel baru?

"Ini ponsel kamu yang baru. Semua data yang lama sudah dipindahkan di ponsel yang ini. Saya juga sudah menyimpan nomor saya, Erlang dan Lusi. Jika ada yang darurat bisa hubungin saya atau mereka." ungkap Evan.

"Untuk saya, Pak?" tanya Rima yang tidak percaya bisa memakai ponsel yang mahal.

"Ya. Itu untuk kamu. Kamu tidak suka modelnya ya? Atau warnanya mau diganti?" cerocos Evan. "Tidak kok Pak. Maksud saya. Saya masih tidak percaya saya diberi ponsel yang mahal ini."

"Apartemen saya ada di depan Apartemen kamu. Jadi, saya akan sering mengecek keadaan kamu. Jika kamu butuh bantuan juga silahkan telefon saya. Nomor 1 yang ada di list kontak ponsel kamu itu adalah nomor saya. Kapan pun kamu butuh bantuan telefon saya ya?"

"Iya, Pak. Semoga saya bisa membalas apa yang Bapak beri dengan kehamilan saya nanti."

Evan menghela nafasnya dengan berat. Mengingat dia menaruh harapan besar pada Rima.

"Oh ya, saya sudah utus ART yang bekerja di rumah saya untuk memasak dan membantu kamu membereskan ini dan itu. Sebentar lagi beliau akan datang. Jadi kamu tidak perlu capek nantinya."

"Saya bisa melakukannya sendiri, Pak. Tidak perlu repot-repot."

"Kamu tidak boleh capek." tegas Evan.

Rima dan Evan diam beberapa menit sesaat. Perkataan Evan tidak bisa dipotong atau dibantah.

"Saya hanya terlalu khawatir akan semuanya. Saya harap kamu mengerti..."

Entah bagaimana itu terjadi, namun tangan Evan terulur mengelus puncak kepala Rima sebentar dan segera pergi.

Apakah ini nyata?

...

Hii! Maaf aku baru update sekarang. Kebetulan aku harus update cerita di tempat yang lain juga. Semoga kalian suka ya dengan ceritaku. kalau sua boleh tekan like dan commentnya yaaa 😊😊😊 terima kasih 😊😊 Puasanya yang semangat dan tetap di rumah jika memang tidak punya kepentingan untuk keluar rumah ☺☺☺

Terpopuler

Comments

mizuki

mizuki

semoga saja Rima gak hanya sekedar ibu pengganti ya....semoga mereka bisa menjadi keluarga yg utuh...

2023-05-20

1

Ingka

Ingka

Menarik ternyata..🤭 lanjut baca...

2023-03-12

0

Ismawati Br tanjung

Ismawati Br tanjung

bagian ke 5 mana

2020-05-18

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!