5. Tak Sesuai Harapan

KEESOKAN harinya, banyak siswa siswi bahkan guru olah raga memuji keahlian Ami mengurut. Tapi sebagai saingan Ami, Sesil malah mengejek Ami dengan sebutan dukun pijet. Ami memasuki kelasnya, disana sudah ada Randu yang sedang ditemani Sesil. Sesil menoleh kearah yang ditatap Randu. Dia langsung cemberut dan mata menyorot marah saat Ami menuju kursinya.

"Aku masuk kelas dulu ya, Ran. Jangan lupa bekalnya dimakan, biar kamu ga usah ke kantin. Kan masih sakit kakinya." pesan Sesil dengan nada genit lalu keluar dari kelas Randu.

Ami duduk dikursinya. Randu meletakkan sekotak bekal yang tadi diberi Sesil dimeja Ami. "Buat lo, sebagai ucapan terima kasih gue karena lo udah nyembuhin kaki gue yang terkilir." ucap Randu datar.

"Inikan buat lo dari si kuntilanak kan? Kenapa lo kasih ke gue?"

"Gue kan tadi bilang, sebagai tanda terima kasih gue."

"Tapi itu dapet dari orang buat lo. Ga modal banget. Jangan-jangan kalo gue kasih lo sesuatu, lo bakal kasiin ke orang lain juga." mata Ami memicing tidak suka.

"Jadi orang kalau mikir jangan negatif. Lo belum pernah coba kasih sesuatu ke gue."

"Udah kok."

"Apa? Gue ga pernah nerima apa pun dari lo."

"Gue ngasih perhatian ke lo, tapi lo cuek bebek aja." ucap Ami kesal dan menatap ke depan karena guru sudah datang.

Randu yang sudah membuka mulut akan bicara mengurungkan niatnya.

DI KANTIN. Seperti biasa, Trio Kiyut sudah duduk disalah satu bangku kantin.

"Napa lo, Mi? Muka lecek bener kaya baju ga disetrika." tanya Cici.

"Tadi pangeran kuda putih gue ngasih bekal ke gue.."

"Iiiihhh so sweet banget siiihh.." seperti biasa, Cici menyela cerita Ami.

"Tapi bekal itu dia dapet dari si kuntilanak!" lanjut Ami.

"What!?" Cici terkejut.

"Gimana ceritanya, Mi?" tanya Leni santai.

"Jadi tadi pagi pas masuk itu gue liat si kuntilanak ada di kelas gue, ngasih bekel ke pangeran kuda putih gue. Terus pas gue duduk dan si kuntilanak pergi karena udah bel, pangeran kuda putih gue ngasih bekel itu ke gue. Katanya sih sebagai ucapan terima kasih dia." Ami menjelaskan.

"Terus, kok lo makan ketoprak sih, Mi. Lega bener perut lo." komentar Cici.

"Ya gue ogah lah! Ngapain gue makan makanan dari si kuntilanak, entar gue keracunan lagi."

"Ooo iya iya iya. Bener, Mi. Jangan-jangan tuh bekel ada racunnya, kalo ga, mungkin ada peletnya, Mi. Entar yang ada lo malah ngejar-ngejar si kuntilanak lagi, Mi."

Ami dan Leni sempat melongo mendengar ucapan Cici, tapi sesaat kemudian, mereka manggut-manggut.

"Iya, Mi. Kalo racun ga mungkin, kan si kuntilanak demen banget ama pangeran kuda putih lo. Kayanya dikasih pelet, biar pangeran kuda putih lo ngejar-ngejar si kuntilanak." Leni setuju dengan Cici.

"iihh masa sih, jaman now masih maen pelet-peletan?" Ami mengerutkan keningnya.

"Yaaa siapa tau aja, Mi. Demi dapetin apa yang diinginkan." ucap Leni yang diangguki Cici.

***

AMI dan kawan-kawan sedang menunggu angkot di halte depan sekolah mereka. Angkot yang menuju arah rumah Leni dan Cici sudah datang, kedua sahabat Ami melambaikan tangan dan langsung masuk angkot. Rumah Leni dan Cici memang searah.

Dengan tertatih, Randu datang dan duduk di samping Ami. "Berapa lama gue bisa jalan normal?" tiba-tiba Randu bertanya.

"Biasanya sih 3 sampai 4 hari." jawab Ami.

Randu mengangguk.

"Lo ga naik sepeda?"

"Ga. Susah gowesnya."

"Iya juga ya." Ami mengangguk. "Angkot gue dateng, moga lekas sembuh ya. Baayy.."

Ada 2 atau 3 anak yang ikut masuk ke angkot itu. Randu menatap kepergian Ami.

***

HARI minggu ini Ami diajak ibunya ke pasar. Ibu Ami membuka toko kelontong di rumah. Belanjaan yang ditenteng Ami dan Ibunya sudah banyak, Ami juga sudah merasa capek dari pagi mondar-mandir di pasar.

Kriuuukkk...

Itu bukan suara ayam kriuk atau gorengan yang renyah ya. Itu suara perut Ami yang sedang demo minta diisi.

"Mak, masih lama ga?" tanya Ami sambil pegangi perutnya.

"Udah semua, Mi. Kita makan dulu yuk Mi, sebelum pulang." ajak Ibunya.

Ami langsung tersenyum cemerlang seperti iklan pasta gigi. "Cakeeep! Ini yang Ami seneng dari Emak. Emak tau yang Ami mau!"

Dengan semangat 45 Ami kembali menenteng belanjaannya dan mengikuti langkah Ibunya. Ami dan Ibunya memasuki warung makan yang terlihat ramai.

"Kata temen-temen Emak, makanan disini enak bener, Mi. Murah lagi, terus kata mereka pelayannya cakep benerr. Emak pengen liat pelayannya. Nyobain, yuk." Ami cuma mengikuti saja.

Ish, Emak. Udah tua, Mak. Inget Babeh.

Dia menaruh belanjaannya di kolong meja, begitu pun Ibunya. Seorang pelayan dengan kain lap dibahunya mendekati Ami dan Ibunya.

"Mau pesen apa, Bu, Mba?" tanya si pelayan ramah.

Ami menoleh dan terkejut bukan main, untung tidak sampai lompat dari tempat duduknya. "Randu!!?"

Si pelayan pun tidak kalah terkejutnya. "Ami!!" Tapi tanpa rasa canggung dan malu, si pelayan yang memang Randu, kembali menanyakan pesanan Ami dan Ibunya.

Ami memasang wajah kecewanya. Bagaimana bisa Randu ada disini? Jadi pelayan lagi! Omegaaaaattt pangeran kuda putih gueeeee!!

Setelah Ibu Ami menyebutkan pesanannya, Randu pun berlalu. "Kamu kenal Mi, sama dia?" tanya Ibunya.

"Dia temen sekelas Ami, Mak." jawab Ami lesu.

"Noh, temen sekelas kamu aja ga malu jadi pelayan warung. Padahal cakep bener, kinclong, mulus kaya mobil Perari." puji Ibu Ami yang membuat Ami semakin cemberut.

Kejadian tadi siang di pasar membuat Ami uring-uringan hingga membuat kedua orang tua Ami dan kakak laki-lakinya geleng kepala, tapi bukan lagi dugem. Ami tidak mau memberi tahu kedua sahabatnya, dia ingin bicara langsung, bukan ditelepon karen akan menguras pulsanya.

"Dasar abege labil." celetukan itu keluar dari mulut Arman, kakak Ami.

***

HARI senin. Seperti biasa seluruh siswa mengikuti upacara bendera, baru masuk kelas. Ami merasa kecewa setiap kali melihat Randu. Randu mengajaknya bicara pun dia diam saja dan kadang membuang muka. Randu tidak mengerti kenapa teman sebelahnya berubah drastis.

Jam istirahat, Trio Kiyut menghabiskan makannya dengan cepat karena sudah tidak sabar mendengar cerita Ami. Ami tidak mau bercerita di kantin, dia memilih taman belakang sekolah yang sepi pengunjung untuk mencurahkan segala isi hatinya.

Dengan semangat karena penasaran dengan cerita Ami, Cici dan Leni langsung menarik Ami ke taman belakang sekolah setelah menghabiskan makannya.

"Cepet cerita, gue udah kenyang nih jadi siap jiwa raga kalo misal cerita lo bikin gue kaget." todong Cici.

Wajah Ami masih cemberut. "Pangeran kuda putih gue berubah iteeem..." rengek Ami.

Leni dan Cici saling pandang, belum bisa mencerna maksud dari rengekan sahabatnya yang labil itu.

"Maksud lo?" tanya Leni.

"Kemaren kan gue bantuin Emak belanja ke pasar..."

"Cakeep, anak baek." sela Cici.

"Ci, diem! Ami belom tamat ceritanya. Gue lakban entar mulut lo!" ancam Leni yang membuat Cici spontan menekap mulutnya.

"Gue sama Emak kan capek dan laper dari pagi berpetualang di pasar, jadi kita laper. Emak nuju warung makan yang rame banget pembelinya, katanya makanannya enak, harga murah dan pelayannya cakep bener." Ami menjeda ceritanya.

"Pas gue sama Emak duduk, langsung tuh ada pelayan yang pedekate, nanyain kita mo pesen apa."

"Itu bukan pedekate, Bakmi! Emang tugas pelayan begono!" protes Cici dan kali ini Leni setuju.

"Terserah gue!" tukas Ami. "Dan kalian tau ga siapa pelayan itu?"

"Mana kita tau! Lo cerita belum ampe pinis!" ucap Cici.

"Dia pangeran kuda putih gueeeee...." Ami menendang-nendang kakinya ke tanah.

Tik tok tik tok tik tok...

Leni dan Cici saling pandang, bersaha mencari arti kata-kata Ami. Memang kadang mata bisa menjadi kamus yang tak tertulis.

"Maksud lo Randu!!?" tebak Leni dan Cici kompak.

"Pangeran kuda putih gue cuma dia, siapa lagi." celetuk Ami.

"Wait, wait, maksud lo, Randu jadi pelayan di warung makan. Gitu?" tanya Leni.

"Iyaaa!!"

"Haa!!" kejut Leni dan Cici.

"Masa sih, muka cakep, kulit kinclong kaya marmer, atlet basket sekolah, masa jadi pelayan warung makan.." gumam Cici. "Bener-bener pangeran kuda item, Mi."

"Gue ga rela pangeran kuda putih gue jadi pangeran kuda item!" Ami kembali merengek seperti anak kecil tidak dibelikan mainan.

"Ga ada salahnya juga sih, Mi. Yang penting kan kerjaan itu halal." ucap Leni. Diantara mereka bertiga, memang Leni lah yang cara berpikirnya terkadang logis.

"Jadi salah lah, Len. Saat gue pengennya cowok yang tajir melintir yang duitnya kagak abis dimakan 7 turunan 7 tikungan!"

"Iya, tapi bakal abis dimakan rayap kaya berita ditipi noh!!" tukas Leni kesal pada Ami.

"Jangan nyumpahin duit pangeran gue dimakan rayap dong!" protes Ami tidak terima.

"Ga usah marah kali, Mi. Lagian pangeran lo kan ga punya duit jadi ga bakal dimakan duitnya." ucap Cici.

"Iya siiiih." ucap Ami pelan lalu kembali merengek. " Kenapa sih Randu ga kaya Cristiano Ronaldo? Yang cakep, tinggi, atletis, pinter gocek bola, plus tajir melintir. Siapa coba yang ga meleleh sama laki sempurna kaya dia."

Leni dan Cici mengangguk.

Tanpa mereka ketahui, ada seseorang yang mendengarkan pembicaraan mereka. Dia laku pergi dengan wajah dan tatapan yang sulit diartikan.

**Siapa yaaa yang nguping curhatan Ami?

Sesil apa Randu?

Pantengin terus yaa kisah si labil Ami

Cirebon, 26 Januari 2022**

Terpopuler

Comments

Ana Johana

Ana Johana

🤣🤣🤣🤣

2022-05-02

1

Ana Johana

Ana Johana

🤣🤣🤣🤣 mobil Ferarri

2022-05-02

1

Ana Johana

Ana Johana

🤣🤣🤣🤣🤣

2022-05-02

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!