"Atau wanita penggoda?" cibir pria yang tidak punya perasaan.
"Aku bukan wanita yang seperti kamu tuduhkan brengsekk!" cecar Rona.
Pria itu tidak lagi menjawab perkataan wanita yang menghujatnya. Dia terus berjalan, dan ...
"Aw...!" pekik pria tersebut seraya memegangi kepala belakangnya. Dan darah segar bersimbah di atas telapak tangan.
"Kau, wanita kepar–" Belum selesai dia berbicara, tubuhnya lebih dulu terjerembab dan terlengar.
"Rasakan itu brengsekk!" umpat Rona yang telah menghantam kepala pria tersebut dengan vas bunga yang diambil dari atas nakas.
Tubuh Rona bergetar karena kejadian-kejadian naas yang telah dialaminya. Namun, dia harus kuat, dia harus pergi dari tempat laknat itu secepat mungkin. Dengan susah payah, dia menyeret kakinya karena rasa sakit yang teramat sangat pada daerah vitalnya. Dia melewati pria yang sedang terlentang tanpa menoleh.
Saat Rona melangkah, salah satu kakinya dicekal oleh tangan yang penuh darah tadi. Rona sangat panik, dia menyentakkan kakinya dan sebuah tendangan tanpa sengaja mendarat di wajah pria itu. Membuat dia kembali tidak sadarkan diri.
"Huh... laki-laki sialan, mati saja kau saat ini juga dan masuklah ke Neraka!"
Wanita yang rasa takutnya terpacu, bersegera mengenakan pakaian dengan membawa serta barang-barang miliknya. Secepat mungkin dia bergegas untuk pergi sejauh mungkin. Berharap tidak lagi bertemu dengan pria bajingan yang telah menodainya.
...***...
Tidak pernah dibayangkan sebelumnya, bahwa takdirnya akan sepahit ini. Haruskah ia mengutuk takdir yang telah tertulis untuknya? Dikhianati oleh cinta dan pacar pertama. Dan lebih tragis lagi di waktu yang bersamaan dia harus kehilangan harga diri dan kehormatan karena kebodohan.
Semuanya telah terjadi, nasi sudah menjadi bubur. Apa yang sudah terlewati, tidak akan mungkin kembali utuh seperti semula. Meski tangisan membasahi pipi, raungan memekikkan telinga, semuanya akan tetap sama. Karena itu berhati-hatilah melangkah. Sekali saja salah langkah, tidak akan pernah tahu kemalangan apa yang tengah menanti di depan mata.
"Akhirnya aku sampai juga di apartemen!" ucap Rona dengan perasaan lega.
Gadis itu langsung masuk ke apartemen miliknya dan mengunci pintu dengan rapat. Dia khawatir kalau pria itu akan mengejar dan mencarinya.
Sementara di bagian bumi yang lain, ada seorang pria yang mulai terbangun dan mengeluh karena rasa sakit dan nyeri di kepalanya. Dia berjalan sempoyongan mencari ponsel yang lupa diletakkan di mana.
"Sial! Aku lupa menyimpan ponselku di mana!"
"Ah... awas saja, aku tidak akan membiarkanmu lolos kucing liar!"
"Berani-beraninya kamu melukaiku!"
"Ke lubang semut pun akan aku cari!"
"Lihat saja, aku akan membuatmu berlutut dan memohon ampun!"
Pria itu terus memaki sembari mencari handphone yang ternyata tertutup kemeja putihnya.
"Nah ... ini dia ponselku!"
Edward
Di mana kamu?
Feliks
Di Rumah Sakitlah bos!
Edward
Cepat ke apartemenku!
Feliks
Sekarang bos?
Edward
Bukan, tahun depan!
Kalau kamu ingin mati hari ini juga!
Feliks langsung menutup telepon dan bersigera berangkat dan meninggalkan pekerjaannya dengan meja kerja yang berserakan kertas putih.
Setelah melewati waktu lima belas menit, Feliks telah sampai di apartemen atasannya.
"A– apa yang terjadi bos?" tanya Feliks yang melihat darah mengering di atas telapak tangan.
"Kucing liar itu, dia memukul kepalaku. Dan sekarang dia kabur!"
Mendengar penuturan pria yang tengah meringis, Feliks bukannya merasa kasihan malah mentertawakan. "Hahaha ... salah mangsa tuh Bos. Main embat saja sih!"
Mata Edward menyalang. Feliks menelan ludah. Melihat pria di hadapannya sudah menatap seperti itu, artinya nasibnya sudah di ujung tanduk.
"Kamu sudah bosan bekerja denganku, Feliks?" tegur Edward dengan penuh penekanan.
"Maaf Bos, saya sekarang diam," ucap Feliks sembar menggerakkan ibu jari dan telunjuk di depan bibir yang dilipat ke dalam.
"Saya ingin kamu mencari tahu tentang gadis itu. Di mana dia tinggal. Di mana dia bekerja. Siapa namanya. Semua mengenai dia!" titah Edward.
"Saya sudah mencari tahu soal dia Bos," jawab Feliks tegas.
Pria yang merasa penasaran dengan gadis yang telah dia tiduri, dia menarik bibirnya ke salah satu sudut dengan raut wajah yang menyala-nyala .
"Katakan siapa dia?" tanya Edward tidak sabar.
"Namanya dokter Rona. Dia tinggal di apartemen Sky Bridge. Dan dia ...!" Feliks sengaja memotong perkataannya karena ingin membuat pria di hadapannya, semakin penasaran.
"Dia apa hah? Bicara yang jelas!" bentak Edward.
"Dia bekerja di Rumah Sakit milik keluarga Bos."
"Benarkan itu?" tanya Edward bahagia.
"Benar Bos, kalau tidak percaya Bos bisa mengecek data dokter yang bekerja. Di sana Bos akan menemukan data wanita yang dicari!" papar Feliks.
Pria tersebut mengangguk-ngangguk. Perasaan senang dan ingin memberikan perhitungan bercampur menjadi satu. Yang pasti, rencana-rencana jahat mengisi ruang kepala yang semula membeku menjadi memanas.
"Kita akan segera bertemu kucing liarku!" gumam Edward yang masih terdengar oleh laki-laki di sampingnya.
"Uh... kucing liar, sebutan buat wanita itu ya Bos? Apa karena dia sangat liar di atas ranjang?" seloroh Feliks yang membuat Edward jengkel.
Senyum lebar yang semula tersungging, kini mengerucut kembali disertai muka yang sangat masam. "Kamu benar-benar membuat mood-ku hancur seketika Feliks!"
"Sabar Bos, jangan marah-marah terus. Keriput di wajah semakin bertambah!" goda Feliks sang Asisten.
Pria dingin tapi perfectionis, dia langsung panik dan kalang kabut. Dia memperhatikan wajah kharismatiknya dari pantulan cermin dan mencari kerutan-kerutan di wajah yang dimaksud oleh asistennya.
"Siapkan mobil! Antarkan saya ke Klinik Kecantikan!" titah Edward.
"Siap Bos!" jawab Feliks dengan badan tegap dan memberi hormat.
Ribet juga jadi Bos Edward, harus selalu memperhatikan penampilan. Menjaga kebugaran, merawat muka dan tubuh. Setiap minggu datang ke Klinik Kecantikan. Aduhai ... demi menggaet wanita-wanita muda untuk dijadikan selir.
"Kenapa masih diam di situ?" sentak Edward sontak membuat asistennya kelabakan.
"Ma– maaf Bos barusan saya lagi berpikir," kilah Feliks.
"Berpikir apa?" tanya Edward dengan suara baritonnya.
"Bagaimana kalau saya ikut perawatan wajah juga?" tanya Feliks tersenyum konyol.
"Boleh ... bayar sendiri!" jawab Edward yang melengos dari hadapan asistennya.
"Sial! Punya Bos selain arogan, pelit pula. Mengesalkan! umpatnya dalam hati.
"Jangan suka mengumpat atasanmu ini di dalam hati, saya bisa memdengarnya!" ujar Edward asal bicara.
"Ti– tidak Bos, siapa yang mengumpat? Mana berani saya!" timpal Feliks.
Edward memilih pakaian santai dari dalam wardrobe berwarna putih, sedangkan Feliks dia keluar dari apartemen untuk menyiapkan kendaraan yang diminta. Mereka berdua bersahabat dari sejak kecil. Orang tua Edward banyak membantu keluarga Feliks. Karena itulah hingga sekarang dia menjadi "pengawal" setia. Meski sering mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan.
Bersambung ...
.
.
...***...
...Jangan lupa untuk memberikan dukungan pada Novel kedua Author ya. Kritik dan saran juga sangat saya tunggu. Terimakasih....
...I Love You All...
...Salam,...
...Senja Merona...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 211 Episodes
Comments
Neng Aulia
ikut dong ke klinik kecantikan, babang Edward... wkwkwkwk
2022-11-13
0
titiek
🤣🤣🤣🤣🤣
2022-09-11
0
astri lestari
>8ou
2022-07-01
1