Irzan Nugraha

Happy reading.

Keesokannya, Aira terbangun dengan wajah yang sangat pucat dan mata sembab. Aira tidak sadar kemarin dirinya ketiduran setelah menangis hebat. Bibirnya tersenyum miris, ternyata Ilham melupakan kehadirannya.

Beruntung Aira tidak diusir oleh pihak rumah sakit karena telah sembarangan tidur di sini. Mungkin mereka memakluminya karena dia telah mendonorkan darahnya? Entahlah.

Aira benar-benar tidak menyangka dengan hal ini. Padahal baru saja kemarin malam dirinya dengan Ilham saling memadu kasih, melepaskan segala kerinduran.

Aira turun dari kasur rumah sakit dan melangkahkan kakinya menuju keluar ruangan. Aira tidak tahu dimana sekarang keberadaan suaminya. Apakah mungkin suaminya masih menemani wanita itu? Batin Aira tidak terima.

Aira pergi menuju ruang IGD berharap bisa bertemu dengan suaminya. Namun, Aira tidak melihat keberadaan suaminya di sana. Aira berjalan menuju meja resepsionis untuk menanyakan ruangan wanita itu.

“Permisi Mbak, saya mau tanya kalo pasien atas nama Arabella di ruangan mana ya?” tanya Aira sambil mengerutkan dahinya.

“Sebentar Bu, saya cek terlebih dulu.” Sahut perempuan tersebut.

Setelah menemukan data pasien itu, perempuan itu pun langsung bersuara, “Pasien atas nama Arabella sudah kami pindahkan ke ruangan VIP kelas dua Bu.” Jawab perempuan itu.

Ruangan VIP? Ternyata begitu istimewanya dia di matamu Mas. Ucap Aira dalam hati.

“Oh begitu, baik terima kasih Mbak.” Aira menganggukkan kepalanya seraya tersenyum ramah.

“Sama-sama.” balasnya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Langkah Aira perlahan menuju ruangan yang disebutkan oleh perempuan tadi. Aira menghela nafasnya yang terasa berat. Aira hanya berharap kejadian yang menimpanya kemarin itu hanyalah sebuah mimpi buruk.

Aira menghentikan langkahnya saat sudah sampai di depan ruangan VIP kelas dua. Terlihat dari cela-cela kaca, di dalam sana sudah ada Ilham-suaminya beserta kedua mertuanya. Jangan lupakan anak kecil yang berada dalam pangkuan Ilham.

Tok tok tok!

Aira mengetuk pintu tersebut dengan pelan. Mereka semua yang ada disana langsung beralih menatap dirinya dengan pandangan bebeda-beda. Aira menahan nafas tatkala matanya bertatapan dengan mata milik Ilham.

“Masuk ra.” Titah Mama Lina setelah membukakan pintu menyuruh Aira masuk.

Aira memasuki ruangan itu sambil mengekori Mama Lina. Jujur saja, Aira masih sakit hati dengan ucapan yang terlontar dari Mama Lina kemarin. Namun Aira sudah memaafkan mertuanya itu, mungkin Mama Lina sudah bosan menagih cucu kepadanya sampai berkata yang membuatnya sakit hati.

Aira mendudukan tubuhnya di sofa tepat di samping Mama Lina. Sedangkan Ilham duduk di kursi dekat kasur yang ditempati Arabella sambil memangku anak laki-laki.

Aira hanya diam tidak mengeluarkan sepatah katapun. Kepalanya menunduk berusaha menghindar dari tatapan mata Ilham. Mama Lina yang melihat Aira pun sontak mengusap pelan bahu Aira.

“Aira, maafin ucapan Mama kemarin ya.” Ucap Mama Lina yang beralih mengusap rambut panjang Aira.

Mama Lina menyadari kesalahannya. Sungguh dirinya saat itu dikelilingi rasa iri terhadap persoalan 'cucu'. Teman-temannya sering kali menanyakan hal itu.

Bagaimanapun juga, Aira adalah menantu kesayangannya. Aira sangat berbakti kepada dirinya serta suaminya. Aira tidak pernah sekali pun membantah ucapannya.

Aira tidak membalas ucapan Mama Lina. Dia hanya menganggukkan kepalanya.

“Kamu sudah makan nak? Wajah kamu pucat.” Tanya Papa Satria sambil meneliti wajah Aira yang pucat pasi. Aira menggelengkan kepalanya merespon pertanyaan mertuanya.

“Ya ampun! Ilham kamu ajak Aira ke kantin gih. Biar Irzan sama Mama.” Pekik Mama Lina menatap Aira dengan tatapan khawatirnya.

Ilham memberikan tubuh kecil Irzan ke pangkuan Ibunya. Lalu matanya menatap Aira yang masih asik menundukkan kepalanya.

“Ayo ra.” Ajak Ilham kepada Aira

Aira berdiri dari duduknya dan berjalan di belakang mengikuti langkah Ilham menuju kantin rumah sakit. Ilham membawa Aira menuju tempat penjual bubur ayam. Mereka duduk berdampingan sambil menunggu penjual tersebut.

“Mas, Mbak, mau pesan buburnya berapa porsi?” tanya Penjual bubur ayam itu.

“Dua porsi Pak, campur ya pak.” Jawab Ilham.

“Siap Mas, dua porsi campur ya.” Sahut penjual itu.

“Pak, punya saya jangan pakai kecap.” Celetuk Aira saat penjual itu hendak pergi untuk membuatkan pesanannya.

“Siap Mbak.” Sahutnya.

Ilham terdiam sambil menatap Aira yang sedang menghidari tatapannya. Tangan kekar Ilham meraih tangan Aira dan menggenggamnya dengan erat. Aira yang merasakan tangannya digenggam oleh lelaki itu langsung menarik kembali tangannya dan menyembunyikannya di bawah meja.

“Ra,” lirih Ilham saat tangannya tidak mau digenggam olehnya.

“Nggak enak Mas dilihatin orang.” Alibi Aira mencari alasan yang tepat.

Ilham menatap Aira dengan sendu. Ilham benar-benar melanggar ucapannya. Ilham ingat jika dirinya telah berjanji tidak akan membuat Aira menangis bahkan mendiaminya. Namun kini? Ucapan Ilham hanya omong kosong semata.

“Silahkan Mas, Mbak dinikmati sarapan paginya.” Ujar penjual itu sambil menyimpan dua porsi bubur di atas meja.

“Terima kasih Pak.” Ucap Ilham. Penjual itu hanya mengangguk dan kembali pergi tatkala ada yang memesan buburnya lagi.

Aira memakan bubur ayam itu dengan lahap. Aira tidak perduli lagi jika dirinya makan tanpa memerhatikan sekitar, terlebih di depan suaminya sendiri. Yang Aira pentingkan saat ini hanya perut kosongnya yang sedari tadi minta asupan.

Ilham menatap Aira yang makan dengan lahap itu dengan tatapan geli. Sudut bibirnya terangkat. Hatinya menghangat hanya karena melihat Aira.

Ilham akui jika dirinya sudah keterlaluan saat kemarin. Ilham menunggu waktu yang pas untuk meminta maaf kepada Aira.

Setelah selesai membayar uang bubur, Aira dan Ilham kembali ke dalam ruangan VIP kelas dua tersebut.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Ilham membuka pintu ruangan itu dan langsung menatap seorang wanita yang masih tertidur pulas di atas kasur rumah sakit. Aira yang melihat tatapan mata Ilham tertuju kepada Arabella hanya mampu menampilkan raut datarnya.

“Kalian sudah selesai sarapannya?” tanya Mama Lina.

“Sudah Ma,” sahut Ilham.

“Oh iya, tadi dokter datang untuk memeriksa Bella. Katanya Bella harus istirahat jangan kecapean. Dokter sih nyaraninnya harus bedrest dulu.” Celetuk Mama Lina.

Ilham mengangguk menyimak apa yang diucapkan Ibunya.

“Gimana kalo Irzan Mama titipkan dulu sama Aira?” tanya Mama Lina yang membuat Aira terkejut.

“Aku?” tanya Aira sambil menunjuk dirinya.

“Iya, Aira mau kan?” Mama Lina menatap Aira dengan tatapan memohonnya.

“Terserah Mama aja.” Sahut Aira pelan.

“Irzan nanti bobonya sama Mama Aira dulu ya?” tanya Mama Lina sambil mengajak anak kecil itu berbicara.

“Mama Ila?” kepala bocah itu mendongak menatap sang nenek dengan pandangan bingung.

“Iya Mama Aira. Irzan mau kan? Mama Aira baik loh nanti Irzan dibacakan dongeng sama Mama Aira.” Bujuk Mama Lina berharap bocah kecil itu mau menurutinya.

Irzan Nugraha, bocah tampan yang baru berusia dua setengah tahun. Irzan memiliki paras yang tampan dan menggemaskan. Tak jarang orang-orang yang melihatnya akan terpana dengan wajahnya.

Irzan terdiam sambil menatap satu perempuan dewasa yang asing di matanya. Bocah dua tahun itu kembali menatap sang nenek lalu menganggukkan kepalanya pertanda setuju.

Mama Lina bersorak senang saat jawaban sang cucu menyetujuinya. Ilham menatap Aira yang sedang menatap lekat putranya. Ilham sangat berharap jika Aira mau memaafkan dirinya dan mau menerima kehadiran putranya.

“Nanti Irzan disana jangan nakal ya?” pinta Mama Lina kepada bocah kecil itu.

“Ia Zan ndak akal.” Sahutnya dengan suara yang menggemaskan.

Aira menatap lekat anak kecil itu. Benar-benar duplikat Ilham sekali. Matanya, hidungnya, bibirnya bahkan senyumnya sangat mirip sekali dengan senyuman Ilham. Hati Aira berdenyut melihat anak kecil itu yang sedang menebarkan celotehan riangnya kepada sang nenek.

Aira menghayal dalam benaknya. Apakah jika dirinya dan Ilham mempunyai anak akan setampan Irzan? Aira mengenyahkan pikiran itu. Bahkan untuk berharap pun rasanya Aira tak mampu.

“Zan au bobo cma Mama Ila.” Celoteh Irzan yang mampu membuat suasana dalam ruangan itu menghangat.

Mereka melupakan seseorang yang sedang melamun dalam keterdiamannya. Wanita itu terus-menerus menatap anak kecil yang sedang tertawa riang dengan tatapan sayunya. Aira meremas kedua tangannya berusaha menahan gejolak panas di dalam hatinya.

Sakit. Rasanya sangat sesak.

Bisakah dirinya menerima anak suaminya dari wanita lain? Monolog Aira dalam hati.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Jangan lupa komen+like+hadiah ya 😘 tambahkan juga novel ini ke favorit kalian 😘😘

Terpopuler

Comments

Whatea Sala

Whatea Sala

Waduuuuh...aku bacanya udah gak nyaman,diluar perkiraanku..setelah yang terjadi terhadap aira,yang sudah melihat suaminya selingkuh terus dipaksa ambil darahnya,belum kata kata dari mertua dan terakhir suami sudah punya anak dari perempuan lain terus di suruh ngurus lagi,mm...gini amat sih thor..☹😏

2023-06-17

0

Zuraida Zuraida

Zuraida Zuraida

ara itu beneran baik ape bego. bukan pergi saja, bikin gemes

2023-01-14

0

sri wahyuni

sri wahyuni

kenapa hatiku yg terasa teriris2 ya...😭😭

2022-10-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!