Happy reading.
Pukul sebelas siang, Ilham dan Aira beserta Irzan pergi untuk pulang menuju rumah. Sementara di ruangan wanita itu ditemani oleh Mama Lina dan Papa Satria. Ilham membukakan pintu mobil belakang dan mendudukkan putranya di kursi penumpang yang sudah dilengkapi dengan kursi khas untuk batita.
Saat tangan Ilham akan membukakan pintu mobil untuk Aira, Aira lebih dulu membukanya dan langsung memasuki mobil tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ilham mengamati tangannya yang mengambang di udara dengan pandangan yang sulit diartikan.
Lelaki itu menghela nafasnya panjang lalu berlari kecil memutari mobil, dan langsung memasuki mobil itu duduk di kursi kemudi. Perlahan mobil yang dikendarai Ilham meninggalkan area parkiran rumah sakit dengan kelajuan sedang.
Jarak antara rumahnya dengan rumah sakit ini memakan waktu hampir empat puluh lima menit. Ilham melirik sekilas ke arah Aira yang sedari tadi memalingkan wajahnya menatap kaca. Ilham kembali menghembuskan nafasnya saat menyadari jika Aira tengah menghindarinya.
“Ekhemm.” Ilham berdeham pelan memecahkan keheningan yang terjadi di dalam mobil itu.
Aira tidak menoleh sedikit pun saat mendengar suara dehaman itu. Hal itu membuat Ilham sedikit geram dengan tingkah Aira. Ilham menghentikan mobilnya di tepi jalan secara mendadak sampai membuat Aira berjingkat kaget.
“Mas!” pekik Aira tersentak kaget karena Ilham yang menghentikan mobilnya secara mendadak.
Ilham menatap Aira dengan lekat, “Kenapa kamu terus menghindar ra?” lirih Ilham berucap sendu.
“Huwaaa!” belum sempat Aira membalas ucapan Ilham, terdengar suara tangisan dari kursi belakang.
Ilham panik bukan main melihat putranya menangis seperti itu. Dengan segera Ilham mencondongkan tubuhnya, mengambil tubuh kecil sang putra ke dalam dekapannya.
“Cup, cup, cup, Irzan jangan nangis ya?” bujuk Ilham seraya menepuk-nepuk pelan pantat Irzan.
Bukannya berhenti menangis, tangisan Irzan semakin nyaring dan histeris. Sementara itu, Aira hanya terdiam di tempatnya tanpa membantu Ilham sedikitpun untuk menghentikan tangisan batita itu.
“Irzan berhenti nangis ya,” pinta Ilham lagi saat sang putra mengabaikan permintaannya.
Ilham mengalihkan pandangannya menatap Aira yang hanya diam saja. “Sayang, bantuin Mas dong,” Ilham berujar sambil menatap penuh harap kepada Aira.
Aira terdiam sejenak tidak mengidahkan ucapan suaminya. Tak lama kemudian dia berucap, “Bantu apa?” tanya Aira pelan.
“Kamu gendong dulu Irzan ya, Mas kan harus nyetir.” Ucap Ilham yang masih menepuk-nepuk pantat Irzan.
“Kenapa nggak sama Mas aja. Mas kan ayahnya.” Ketus Aira sambil memalingkan wajahnya.
“Kamu juga Ibunya Ra, sekali aja bantuin Mas. Mau ya?” Ilham menatap sayu kepada Aira.
Tangisan Irzan semakin lama semakin keras. Bahu kecilnya naik turun pertanda dia sedang menangis. Sesekali Irzan menarik ingusnya di tengah tangisannya. Anak kecil itu menangis sesegukan.
Aira yang melihatnya pun kasihan. Aira memang belum sepenuhnya menerima kehadiran anak itu, akan tetapi anak itu adalah putra kandung suaminya, otomatis anaknya juga.
Aira menghela nafasnya gusar, “Sini.” Ujar Aira sambil menepuk kedua pahanya.
Sontak Ilham menebarkan senyum senangnya sambil mendudukkan Irzan di atas paha Aira. Ilham mengusap pelan rambut Irzan yang berwarna hitam legam. Saat tangan Ilham akan memegang tangan Aira, dengan segera Aira menepisnya.
Ilham tersenyum getir saat tangannya ditepis pelan oleh sang istri. Ilham kembali mengemudikan mobilnya menuju rumah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah menempuh waktu empat puluh lima menit, akhirnya mereka sampai juga di depan rumah. Ilham membukakan pintu mobil Aira yang sedang menggendonng tubuh putranya yang sudah terlelap nyenyak. Mereka pun kemudian langsung memasuki rumah tersebut.
Aira membawa tubuh kecil Irzan menuju kamarnya. Dia meletakan Irzan yang tertidur di tengah-tengah kasur yang sudah diberi guling di sampingnya agar tidak terjatuh. Sejenak Aira mengamati wajah anak kecil yang terlelap itu. Aira tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin dia rela mengasuh anak itu bahkan setelah dirinya mendonorkan darahnya untuk wanita yang notabenya Ibu dari anak itu.
“Huftt.” Aira menghembuskan nafasnya kasar.
“Sayang,” panggil Ilham saat lelaki itu memasuki kamar.
Aira kembali dalam mode diamnya. Entah mengapa dia tidak bisa meluapkan amarah yang membara dalam hatinya kepada lelaki yang sudah berhasil menorehkan luka di hatinya. Seperti ada pepatah yang mengatakan jika kecewanya orang sabar itu sederhana, diawali dengan diam dan diakhiri dengan ketidakpedulian. Aira memang kecewa dengan sikap Ilham yang telah melukai hatinya. Namun Aira masih bisa mengontrol hatinya agar tidak meluapkan amarahnya detik ini juga.
“Mas mau bicara sama kamu.” Ucap Ilham dengan wajah yang serius.
“Nanti aja Mas, aku mau ke dapur belum masak buat makan siang.” Aira melenggang pergi meninggalkan Ilham dengan raut sedihnya.
Sampai kapan kamu akan menghindari Mas, ra? Monolog Ilham.
Ilham menghela nafasnya kasar. Dia membaringkan tubuhnya di samping tubuh sang putra. Ilham menatap lekat wajah putranya itu. Tak lama kemudian mata Ilham ikut terlelap di samping tubuh putranya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aira berkutat di dapur hampir satu jam lamanya. Walaupun Ilham sudah membuatnya kecewa, tapi Aira tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang istri. Aira menata makanan yang sudah dimasaknya di atas meja makan. Aira membuka celemek yang terpasang di tubuhnya.
Aira bergegas menuju kamarnya untuk melihat suaminya yang sejak tadi tidak menampakkan batang hidungnya. Aira menghentikan langkahnya di ambang pintu kamar saat netranya menatap pemandangan di hadapannya.
Aira menatap Ilham dan Irzan yang tertidur pulas di atas kasur dengan pandangan kosong. Aira akui jika ketampanan suaminya sangat menurun kepada putra sambungnya. Dia melangkahkan kakinya mendekati sang suami yang sedang tertidur.
“Mas bangun, makan dulu.” Aira menggoyangkan tangan Ilham dengan pelan.
Ilham melenguh pelan dalam tidurnya. Tak lama kemudian matanya terbuka, hal yang pertama Ilham lihat adalah wajah cantik istrinya.
“Makan dulu.” titah Aira kepada Ilham.
Ilham menganggukkan kepalanya pelan. Aira melirik ke arah Irzan yang masih terlelap salam tidur nyenyaknya. Aira mengusap pipi anak kecil itu dengan lembut.
“Bangun yuk, makan dulu.” Ucap Aira. Irzan menggeliat kecil dalam tidurnya. Mungkin batita itu merasa terganggu oleh aksi Aira yang berusaha membangunkannya.
“Biarin aja ra, nanti juga kebangun sendiri.” Ucapan Ilham berhasil membuat Aira menghentikan aksinya.
Aira menghela nafasnya pelan, “Kalau aku nggak ngasih makan dia, yang ada nanti aku diomelin Mama kamu.” gerutu Aira.
Ilham meringis kecil menyadari ucapannya yang salah. Tak lama kemudian Irzan terbangun karena terganggu oleh suara Ilham dan Aira.
“Jangan nangis, anak Ayah nggak boleh nangis ok?” Ilham memberikan guyonan kecil saat melihat raut wajah Irzan yang akan menangis.
“Ayo kita makan dulu.” ajak Aira yang langsung meninggalkan kedua lelaki berbeda usia itu.
Ilham dengan sigap langsung menggendong tubuh putranya menuju ruang makan. Ilham mendudukan putranya di kursi makan tempat khusus batita. Memang, Ibunya sudah menyiapkan segala kebutuhan putranya mulai dari popok, pakaian, kursi makan, serta susu dan makanan khas batita.
Aira meraih satu piring lalu mengisinya dengan nasi beserta lauk pauk yang sudah tersedia di atas meja. Tangan Aira menyodorkan piring tersebut kepada Ilham. Aira beralih duduk di samping kursi khas batita yang sudah ditempati oleh Irzan.
Aira mengaduk-ngaduk kecil makanan khas batita yang sudah dibuatnya. Tangan Aira lantas menyuapi Irzan dengan sabar. Irzan memakan makanannya dengan semangat. Wajah tampannya sudah belepotan. Dengan telaten Aira membersihkan noda makanan yang ada di mulut serta pipi batita itu.
“Kamu juga harus makan ra,” ujar lham sambil menatap Aira yang sedang memberikan makan putranya.
Aira menoleh pada Ilham, “Iya.” Sahut Aira singkat.
Ilham menatap Aira yang telaten menyuapi putranya dengan rasa kagumnya. Entah terbuat dari apa hati istrinya itu. Ilham benar-benar tidak akan membiarkan Aira pergi dari hidupnya sedetik pun. Memang terkesan egois sepertinya, namun percayalah Ilham benar-benar mencintai Aira dari lubuk hatinya.
Setelah Irzan selesai menghabisakan makannya, barulah Aira memakan makanannya guna mengisi perutnya yang sudah berdemo minta diisi.
“Yah, yah!” Irzan sibuk dengan celotehannya dengan menggumamkan kata Ayah.
lham tersenyum kecil melihat tingkah putranya yang sangat menggemaskan. Waktu berjalan sangat cepat, tidak terasa putranya sudah menginjak usia dua tahun.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jam di atas nakas sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Ilham baru saja menidurkan putranya dengan menimang-nimang tubuh kecilnya. Ilham meletakan tubuh sang putra di tengah-tengah kasur. Pandangan Ilham beralih menatap Aira yang masih sibuk dengan kegiatannya sendiri.
Ilham mengambil handphone dari tangan Aira. Ilham langsung menyimpan jari telunjuknya di depan bibir Aira yang hendak protes kepadanya.
“Mas mau bicara sama Aira.” Ilham berucap sambil menatap Aira dengan wajah seriusnya.
Saat Aira hendak membalas ucapan Ilham, Ilham langsung menyelanya. “Ini tentang Irzan.” Potong Ilham.
Aira terdiam mendengarkan apa yang akan suaminya katakan. Ilham duduk berhadapan dengan Aira di tepi kasur.
“Irzan hadir karena sebuah kesalahan.” Ucap Ilham yang mampu membuat Aira menatapnya lekat.
“Dulu sewaktu pernikahan kita masih berumur satu minggu, Mas menghadiri undangan dari kolega bisnis Mas.”
“Waktu itu Aira nggak mau ikut, jadinya nginap ke panti kan?” Aira mengangguk membenarkan pertanyaan Ilham.
“Waktu itu Mas dikasih minuman dari seorang pelayan.” Aira masih menyimak cerita Ilham dengan baik.
“Mas kira minuman itu air putih biasa, ternyata bukan. Minuman itu sudah dicampuri dengan obat perangsang.” Aira membeku ditempatnya saat mendengar kalimat itu.
"Mas dijebak ra!" pekik Ilham.
“Tubuh Mas panas ra. Saat itu Mas nggak bisa berpikir jernih,” lirih Ilham sambil menundukkan kepalanya.
“M-mas tarik tangan sekertaris Mas ke dalam kamar hiks.” Ilham terisak kecil.
“M-mas ngelakuin hal yang tidak senonoh ra!” bibir lelaki itu bergetar menahan isak tangis yang akan keluar.
Aira membawa tubuh kekar suaminya ke dalam dekapannya. Di usapnya pelan punggung kokoh milik suaminya. Aira benar-benar tidak tega melihat Ilham yang menangis seperti ini. Kemana Ilham yang selalu gagah di matanya? Kemana Ilham yang selalu bersikap tegas?
“M-mas udah ru-rusak dia ra,” ucap Ilham dengan nada terbata-bata.
Tanpa Mas sadari, Mas Ilham juga sudah buat hati Aira hancur Mas. Monolog Aira dalam hati.
Ilham menghela nafasnya pelan sebelum kembali melanjutkan ceritanya, “Satu bulan setelah kejadian itu, Dia datang kepada Mas dan minta pertanggungjawaban Mas untuk menikahinya.”
“M-mas nggak mungkin menyuruhnya menggugurkan a-anak Mas sendiri,”
“Jadi Mas nikahin dia karena sebagai bentuk pertanggungjawaban?” tanya Aira.
Ilham melepaskan pelukannya dari Aira kemudian menatap wajah istrinya dengan mata berkaca-kaca. Ilham mengangguk kecil membenarkan pertanyaan tersebut.
“Terus sekarang dia sedang mengandung anak kedua Mas kan?” tanya Aira penuh penekanan.
Ilham kembali mengangguk.
“Berarti Mas menikahinya bukan hanya sebatas pertanggungjawaban aja!” pekik Aira.
“Ng-nggak gitu—“
“Mas. Mas sadar nggak sih kalau perbuatan Mas itu udah nyakitin hati Aira?” Aira menangis pilu di hadapan Ilham.
“S-sayang Mas ngg—“
“Stop Mas!” potong Aira mengangkat satu tangannya menginterupsi agar Ilham diam.
“kenapa Mas nggak minta cerai aja sama dia setelah dia melahirkan anak Mas?” Aira bertanya dengan suara kecil takut mengganggu tidur putra suaminya itu.
“Sekarang Aira tanya, Mas pilih Aku atau Dia?” Aira bertanya seraya menatap lekat kedua mata Ilham.
“Mas nggak bisa jawab kan?” Aira terkekeh miris.
Aira beranjak dari duduknya lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur. “Izinkan Aira tidur membelakangimu Mas.” Bahkan Aira masih meminta izin kepada Ilham untuk tidur membelakanginya.
Ilham menatap punggung Aira yang bergetar dengan tatapan sendu. Kalau boleh jujur, Ilham juga tidak menginginkan hal ini terjadi kepadanya. Ilham menghela nafasnya gusar. Entah apa lagi yang akan terjadi kepadanya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jangan lupa like dan komen nya 😊 kalo bisa kasih hadiah juga ya xixixi 😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Widia Wati
keluarga. ilham tdj berhati semua.. moga ortuny ilham. dapat karmanya
2023-02-28
0
Zuraida Zuraida
jangan mau ditipu terus ra, ntu suami emang bejat belum lagi tu mertua
2023-01-14
0
Riska Wulandari
cinta ke Aira..tapi jarang nyentuh Aira karena udah puas sama si ono d kantor...
Aira kok terlalu baik kek g punya rasa sakit hati..
2022-06-15
0